Amalan

Waktu dan Tempat untuk Bershalawat (2)

Kapan waktu dan tempat bershalawat? Kita melanjutkan lagi, waktu bershalawat saat khutbah dan setelah mendengar kumandang azan.

5- Ketika khutbah yaitu saat khutbah Jumat, khutbah ied, khutbah istisqa’ (minta hujan) dan khutbah lainnya.

Para ulama berselisih pendapat apakah membaca shalawat merupakan syarat sah dalam khutbah ataukah bukan. Berdasarkan pendapat dari Imam Syafi’i dan pendapat yang masyhur dalam madzhab Imam Ahmad, khutbah barulah sah dengan bershalawat pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sedangkan Imam Abu Hanifah dan Imam Malik menganggap bahwa khutbah itu sah meski tanpa shalawat. Pendapat ini juga menjadi salah satu pendapat dalam madzhab Imam Ahmad.

Ulama yang menyatakan wajibnya bershalawat dalam khutbah berdalil dengan firman Allah Ta’ala,

أَلَمْ نَشْرَحْ لَكَ صَدْرَكَ (1) وَوَضَعْنَا عَنْكَ وِزْرَكَ (2) الَّذِي أَنْقَضَ ظَهْرَكَ (3) وَرَفَعْنَا لَكَ ذِكْرَكَ (4)

Bukankah Kami telah melapangkan untukmu dadamu?, dan Kami telah menghilangkan daripadamu bebanmu, yang memberatkan punggungmu? Dan Kami tinggikan bagimu sebutan (nama)mu.” (QS. Asy Syarh: 1-4). Ibnu ‘Abbas menyatakan bahwa Allah meninggikan penyebutan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ketika nama-Nya disebut, maka disandingkan pula dengan nama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Akan tetapi, Ibnul Qayyim berpendapat bahwa yang dimaksudkan dalam ayat bahwa Nabi Muhammad disandingkan dengan Allah pada penyebutan azan yaitu pada kalimat ‘asyhadu alla ilaha illallah’ dan ‘asyhadu anna muhammadar rasulullah’.

Adapun dalil bahwa shalawat itu dibacakan ketika khutbah, hal ini berdasarkan riwayat dari ‘Abdullah bin Ahmad, dari ‘Aun bin Abi Juhaifah bahwa ayahnya yang pernah menjadi petugas keamanan dari sahabat ‘Ali bin Abi Tholib menyatakan bahwa dahulu ia di bawah mimbar, ia menyaksikan ‘Ali radhiyallahu ‘anhu saat itu sedang naik mimbar. Di awalnya, Ali menyanjung Allah, bershalawat pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu Ali mengatakan bahwa generasi terbaik dari umat ini setelah nabinya yaitu Abu Bakr, lalu Umar. Allah menganugerahkan pada mereka kebaikan sesuai yang Dia kehendaki. (Diriwayatkan oleh ‘Abdullah bin Ahmad 1: 106 dan Al Khotib Al Baghdadiy dalam Tarikh Baghdad 10: 114).

6- Shalawat setelah kumandang azan dan iqamah.

Dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin Al ‘Ash, ia berkata bahwa ia mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِذَا سَمِعْتُمُ الْمُؤَذِّنَ فَقُولُوا مِثْلَ مَا يَقُولُ ثُمَّ صَلُّوا عَلَىَّ فَإِنَّهُ مَنْ صَلَّى عَلَىَّ صَلاَةً صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ بِهَا عَشْرًا ثُمَّ سَلُوا اللَّهَ لِىَ الْوَسِيلَةَ فَإِنَّهَا مَنْزِلَةٌ فِى الْجَنَّةِ لاَ تَنْبَغِى إِلاَّ لِعَبْدٍ مِنْ عِبَادِ اللَّهِ وَأَرْجُو أَنْ أَكُونَ أَنَا هُوَ فَمَنْ سَأَلَ لِىَ الْوَسِيلَةَ حَلَّتْ لَهُ الشَّفَاعَةُ

Jika kalian mendengar muadzin, maka ucapkanlah seperti apa yang diucapkan oleh muadzin. Kemudian bershalawatlah untukku. Karena siapa yang bershalawat kepadaku sekali, maka Allah akan bershalawat padanya (memberi ampunan padanya) sebanyak sepuluh kali. Kemudian mintalah wasilah pada Allah untukku. Karena wasilah itu adalah tempat di surga yang hanya diperuntukkan bagi hamba Allah, aku berharap akulah yang mendapatkannya. Siapa yang meminta untukku wasilah seperti itu, dialah yang berhak mendapatkan syafa’atku.” (HR. Muslim no. 384).

Mengenai amalan sesudah mendengarkan azan disebutkan pula dalam hadits dari Jabir bin Abdillah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ قَالَ حِينَ يَسْمَعُ النِّدَاءَ اللَّهُمَّ رَبَّ هَذِهِ الدَّعْوَةِ التَّامَّةِ وَالصَّلاَةِ الْقَائِمَةِ آتِ مُحَمَّدًا الْوَسِيلَةَ وَالْفَضِيلَةَ وَابْعَثْهُ مَقَامًا مَحْمُودًا الَّذِى وَعَدْتَهُ ، حَلَّتْ لَهُ شَفَاعَتِى يَوْمَ الْقِيَامَةِ

Barangsiapa mengucapkan setelah mendengar adzan ‘allahumma robba hadzihid da’watit taammah wash sholatil qoo-imah, aati Muhammadanil wasilata wal fadhilah, wab’atshu maqoomam mahmuuda alladzi wa ‘adtah’ [Ya Allah, Rabb pemilik dakwah yang sempurna ini (dakwah tauhid), shalat yang ditegakkan, berikanlah kepada Muhammad wasilah (kedudukan yang tinggi), dan fadilah (kedudukan lain yang mulia). Dan bangkitkanlah beliau sehingga bisa menempati maqom (kedudukan) terpuji yang telah Engkau janjikan padanya], maka dia akan mendapatkan syafa’atku kelak.” (HR.Bukhari no. 614 )

Ada juga amalan sesudah mendengarkan azan jika diamalkan akan mendapatkan ampunan dari dosa. Dari Sa’ad bin Abi Waqqash, dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ قَالَ حِينَ يَسْمَعُ الْمُؤَذِّنَ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيكَ لَهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ رَضِيتُ بِاللَّهِ رَبًّا وَبِمُحَمَّدٍ رَسُولاً وَبِالإِسْلاَمِ دِينًا. غُفِرَ لَهُ ذَنْبُهُ

Siapa yang mengucapkan setelah mendengar azan: Asyhadu alla ilaha illallah wahdahu laa syarika lah wa anna muhammadan ‘abduhu wa rasuluh, radhitu billahi robbaa wa bi muhammadin rosulaa wa bil islami diinaa (artinya: aku bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang berhak disembah selain Allah, tidak ada sekutu baginya, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya, aku ridha sebagai Rabbku, Muhammad sebagai Rasul dan Islam sebagai agamaku), maka dosanya akan diampuni.” (HR. Muslim no. 386)

Dari ‘Abdullah bin ‘Amr bahwa seseorang pernah berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya muadzin selalu mengungguli kami dalam pahala amalan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

قُلْ كَمَا يَقُولُونَ فَإِذَا انْتَهَيْتَ فَسَلْ تُعْطَهْ

Ucapkanlah sebagaimana disebutkan oleh muadzin. Lalu jika sudah selesai kumandang azan, berdoalah, maka akan diijabahi (dikabulkan).” (HR. Abu Daud no. 524 dan Ahmad 2: 172. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa hadits ini hasan). Artinya, doa sesudah azan termasuk di antara doa yang diijabahi.

Intinya, ada lima hal yang dilakukan oleh yang mendengarkan azan sebagaimana disebutkan oleh Ibnul Qayyim dalam Jalaa-ul Afham (hal. 329-331): (1) mengucapkan seperti apa yang diucapkan oleh muadzin, (2) bershalawat pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, (3) minta pada Allah untuk Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam wasilah dan keutamaan sebagaimana yang disebutkan dalam hadits Jabir bin ‘Abdillah, (4) membaca radhitu billahi robba … sebagaimana disebutkan dalam hadits Sa’ad bin Abi Waqqash , (5) memanjatkan doa sesuai yang diinginkan.

Setelah menyebutkan lima amalan di atas, Ibnul Qayyim berkata, “Inilah lima amalan yang bisa diamalkan sehari semalam. Ingatlah yang bisa terus menjaganya hanyalah as saabiquun, yaitu yang semangat dalam kebaikan.” (Jalaa-ul Afham, hal. 333).

 

Referensi utama:

Jalaa-ul Afham fii Fadhli Ash Shalah was Salaam ‘ala Muhammad Khoiril Anam, Ibnu Qayyim Al Jauziyah, terbitan Dar Ibni Katsir, cetakan kedua, tahun 1432 H.

Selesai disusun di Darush Sholihin , 15 Rabi’ul Awwal 1436 H pada Selasa, 02: 07 PM

Akhukum fillah: Muhammad Abduh Tuasikal

Segera pesan buku Ustadz Muhammad Abduh Tuasikal yang membicarakan masalah natal dan loyal pada non muslim dengan judul “Natal, Hari Raya Siapa?” dan “Kesetiaan pada Non Muslim” di Toko Online Ruwaifi.Com via sms +62 852 00 171 222 atau BB 27EACDF5 atau WA +62 8222 604 2114. Kirim format pesan: buku natal dan kesetiaan#nama pemesan#alamat#no HP#jumlah buku. Harga Rp.20.000,- untuk dua buku (belum termasuk ongkir).

Saat ini masjid pesantren binaan Ustadz M. Abduh Tuasikal sedang direnovasi (dijadikan dua lantai) dan membutuhkan dana sekitar 1,5 Milyar rupiah. Dana yang masih kurang untuk pembangunan tahap kedua, dibutuhkan sekitar 850 juta rupiah.

Bagi yang ingin menyalurkan donasi renovasi masjid, silakan ditransfer ke: (1) BCA: 8610123881, (2) BNI Syariah: 0194475165, (3) BSM: 3107011155, (4) BRI: 0029-01-101480-50-9 [semua atas nama: Muhammad Abduh Tuasikal].

Jika sudah transfer, silakan konfirmasi ke nomor 0823 139 50 500 dengan contoh sms konfirmasi: Rini# Jogja# Rp.3.000.000#BCA#20 Mei 2012#renovasi masjid. Laporan donasi, silakan cek di sini.

Artikel yang Terkait

Satu Komentar

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button