Tafsir Al Qur'an

Faedah Surat An-Nuur #32: Meninggalkan Kesibukan Dunia itu Berat

Kali ini masih kelanjutan surah An-Nuur, ayat 37 dan 38. Dan masih ada penjelasan tentang mereka yang lalai dari ibadah karena sibuk terus dengan dunia, lalu bagaimana memuliakan masjid.

 

Tafsir Surah An-Nuur

Ayat 37 – 38

رِجَالٌ لَا تُلْهِيهِمْ تِجَارَةٌ وَلَا بَيْعٌ عَنْ ذِكْرِ اللَّهِ وَإِقَامِ الصَّلَاةِ وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ ۙ يَخَافُونَ يَوْمًا تَتَقَلَّبُ فِيهِ الْقُلُوبُ وَالْأَبْصَارُ،لِيَجْزِيَهُمُ اللَّهُ أَحْسَنَ مَا عَمِلُوا وَيَزِيدَهُمْ مِنْ فَضْلِهِ ۗ وَاللَّهُ يَرْزُقُ مَنْ يَشَاءُ بِغَيْرِ حِسَابٍ

Laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual beli dari mengingati Allah, dan (dari) mendirikan sembahyang, dan (dari) membayarkan zakat. Mereka takut kepada suatu hari yang (di hari itu) hati dan penglihatan menjadi goncang. (Mereka mengerjakan yang demikian itu) supaya Allah memberikan balasan kepada mereka (dengan balasan) yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan, dan supaya Allah menambah karunia-Nya kepada mereka. Dan Allah memberi rezeki kepada siapa yang dikehendaki-Nya tanpa batas.” (QS. An-Nuur: 37-38)

 

Penjelasan Ayat

 

Syaikh As-Sa’di rahimahullah berkata bahwa ketika meninggalkan aktivitas dunia itu amat berat pada kebanyakan orang, hampir semua orang menyukai pekerjaan dengan berbagai bentuk perdagangan yang disukai, berat perdagangan tersebut ditinggalkan pada umumnya dengan mendahulukan hak Allah, setelah itu Allah menyebutkan tentang,

يَخَافُونَ يَوْمًا تَتَقَلَّبُ فِيهِ الْقُلُوبُ وَالْأَبْصَارُ

Mereka takut kepada suatu hari yang (di hari itu) hati dan penglihatan menjadi goncang.” Dengan punya sifat takut semacam ini, seseorang akan mudah beramal dan meninggalkan kesibukan duniawi tadi. Oleh karena itu, Allah membalas dengan menyebutkan, “(Mereka mengerjakan yang demikian itu) supaya Allah memberikan balasan kepada mereka (dengan balasan) yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan”.

Syaikh As-Sa’di menyebutkan “atas apa yang telah mereka kerjakan” yang dimaksudkan adalah kebaikan yang saleh yang mereka lakukan dan itu adalah yang paling baik yang mereka lakukan. Karena mereka juga melakukan hal mubah dan selainnya. Pahala hanyalah ditujukan pada amalan yang baik. Inilah sebagaimana firman Allah Ta’ala,

لِيُكَفِّرَ اللَّهُ عَنْهُمْ أَسْوَأَ الَّذِي عَمِلُوا وَيَجْزِيَهُمْ أَجْرَهُمْ بِأَحْسَنِ الَّذِي كَانُوا يَعْمَلُونَ

“Agar Allah akan menutupi (mengampuni) bagi mereka perbuatan yang paling buruk yang mereka kerjakan dan membalas mereka dengan upah yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. Az-Zumar: 35).

Lalu disebutkan dalam kelanjutan ayat,

وَيَزِيدَهُمْ مِنْ فَضْلِهِ

dan supaya Allah menambah karunia-Nya kepada mereka”, yaitu Allah menambah kebaikan kepada mereka dari amalan yang telah mereka kerjakan.

Lalu disebutkan pula,

وَاللَّهُ يَرْزُقُ مَنْ يَشَاءُ بِغَيْرِ حِسَابٍ

Dan Allah memberi rezeki kepada siapa yang dikehendaki-Nya tanpa batas”, bahkan balasan untuknya melebihi dari amal yang dikerjakan, balasan yang diberi tanpa hitungan dan tanpa takaran. Ini adalah ungkapan yang menunjukkan banyaknya balasan dari Allah. Lihat Tafsir As-Sa’di, hlm. 600.

Syaikh Musthafa Al-‘Adawi menerangkan mengenai ayat,

لِيَجْزِيَهُمُ اللَّهُ أَحْسَنَ مَا عَمِلُوا وَيَزِيدَهُمْ مِنْ فَضْلِهِ

supaya Allah memberikan balasan kepada mereka (dengan balasan) yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan dan supaya Allah menambah karunia-Nya kepada mereka”, maksudnya adalah Allah membalas kebaikan yang mereka lakukan dan memaafkan kesalahan-kesalahan mereka. Sedangkan maksud dari “dan supaya Allah menambah karunia-Nya kepada mereka” adalah isyarat akan dilipatgandakannya pahala kebaikan. Wallahu a’lam. Lihat At-Tashiil li Ta’wil At-Tanzil Tafsir Surah An-Nuur fii Sual wa Jawab, hlm. 256-257.

 

Apa saja hal-hal yang harus ditiadakan dari masjid?

Apa saja bentuk memuliakan masjid?

Baca juga: Adab-Adab Memuliakan Masjid

 

Referensi:

  1. At-Tashiil li Ta’wil At-Tanzil Tafsir Surah An-Nuur fii Sual wa Jawab. Cetakan kedua, Tahun 1423 H. Syaikh Abu ‘Abdillah Musthafa Al-‘Adawi. Penerbit Maktabah Makkah.
  2. Tafsir As-Sa’di. Cetakan kedua, Tahun 1433 H. Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di. Penerbit Muassasah Ar-Risalah.

 

 


 

Disusun Sabtu siang, 2 Dzulhijjah 1440 H di #DarushSholihin Panggang Gunungkidul

Oleh: Muhammad Abduh Tuasikal

Artikel Rumaysho.Com

 

Artikel yang Terkait

3 Komentar

  1. Afwan ustadz kalau seorang akhwat meninggalkan kesibukan dunia untuk terus ngaji menimba ilmu syar’i seorang diri tanpa mahram dari pagi sampai malam dan itu hampir setiap hari sampai melalaikan tanggung jawab dan amanahnya bagaimana hukumnya ustadz ? Bukankah tempat terbaik untuk akhwat adalah didalam rumahnya apakah itu termasuk berlebih-lebihan jika pergi kajian dari pagi sampai malam dan jarang dirumah ? Apakah hal tersebut tidak berpotensi menimbulkan fitnah ? Mohon penjelasannya ustadz terimakasih

  2. Afwan ustadz kalau seorang akhwat meninggalkan kesibukan dunia untuk terus ngaji menimba ilmu syar’i seorang diri tanpa mahram dari pagi sampai malam dan itu hampir setiap hari sampai melalaikan tanggung jawab dan amanahnya bagaimana hukumnya ustadz ? Bukankah tempat terbaik untuk akhwat adalah didalam rumahnya apakah itu termasuk berlebih-lebihan jika pergi kajian dari pagi sampai malam dan jarang dirumah ? Apakah hal tersebut tidak berpotensi menimbulkan fitnah ? Mohon penjelasannya ustadz terimakasih

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button