Hukum Makmum Mengeraskan Bacaan Takbir
Sering kita menyaksikan makmum mengeraskan bacaan takbir ketika shalat jamaah. Ketika imam bertakbir ALLAHU AKBAR, makmum pun ikut menyeruakan takbirnya dengan kerasnya. Apakah memang hal seperti ini dianjurkan bagi makmum?
Mari kita lihat fatwa ulama-ulama besar Saudi Arabia yang berada di Al Lajnah Ad Daimah lil Buhuts Al Ilmiyyah wal Ifta (Komisi Tetap Urusan Riset dan Fatwa Kerajaan Arab Saudi) mengenai hal ini.
Fatwa no. 10892
Jawaban:
Yang disyariatkan bagi imam adalah mengeraskan suaranya pada setiap takbir, sehingga orang-orang yang di belakang imam dapat mendengarnya.
Adapun makmum yang disyariatkan baginya adalah tidak mengeraskan suaranya, baik ketika takbiratul ihram maupun takbir lainnya. Makmum cukup bertakbir dengan suara yang dapat didengarnya sendiri. Bahkan kalau kita nilai, takbir bagi makmum dengan suara keras seperti ini adalah suatu perkara yang diada-adakan dalam agama (alias: bidah) dan bidah adalah suatu hal yang terlarang berdasarkan sabda nabi shallallahu alaihi wa sallam,
مَنْ أَحْدَثَ فِى أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ
“Barangsiapa yang mengada-ada suatu perkara dalam agama ini yang tidak ada landasan dalam agama ini, maka amalannya tertolak” (HR. Bukhari dan Muslim)
Hanya Allah-lah yang dapat memberi taufik. Shalawat dan salam kepada nabi kita Muhammad, pengikut, dan sahabatnya.
Yang menandatangani fatwa ini:
Ketua Lajnah Ad Daimah: Syaikh Abdul Aziz bin Baz
Dalam fatwa Lajnah yang lain (no. 11317) dijelaskan bahwa makmum tidak perlu menjaherkan (mengeraskan) bacaan takbirnya. Makmum cukup bertakbir dengan suara yang dapat didengarnya sendiri, dengan menggerakkan bibirnya. Begitu juga dengan orang yang shalat sendirian (munfarid), dia tidak perlu menjaherkan takbirnya.
Demikian fatwa lajnah yang kami sarikan.
Semoga kita selalu mendapat ilmu yang bermanfaat dan diberi taufik untuk melakukan amal sholeh.
Diposting melalui HP, dari Panggang, Gunung Kidul, pada waktu Ashar, 1 Muharram 1430 H.
Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel https://rumaysho.com
Baca Juga:
Assamu’alaikum wa rohmatullohi wabarokatuh
Pertama : Kmrn ketika saya berada di bandara, sholat subuh berjamaah. Saat itu ada seorang sedang sholat sendirian, kemudian kami mengikutinya masuk sebagai makmum. Pada rokaat pertama bacaan dilirihkan oleh imam (saya berfikir karna kami masuk ditengah imam sedang melaksanakan salat), tetapi pada rokaat kedua bacaan masih dilirihkan sampe kami menegurnya beberapa kali dengan mengucapkan subhanallah. Namun tetap saja tidak diindahkan. Bagaimanakah hukum mengikuti imam seperti ini? Apakah sholat kami tetap sah?
Kedua : Apa hukumnya sholat fardhu sendiri-sendiri atau sholat jamaah dalam group yg berbeda dalam waktu bersamaan sedangkan hal itu berada di dalam masjid?
Ketiga : Apa hukumnya sholat tanpa pembatas di depan kita?
Mhn penjelasannya ustadz….
Wa’alaikumus salam wa rahmatullah wa barakatuh.
Pertama: Shalatnya tetap sah, karena menjaherkan (mengeraskan suara) ketika membaca surat bukanlah wajib.
Kedua: Yang tepat imamnya seharusnya satu dan sebaiknya dengan jama’ah.
Ketiga: Memakai pembatas ketika shalat (disebut sutroh) sebaiknya tidak ditinggalkan bahkan sebagian ulama mengatakannya wajib. Jadi sebisa mungkin kita gunakan pembatas ketika shalat yang jaraknya dari tempat kita berdiri sejauh tiga hasta. Pembatasnya bisa dinding atau orang lain, minimal sutroh adalah satu hasta.
Semoga Allah beri petunjuk.
Assalamu’alaikum Wr. Wb
Ketika kami sholat subuh di masjid, imam salah/lupa bacaan qunut. Sebelum salam imam sujud sahwi, namun ada 2 golongan makmum disini, makmum yg ikut sujud sahwi bersama imam dan tidak. Mohon penjelasan Ustadz mengenai hal ini. Bagaimana pelaksanaan sujud sahwi yg sebenarnya berikut bacaannya? Bagaimana tilawah sebelum salat (di masjid) kemudian disyiarkan melalui pengeras suara? Bagaimanakah perkara sholawat setelah adzan sambil menunggu iqomah? Mohon diposting dalam rubrik agar saudara2 kita lain dpt mengambil pelajaran dr padanya.
Wa’alaikumus salam wa rahmatullah wa barakatuh
Untuk sujud sahwi, insya Allah jika ada kesempatan kami bahas.
Tilawah dengan pengeras suara sebelum shalat hanya akan mengganggu jamaah yang lain, yang ingin shalat sunnah, maka seharusnya tidak ada.
Shalawat setelah adzan untuk menunggu iqomah, ini juga suatu ajaran yang tanpa tuntunan, yang tepat adalah membaca doa setelah adzan dan memanfaatkan waktu tersebut untuk memperbanyak doa.
saya kira semuanya kembali kepada kebutuhan juga, artinya ketika makmum mengeraskan suaranya, itu bisa dikatakan membantu suara imam agar dapat terdengar ke makmum yang tidak bisa mencapai suara imam, seperti surau surau kecil atau mesjid yang tidak punya pengeras suara..
Namun asalnya tetap tidak boleh. Dibolehkan hanya ketika butuh sj.
Afwan. lantas satu orang yang mengikuti takbir imam di setiap takbir saat sholat di masjid nabawi itu siapa ustadz? yang pakai pengeras suara itu. Apakah bukan makmum, suara rekaman, atau bagaimana. Mohon penjelasannya
Orang tersebut hanya menyampaikan suara agar terdengar sampai belakang dan ini di saat butuh di kala banyak jama’ah.
afwan ustd. kalau tidak salah bukankah imamnya sudah menggunakan alat pengeras suara.mohon maaf sebelumnya jika ada kesalahan saya dalam bertanya.
syukron
yg dimaksud di sini adl makmumnya keras mengucapkan takbir di belakang imam.
na’am