Shalat

3 Larangan pada Kubur

Ada tiga larangan pada kubur yang tersebar hingga saat ini. Padahal sudah diingatkan oleh Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam jauh-jauh hari sebelum masa ini.

 

Dari Jabir radhiyallahu ‘anhu, ia berkata,

عَنْ جَابِرٍ قَالَ نَهَى رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- أَنْ يُجَصَّصَ الْقَبْرُ وَأَنْ يُقْعَدَ عَلَيْهِ وَأَنْ يُبْنَى عَلَيْهِ

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang dari memberi kapur pada kubur, duduk di atas kubur dan memberi bangunan di atas kubur.” (HR. Muslim, no. 970).

Ada tiga larangan yang disebutkan dalam hadits ini terhadap kubur:

 

Pertama: Larangan memberi kapur pada kubur dengan tujuan untuk mempercantik bangunan kubur. Larangan ini secara tekstual adalah larangan haram dan tidak ada dalil untuk mengalihkan ke larangan makruh.

 

Kedua: Larangan duduk di atas kubur karena seperti itu termasuk menghinakan kubur.

Dari hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لَأَنْ يَجْلِسَ أَحَدُكُمْ عَلَى جَمْرَةٍ فَتُحْرِقَ ثِيَابَهُ فَتَخْلُصَ إِلَى جِلْدِهِ خَيْرٌ لَهُ مِنْ أَنْ يَجْلِسَ عَلَى قَبْرٍ

“Seandainya seseorang duduk di atas bara api sehingga membakar pakaiannya sampai kulitnya, itu lebih baik baginya dibandingkan duduk di atas kubur.” (H.R Muslim, no. 1612). Hadits ini menunjukkan bahwa duduk di atas kubur termasuk dosa besar karena ancaman yang keras seperti ini.

 

Ketiga: Larangan membuat bangunan di atas kubur. Larangan ini akan menimbulkan mafsadat yang begitu banyak, di antaranya:

  1. Perantara untuk menyembah kubur, apalagi kubur itu adalah kubur orang shalih atau kubur seorang yang dianggap wali.
  2. Termasuk tasyabbuh (menyerupai) peribadahan pada berhala dan peribadahan pada kubur. Di mana kita saksikan para penyembah kubur biasa menjadikan kubur menjadi begitu megah dan indah.
  3. Perantara menuju kesyirikan.
  4. Termasuk pemborosan dan buang-buang harta.
  5. Termasuk mempersempit kubur dan area pekuburan.

 

Semoga bermanfaat.

 

Referensi:

Minhah Al-‘Allam fi Syarh Bulugh Al-Maram. Cetakan ketiga, tahun 1432 H. Syaikh ‘Abdullah Al-Fauzan. Penerbit Dari Ibnul Jauzi. 4: 344-346

Disusun @ Darush Sholihin, Panggang, Gunungkidul, pagi hari penuh berkah, 21 Dzulqa’dah 1437 H

Oleh: Muhammad Abduh Tuasikal

Rumaysho.Com, Channel Telegram @RumayshoCom, @DarushSholihin, @UntaianNasihat, @RemajaIslam

Artikel yang Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button