Aqidah

Bantahan untuk Orang Musyrik (2): Awal Mula Kesyirikan dari Berlebihan pada Orang Sholih

Melanjutkan berbagai argumen orang musyrik dalam membela kesyirikan mereka. Sekarang kita akan melihat kembali perkataan Syaikh Muhammad At Tamimi berikutnya. Di mana beliau akan menjelaskan tentang Rasul pertama adalah Nuh dan dan akan dijelaskan pula sesembahan yang ada di masa Nabi Nuh alaihis salam. Dan kita bisa menarik kesimpulan bagaimana awal mula kesyirikan bisa muncul di masa itu.

 

Syaikh rahimahullah berkata, “Awal rasul adalah Nuh alaihis salam. Di mana Allah mengutus Nuh kepada kaumnya. Kaum Nuh beribadah secara berlebihan kepada Wadd, Suwa’, Yaguts, Ya’uq dan Nasr.” (*)

Ini bagian kedua yang dari penjelasan Syaikh dalam kitab beliau Kasyfu Syubuhaat dan akan kita ulas secara ringkas apa yang dimaksud dengan penjelasan beliau di atas.

Nuh Rasul Pertama

Nuh adalah rasul pertama dan beliau adalah di antara rasul ‘ulul ‘azhmi. Dan keturunan Nuh tetap terus ada di muka bumi. Sebagaimana Allah Ta’ala berfirman,

وَجَعَلْنَا ذُرِّيَّتَهُ هُمُ الْبَاقِينَ

Dan Kami jadikan anak cucunya orang-orang yang melanjutkan keturunan” (QS. Ash Shaffaat: 77). Manusia selanjutnya adalah keturunan dari Nabi  Nuh ‘alaihis salam. Anak Nuh ada tiga yaitu Sam, Ham dan Yafits. Lihat Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim karya Ibnu Katsir, 6: 380.

Adapun Nabi Adam adalah Nabi yang diajak bicara oleh Allah dan bukanlah Rasul. Sebagaimana disebutkan dalam hadits mengenai Nabi Adam,

آدَمُ أَنَبِيٌّ كَانَ ؟ قَالَ : نَعَمْ ، نَبِيٌّ مُكَلَّمٌ

Adam, apakah seorang Nabi? Iya, dia adalah Nabi yang diajak bicara.” (HR. Ahmad 5: 178).

Nuh Diutus pada Kaum yang Berlebihan terhadap Orang Sholih

Nuh diutus pada kaum yang berbuat syirik di mana mereka telah berlebihan dalam mengagungkan orang sholih. Orang sholih yang dimaksud di sini yang  pertama adalah Wadd, Suwa’, Yaguts, Ya’uq dan Nasr.

Coba kita perhatikan dalam surat Nuh,

وَقَالُوا لَا تَذَرُنَّ آَلِهَتَكُمْ وَلَا تَذَرُنَّ وَدًّا وَلَا سُوَاعًا وَلَا يَغُوثَ وَيَعُوقَ وَنَسْرًا

Dan mereka berkata: “Jangan sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) tuhan-tuhan kamu dan jangan pula sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) wadd, dan jangan pula suwwa’, yaghuts, ya’uq dan nasr” (QS. Nuh: 23). Ibnu Katsir berkata bahwa ini adalah nama-nama berhala-berhala orang musyrik. Lihat Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 7: 389.

Disebutkan dari ‘Ali bin Abi Tholhah dari Ibnu ‘Abbas, ia berkata bahwa berhala-berhala tersebut adalah berhala yang disembah di zaman Nabi Nuh. (Idem, 7: 390).

Awal Mula Kesyirikan: Berlebihan pada Orang Sholih

Ibnu Taimiyah rahimahullah menjelaskan, “Nama-nama yang disebutkan dalam ayat tersebut adalah nama-nama orang sholih dari kaum Nuh. Ketika orang-orang sholih tersebut mati, maka orang-orang mulai i’tikaf di kubur-kubur mereka. Kemudian berlalulah waktu hingga mereka membuat bentuk untuk orang-orang sholih tersebut dengan wujud patung. Dan perlu dipahami bahwa berdiam (beri’tikaf) di kubur, mengusap-ngusap kubur, menciumnya dan berdo’a di sisi kubur serta semacam itu adalah asal dari kesyirikan dan asal mula penyembahan berhala. Oleh karena itu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berdo’a,

اللَّهُمَّ لَا تَجْعَلْ قَبْرِي وَثَنًا يُعْبَدُ

Ya Allah, janganlah jadikan kuburku sebagai berhala yang disembah.” (Majmu’ Al Fatawa, 27: 79).

Ibnu Taimiyah di tempat lain juga mengatakan,

“Ibnu ‘Abbas dan ulama lainnya mengatakan bahwa mereka yang disebut dalam surat Nuh adalah orang-orang sholih di kaum Nuh. Ketika mereka mati, orang-orang pada i’tikaf di sisi kubur mereka. Lalu mereka membuat patung orang sholih tersebut. Lantas orang sholih tersebut disembah. Ini sudah masyhur dalam kitab tafsir dan hadits, serta selainnya seperti disebutkan oleh Imam Bukhari . Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengingkarinya dan mencegah agar tidak terjadi kesyirikan seperti itu. Sampai-sampai beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknat orang yang menjadikan kubur para nabi dan orang sholih sebagai masjid. Terlarang shalat di kubur semacam itu walau kubur tersebut tidak dimintai syafa’at. Begitu pula terlarang shalat menghadap kubur tadi. ‘Ali bin Abi Tholib pun pernah diutus oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk meratakan kubur yang tinggi dan menghancurkan berhala-berhala, serta juga menumpas berbagai patung atau gambar yang diagungkan. Dari Abul Hiyaj Al Asadi, ia berkata bahwa ‘Ali bin Abi Tholib berkata kepadanya, “Aku akan mengutusmu sebagaimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengutusku, yaitu untuk memerintah agar menghancurkan berhala, meratakan kubur yang ditinggakan.” Dalam lafazh lain disebutkan agar gambar yang diagungkan itu dihapuskan. Demikian dikeluarkan oleh Imam Muslim.” (Majmu’ Al Fatawa, 1: 151-152).

Pelajaran yang dapat kita ambil dari kesyirikan yang muncul di masa Nabi Nuh bahwasanya awal mula kesyirikan itu muncul dari sikap berlebihan terhadap orang sholih. Di antara sikap berlebihan adalah beri’tikaf (bersemedi atau berdiam) di kuburnya, berdo’a di sisi kubur orang sholih, membuatkan patung atau monumen untuk mengenang mereka. Maka lihat pula kesyirikan yang terjadi pada para wali, kyai, ustadz dan sunan yang saat ini muncul bermulanya dari sikap berlebihan terhadap kubur mereka. Sampai-sampai ada kubur orang sholih yang terus dicuri pasirnya, hingga kuburnya bisa ambles. Na’udzu billah min dzalik.

Baca bantahan untuk orang musyrik serial pertama: Bantahan untuk Orang Musyrik (1): Memahami Tauhid dan Ibadah.

Baca pula artikel Rumaysho.Com lainnya:

1- Berlebihan Terhadap Kubur Orang Sholeh.

2- Dari Gambar Sampai Beribadah pada Kubur Orang Sholeh.

3- Shalat di Masjid yang Ada Kubur.

Semoga Allah menganugerahkan kepada kita akidah yang shahih yang menjadi penyelamat dunia dan akhirat. Hanya Allah yang memberi taufik.

 

Referensi:

Kitab Kasyfu Syubuhat, Syaikh Muhammad bin ‘Abdul Wahhab, naskah bersanad dari guru kami Syaikh Sholih bin ‘Abdillah bin Hamad Al ‘Ushoimi, dalam Muqorrorot Barnamij Muhimmatul ‘Ilmi, cetakan ketiga, 1434 H.

Majmu’atul Fatawa, Syaikhul Islam Taqiyyuddin Ahmad bin Taimiyah Al Harroni, terbitan Darul Wafa’ dan Dar Ibnu Hazm, cetakan keempat, tahun 1432 H.

Syarh Kasyfu Syubuhaat, Syaikh Sholih bin ‘Abdul ‘Aziz Alu Syaikh, terbitan Maktabah Darul Hijaz, cetakan pertama, tahun 1433 H.

Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, Ibnu Katsir, terbitan Dar Ibnil Jauzi, cetakan pertama, tahun 1431 H.

Tafsir Syaikhil Islam Ibni Taimiyah, Iyad bin ‘Abdul Lathief bin Ibrahim Al Qoisi, terbitan Dar Ibnil Jauzi, cetakan pertama, tahun 1432 H.

Selesai ditulis di Pantai Wedi Ombo, Tepus, Gunungkidul saat rekreasi dengan para santri Pesantren Darush Sholihin, 8 Syawal 1434 H

Artikel www.rumaysho.com

 

Silakan follow status kami via Twitter @RumayshoCom, FB Muhammad Abduh Tuasikal dan FB Fans Page Mengenal Ajaran Islam Lebih Dekat

Artikel yang Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button