Cara Mengatasi Kemalasan dalam Ibadah: Panduan Islami Berdasarkan Dalil Shahih
Kemalasan adalah salah satu penghalang terbesar dalam menjalankan ibadah dan meraih kesuksesan dunia serta akhirat. Dalam Al-Qur’an, Allah mencela orang-orang munafik yang malas dalam shalat dan hanya melakukannya untuk pamer. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga mengajarkan doa agar terhindar dari kelemahan dan kemalasan. Artikel ini akan membahas penyebab, dampak, serta solusi Islami untuk mengatasi kemalasan agar kita lebih bersemangat dalam beribadah.
Kemalasan dalam Al-Qur’an dan Hadits serta Penjelasan Para Ulama
Allah mencela kemalasan dalam ibadah, terutama dalam shalat, karena merupakan salah satu ciri orang munafik.
Allah Ta’ala berfirman,
إِنَّ الْمُنَافِقِينَ يُخَادِعُونَ اللّهَ وَهُوَ خَادِعُهُمْ وَإِذَا قَامُواْ إِلَى الصَّلاَةِ قَامُواْ كُسَالَى يُرَآؤُونَ النَّاسَ وَلاَ يَذْكُرُونَ اللّهَ إِلاَّ قَلِيلاً
“Sesungguhnya orang-orang munafik itu hendak menipu Allah, padahal Dialah yang menipu mereka. Apabila mereka berdiri untuk shalat, mereka melakukannya dengan malas. Mereka bermaksud riya’ di hadapan manusia, dan mereka tidak mengingat Allah kecuali sedikit sekali.” (QS. An-Nisa: 142)
Allah juga berfirman,
وَمَا مَنَعَهُمْ أَن تُقْبَلَ مِنْهُمْ نَفَقَاتُهُمْ إِلاَّ أَنَّهُمْ كَفَرُواْ بِاللّهِ وَبِرَسُولِهِ وَلاَ يَأْتُونَ الصَّلاَةَ إِلاَّ وَهُمْ كُسَالَى وَلاَ يُنفِقُونَ إِلاَّ وَهُمْ كَارِهُونَ
“Dan tidak ada yang menghalangi diterimanya infak mereka, kecuali karena mereka kafir kepada Allah dan Rasul-Nya, serta mereka tidak mengerjakan shalat kecuali dengan malas, dan mereka tidak berinfak kecuali dengan rasa terpaksa.” (QS. At-Taubah: 54)
Kemalasan ini bukan sekadar tindakan fisik, tetapi juga menunjukkan kurangnya keyakinan terhadap pahala dan siksa, sebagaimana dijelaskan oleh Imam Ath-Thabari rahimahullah.
Imam Ath-Thabari rahimahullah menjelaskan, “Adapun firman Allah ‘Apabila mereka berdiri untuk shalat, mereka melakukannya dengan malas’ (QS. An-Nisa: 142), ini menunjukkan bahwa orang-orang munafik tidak melakukan amal-amal yang diwajibkan Allah kepada orang-orang beriman dengan niat mendekatkan diri kepada-Nya. Hal ini karena mereka tidak meyakini adanya kehidupan setelah mati, pahala, maupun hukuman. Mereka hanya melakukan amal-amal lahiriah demi melindungi diri mereka sendiri dan karena takut kepada kaum mukminin agar tidak dibunuh atau dirampas hartanya. Oleh karena itu, ketika mereka melaksanakan shalat—yang merupakan kewajiban lahiriah—mereka melakukannya dengan malas dan hanya untuk pamer di hadapan orang-orang beriman, agar mereka disangka termasuk dalam golongan mereka, padahal sebenarnya tidak. Mereka tidak meyakini kewajiban shalat, sehingga ketika melaksanakannya, mereka melakukannya dengan malas.” (Tafsir Ath-Thabari, Jami’ Al-Bayan)
Selain menjadi ciri kemunafikan, kemalasan juga dipengaruhi oleh gangguan setan yang menghalangi seseorang untuk bangun beribadah di waktu malam.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
يَعْقِدُ الشَّيْطَانُ عَلَى قَافِيَةِ رَأْسِ أَحَدِكُمْ – إِذَا هُوَ نَامَ – ثَلَاثَ عُقَدٍ، يَضْرِبُ كُلَّ عُقْدَةٍ: عَلَيْكَ لَيْلٌ طَوِيلٌ فَارْقُدْ، فَإِنِ اسْتَيْقَظَ فَذَكَرَ اللَّهَ انْحَلَّتْ عُقْدَةٌ، فَإِنْ تَوَضَّأَ انْحَلَّتْ عُقْدَةٌ، فَإِنْ صَلَّى انْحَلَّتْ عُقْدَةٌ، فَأَصْبَحَ نَشِيطًا طَيِّبَ النَّفْسِ، وَإِلَّا أَصْبَحَ خَبِيثَ النَّفْسِ كَسْلَانَ.
“Setan mengikat tiga simpul di bagian belakang kepala seseorang ketika ia tidur. Setiap simpul ia pukul seraya berkata: ‘Malam masih panjang, tidurlah!’ Jika orang tersebut bangun lalu berdzikir kepada Allah, maka terlepaslah satu simpul. Jika ia berwudhu, maka terlepaslah satu simpul lagi. Jika ia kemudian melaksanakan shalat, maka terlepaslah seluruh simpul tersebut. Akhirnya, ia akan bangun dalam keadaan bersemangat dan jiwa yang baik. Namun, jika tidak, maka ia akan bangun dalam keadaan jiwa yang buruk dan malas.” (HR. Bukhari)
Imam Nawawi rahimahullah menjelaskan, “Sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ‘Jika tidak, maka ia akan bangun dalam keadaan jiwa yang buruk dan malas’ maksudnya adalah karena masih ada simpul-simpul setan yang mengikatnya, serta pengaruh dari gangguan dan dominasi setan atas dirinya. Hal ini menunjukkan bahwa siapa saja yang tidak melakukan tiga hal ini—yaitu berdzikir, berwudhu, dan shalat—maka ia termasuk orang yang bangun dalam keadaan jiwa yang buruk dan malas.” (Syarh An-Nawawi ‘ala Muslim)
Baca juga: Keutamaan Bangun Shubuh
Karena itu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajarkan doa khusus untuk meminta perlindungan dari sifat malas, bersama dengan kelemahan dan berbagai keburukan lainnya.
Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sering berdoa,
اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنَ العَجْزِ، وَالكَسَلِ، وَالجُبْنِ، وَالهَرَمِ، وَالبُخْلِ، وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ القَبْرِ، وَمِنْ فِتْنَةِ المَحْيَا وَالمَمَاتِ.
ALLAHUMMA INNI A’UDZU BIKA MINAL-‘AJZI, WAL-KASALI, WAL-JUBNI, WAL-HARAMI, WAL-BUKHLI, WA A’UDZU BIKA MIN ‘ADZAABIL-QABRI, WA MIN FITNATIL-MAHYA WAL-MAMAAT.
Artinya: Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari kelemahan, kemalasan, ketakutan, kepikunan, dan kekikiran. Aku juga berlindung kepada-Mu dari azab kubur serta dari fitnah kehidupan dan kematian.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Baca juga: Doa Agar Tidak Malas
Al-Qanuji rahimahullah berkata,
قِيلَ: مَنْ دَامَ كَسَلُهُ خَابَ أَمَلُهُ
“Dikatakan: Barang siapa terus-menerus dalam kemalasan, maka harapannya akan sirna.” (Ruhul Bayan)
Ar-Raghib rahimahullah berkata,
مَنْ تَعَوَّدَ الكَسَلَ وَمَالَ إِلَى الرَّاحَةِ، فَقَدَ الرَّاحَةَ، فَحُبُّ الهُوَيْنَا يُكْسِبُ النَّصَبَ
“Barang siapa terbiasa malas dan terlalu cenderung pada kenyamanan, maka ia akan kehilangan kenyamanan itu sendiri. Sebab, mencintai kelambanan hanya akan menghasilkan kelelahan.” (Faidhul Qadir, karya Al-Munawi)
Kemalasan yang Diperbolehkan
Jika seseorang merasakan kelelahan atau rasa malas setelah berusaha keras dalam ibadah, maka ia diperbolehkan untuk beristirahat agar bisa kembali bersemangat. Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menjelaskan hal ini kepada Zainab ketika beliau masuk ke dalam masjid dan melihat seutas tali yang diikat di antara dua tiang. Beliau bertanya, “Apa ini?” Mereka menjawab, “Ini adalah tali milik Zainab. Jika ia merasa lelah dalam shalatnya, ia akan berpegangan pada tali ini.”
Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَا هَذَا الحَبْلُ؟ قَالُوا: هَذَا حَبْلٌ لِزَيْنَبَ، فَإِذَا فَتَرَتْ تَعَلَّقَتْ بِهِ، فَقَالَ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: لَا، حُلُّوهُ، لِيُصَلِّ أَحَدُكُمْ نَشَاطَهُ، فَإِذَا فَتَرَ فَلْيَرْقُدْ.
“Tidak, lepaskan tali itu! Hendaknya salah seorang dari kalian shalat dalam keadaan semangat. Jika ia merasa lelah, maka hendaknya ia beristirahat.” (HR. Ibnu Hibban, no. 2492; Diriwayatkan juga oleh HR. Bukhari, no. 1150, HR. Muslim, no. 784, dan HR. An-Nasa’i, no. 1643 dengan lafaz yang serupa)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,
إنَّ لكلِّ عمل شِرَّة، والشِّرَّة إلى فَتْرة، فمَن كانت فَتْرَته إلى سنَّتي فقد اهتدى، ومَن كانت فَتْرَته إلى غير ذلك فقد ضلَّ
“Setiap amal memiliki masa semangat (saat seseorang begitu giat dalam beribadah), dan setiap semangat akan diikuti dengan masa futur (kelemahan atau kelalaian). Barang siapa masa lemahnya masih berada dalam jalanku (tetap berada dalam ketaatan), maka ia telah mendapatkan petunjuk. Namun, barang siapa masa lemahnya membawanya ke selain jalanku, maka ia telah tersesat.” (Dinyatakan sahih oleh Al-Albani dalam Shahih Al-Jami’)
Ibnul Qayyim rahimahullah menjelaskan, “Masa-masa futur (kelemahan atau kelalaian) dalam perjalanan menuju Allah adalah sesuatu yang pasti terjadi. Jika seseorang dalam masa lemahnya masih berada dalam jalur yang benar, tetap berusaha untuk mendekati kebenaran dan tidak meninggalkan kewajiban serta tidak terjerumus dalam yang diharamkan, maka diharapkan ia akan kembali lebih baik dari sebelumnya. Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu pernah berkata.
إِنَّ لِهَذِهِ القُلُوبِ إِقْبَالًا وَإِدْبَارًا، فَإِذَا أَقْبَلَتْ فَخُذُوهَا بِالنَّوَافِلِ، وَإِنْ أَدْبَرَتْ فَأَلْزِمُوهَا الفَرَائِضَ.
‘Sesungguhnya hati ini memiliki masa semangat dan masa futur. Jika hatimu sedang bersemangat, maka manfaatkanlah dengan ibadah-ibadah sunnah. Namun, jika sedang melemah, maka cukupkanlah dengan ibadah yang wajib.” (Madarij As-Salikin karya Ibnul Qayyim)
Baca juga: Semangat Kendor dalam Ibadah
Kemalasan diperbolehkan jika terjadi setelah usaha ibadah yang maksimal, asalkan tetap menjalankan kewajiban dan menjauhi hal yang diharamkan.
Dampak Negatif dari Kemalasan
1. Malas dalam Beribadah dan Ketaatan
Kemalasan membuat seseorang enggan melaksanakan ibadah dan ketaatan, atau jika melakukannya, ia merasa berat dan tidak bersemangat.
Contoh:
-
- Seseorang sering menunda shalat dengan alasan sibuk atau malas, hingga akhirnya meninggalkannya.
- Wanita haidh menunda mandi suci padahal darah haidh sudah berhenti, sehingga meninggalkan shalat yang didapati pada waktunya.
- Banyak orang yang merasa berat untuk membaca Al-Qur’an atau menghadiri kajian, tetapi mereka dengan mudah menghabiskan waktu berjam-jam di media sosial atau hiburan lainnya.
2. Hati Menjadi Keras dan Tidak Terpengaruh oleh Nasihat
Orang yang malas sering kali merasakan kekerasan hati, sehingga tidak lagi tersentuh oleh bacaan Al-Qur’an atau nasihat. Dosa dan maksiat semakin menutupi hatinya, sebagaimana firman Allah,
كَلَّا ۖ بَلْ ۜ رَانَ عَلَىٰ قُلُوبِهِم مَّا كَانُوا۟ يَكْسِبُونَ
“Sekali-kali tidak! Bahkan apa yang mereka kerjakan itu telah menutupi hati mereka.” (QS. Al-Mutaffifin: 14)
Contoh:
-
- Ketika mendengar ayat Al-Qur’an atau nasihat keagamaan, seseorang tidak merasakan ketenangan atau motivasi untuk berubah karena hatinya sudah tertutup dengan kemaksiatan.
- Seseorang terus-menerus melakukan dosa seperti ghibah, menipu, atau meninggalkan kewajiban, meskipun sudah diingatkan berkali-kali oleh teman atau keluarganya.
Baca juga: Maksiat Menggelapkan Hati
3. Tidak Merasakan Tanggung Jawab dan Meremehkan Amanah
Orang yang malas sering mengabaikan tanggung jawabnya dan meremehkan amanah yang telah Allah bebankan kepadanya. Allah Ta’ala berfirman,
إِنَّا عَرَضْنَا ٱلْأَمَانَةَ عَلَى ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضِ وَٱلْجِبَالِ فَأَبَيْنَ أَن يَحْمِلْنَهَا وَأَشْفَقْنَ مِنْهَا وَحَمَلَهَا ٱلْإِنسَٰنُ ۖ إِنَّهُۥ كَانَ ظَلُومًا جَهُولًا
“Sesungguhnya Kami telah menawarkan amanah kepada langit, bumi, dan gunung-gunung, tetapi semuanya enggan untuk memikulnya dan takut terhadapnya. Namun, manusia yang memikulnya. Sungguh, manusia itu sangat zalim dan bodoh.” (QS. Al-Ahzab: 72)
Contoh:
-
- Seorang pegawai bekerja dengan setengah hati, sering menunda tugas, dan akhirnya menjadi beban bagi rekan-rekannya.
- Seorang kepala keluarga yang seharusnya mencari nafkah malah bermalas-malasan, mengandalkan orang lain, dan tidak peduli dengan kesejahteraan istri dan anak-anaknya.
Baca juga: Jangan Mengkhianati Amanah
4. Banyak Bicara, tetapi Minim Tindakan
Orang yang malas sering kali hanya berbicara tentang apa yang telah ia lakukan di masa lalu, tanpa ada upaya untuk berbuat sesuatu yang nyata di masa sekarang. Mereka menghibur diri dengan cerita lama tanpa ada langkah produktif. Allah memperingatkan hal ini dalam firman-Nya,
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ لِمَ تَقُولُونَ مَا لَا تَفْعَلُونَ
كَبُرَ مَقْتًا عِندَ ٱللَّهِ أَن تَقُولُوا۟ مَا لَا تَفْعَلُونَ
“Wahai orang-orang yang beriman! Mengapa kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan? Sungguh besar kemurkaan di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa yang tidak kamu kerjakan.” (QS. Ash-Shaff: 2-3)
Contoh:
- Seseorang sering membanggakan prestasi masa lalunya, tetapi saat ini tidak berbuat apa-apa untuk meningkatkan diri atau memberikan manfaat bagi orang lain.
- Di media sosial, banyak orang mengkritik pemerintah atau keadaan masyarakat, tetapi mereka sendiri tidak berkontribusi atau mengambil tindakan nyata untuk perbaikan.
Baca juga: 4 Langkah Setan yaitu Banyak Bicara, Memandang, Makan, Bergaul
5. Menyia-nyiakan Waktu
Orang yang malas sering membuang waktunya tanpa manfaat dan lebih mengutamakan hal-hal yang tidak penting dibandingkan yang lebih utama. Akibatnya, ia merasakan kekosongan spiritual dan tidak mendapatkan keberkahan dalam waktunya.
Contoh:
- Seseorang menghabiskan waktu berjam-jam untuk bermain game atau menonton drama tanpa batas, tetapi tidak memiliki waktu untuk membaca buku atau belajar hal yang bermanfaat.
- Banyak mahasiswa yang seharusnya belajar dan menyelesaikan tugas, tetapi lebih memilih rebahan atau mengobrol tanpa tujuan hingga akhirnya tugas menumpuk dan hasilnya tidak maksimal.
Baca juga: Sungguh, Kita Telah Banyak Menyia-Nyiakan Waktu
6. Suka Mengkritik, tetapi Tidak Mau Berkontribusi
Orang yang malas cenderung selalu mengkritik setiap usaha positif yang dilakukan orang lain. Ia menghindari tanggung jawab, membesar-besarkan kesalahan, dan mencari-cari alasan untuk tidak ikut berpartisipasi dalam kerja nyata. Ia selalu mencari dalih untuk lari dari kewajiban, sebagaimana firman Allah,
لَا تَنفِرُوا۟ فِى ٱلْحَرِّ ۗ قُلْ نَارُ جَهَنَّمَ أَشَدُّ حَرًّا ۚ لَّوْ كَانُوا۟ يَفْقَهُونَ
“Mereka berkata, ‘Janganlah kalian pergi berperang dalam panas terik ini.’ Katakanlah, ‘Api neraka Jahanam jauh lebih panas, jika mereka mengetahui.’” (QS. At-Taubah: 81)
Contoh:
- Di lingkungan kerja, seseorang hanya bisa mengeluh tentang sistem yang buruk, tetapi tidak mau memberikan solusi atau bekerja lebih baik.
- Di komunitas atau organisasi, ada anggota yang hanya mengomentari kelemahan program, tetapi saat diminta terlibat dalam perbaikan, mereka selalu menghindar.
Macam-Macam Kemalasan
Kemalasan dapat dibagi menjadi beberapa jenis, di antaranya yang paling utama adalah sebagai berikut:
1. Kemalasan dan Futur Secara Umum dalam Semua Ibadah
Jenis kemalasan ini ditandai dengan kebencian terhadap ibadah dan tidak adanya keinginan untuk melaksanakannya. Ini adalah ciri khas orang-orang munafik, karena mereka adalah golongan yang paling malas, enggan, dan berat dalam menjalankan ketaatan.
Allah berfirman tentang mereka dalam ayat yang sudah disebut di atas, “Sesungguhnya orang-orang munafik itu hendak menipu Allah, padahal Dialah yang menipu mereka. Apabila mereka berdiri untuk shalat, mereka melakukannya dengan malas. Mereka bermaksud riya’ di hadapan manusia, dan mereka tidak mengingat Allah kecuali sedikit sekali.” (QS. An-Nisa: 142)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أَثْقَلُ الصَّلاَةِعَلَى المُنَافِقِينَ: صَلاَةُ الْعِشَاءِ، وَصَلاَةُ الْفَجْرِ، وَلَوْ يَعْلَمُونَ مَا فِيهِمَا لأَتَوْهُمَا وَلَوْ حَبْواً».مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ.
“Shalat yang paling berat bagi orang munafik adalah shalat Isya dan shalat Subuh. Seandainya mereka mengetahui keutamaan yang ada dalam kedua shalat tersebut, niscaya mereka akan mendatanginya walaupun harus merangkak.” (HR. Bukhari, no. 644 dan Muslim, no. 651). Kata “paling berat” dalam hadis ini menunjukkan bahwa selain dua shalat tersebut juga terasa berat bagi mereka, tetapi Isyak dan Subuh adalah yang paling berat.
Shalat Isyak dan shalat Shubuh berat bagi orang-orang munafik karena banyak alasan yang bisa dicari-cari untuk meninggalkannya. Waktu Isyak adalah waktu untuk rehat. Waktu Shubuh adalah waktu enak untuk tidur. Waktu Isyak dan waktu Shubuh adalah waktu gelap malam, untuk berbuat riyak itu sedikit sekali karena sedikit yang menyaksikan kedua shalat tersebut.
Baca juga: Kenapa Shalat Isyak dan Shubuh Paling Berat bagi Orang Munafik?
2. Kemalasan dan Futur dalam Sebagian Ibadah
Kemalasan ini muncul hanya dalam beberapa bentuk ibadah tertentu. Penderitanya tidak sampai membenci ibadah, tetapi ia kehilangan semangat atau memiliki keinginan yang lemah dalam melaksanakannya. Ini adalah kondisi yang dialami oleh banyak orang fasik dan mereka yang tenggelam dalam hawa nafsu.
Kedua jenis kemalasan ini berasal dari penyakit hati, yang tingkat keparahannya tergantung pada kondisi masing-masing individu. Penyakit orang-orang munafik jauh lebih berat dibandingkan dengan penyakit yang diderita oleh orang fasik dan pecinta dunia. Mereka mungkin memiliki tubuh yang sehat dan kuat, sebagaimana firman Allah,
۞ وَإِذَا رَأَيْتَهُمْ تُعْجِبُكَ أَجْسَامُهُمْ ۖ
“Dan apabila kamu melihat mereka, tubuh mereka membuatmu kagum.” (QS. Al-Munafiqun: 4)
Namun, hati mereka sebenarnya sakit, sebagaimana firman-Nya,
فِى قُلُوبِهِم مَّرَضٌ فَزَادَهُمُ ٱللَّهُ مَرَضًا ۖ
“Dalam hati mereka ada penyakit, lalu ditambah Allah penyakitnya; dan bagi mereka siksa yang pedih, disebabkan mereka berdusta.” (QS. Al-Baqarah: 10)
3. Kemalasan dan Futur yang Bersifat Fisik, Bukan Karena Penyakit Hati
Jenis kemalasan ini berbeda dengan dua yang sebelumnya. Penderitanya masih memiliki keinginan untuk beribadah dan merasa sedih jika melewatkannya, tetapi ia tetap malas dan kurang bersemangat. Misalnya, seseorang yang ingin bangun malam untuk shalat tahajud, tetapi tetap tidak melakukannya meskipun sudah terbangun, atau seseorang yang berniat mengkhatamkan Al-Qur’an setiap bulan, tetapi bulan-bulan berlalu tanpa ia menyelesaikannya. Ia juga menyukai puasa, tetapi jarang melakukannya.
Banyak orang—termasuk orang-orang saleh dan juga mereka yang bergelimang hawa nafsu—terjebak dalam jenis kemalasan ini. Allah menegur mereka dalam firman-Nya,
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ مَا لَكُمْ إِذَا قِيلَ لَكُمُ ٱنفِرُوا۟ فِى سَبِيلِ ٱللَّهِ ٱثَّاقَلْتُمْ إِلَى ٱلْأَرْضِ ۚ
“Wahai orang-orang yang beriman! Mengapa ketika dikatakan kepada kalian, ‘Berangkatlah untuk berperang di jalan Allah,’ kalian merasa berat dan ingin tetap tinggal di bumi?” (QS. At-Taubah: 38)
Kemalasan jenis ini bisa berkembang menjadi bentuk yang lebih parah, di mana seseorang akhirnya juga mengalami kemalasan hati dalam sebagian ibadahnya.
Penyebab Kemalasan
1. Kemunafikan Menyebabkan Kemalasan dalam Ibadah
Sifat munafik pasti akan membawa seseorang pada kemalasan dalam beribadah.
Baca juga: Ancaman bagi yang Malas Shalat Berjamaah
2. Menunda-Nunda Pekerjaan (Taswif)
Kebiasaan menunda-nunda adalah penyakit berbahaya yang dapat membunuh semangat dan produktivitas. Kata “nanti saja” (sawfa) adalah salah satu pasukan Iblis yang menjerumuskan manusia dalam kelalaian.
Baca juga: Bahaya Sikap Menunda-Nunda
3. Kenyang Berlebihan
Ibnu Qudamah rahimahullah berkata, “Terlalu banyak makan akan menyebabkan kemalasan dan futur (kelemahan semangat).” (Mukhtashar Minhajul Qashidin)
Baca juga: Terlalu Kenyak Bikin Malas Ibadah
4. Tidak Berdzikir, Berwudhu, atau Shalat Saat Bangun Tidur
Dalam sebuah hadis, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Setan mengikat tiga simpul di bagian belakang kepala seseorang ketika ia tidur. Setiap simpul ia pukul seraya berkata: ‘Malam masih panjang, tidurlah!’ Jika orang tersebut bangun lalu berdzikir kepada Allah, maka terlepaslah satu simpul. Jika ia berwudhu, maka terlepaslah satu simpul lagi. Jika ia kemudian melaksanakan shalat, maka terlepaslah seluruh simpul tersebut. Akhirnya, ia akan bangun dalam keadaan bersemangat dan jiwa yang baik. Namun, jika tidak, maka ia akan bangun dalam keadaan jiwa yang buruk dan malas.” (HR. Bukhari dan Muslim)
5. Menguap Tanpa Menutup Mulut dan Tidak Berusaha Menahannya
Dari Abu Sa’id Al-Khudri radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا تَثَاءَبَ أَحَدُكُمْ فَلْيُمْسِكْ بِيَدِهِ عَلَى فِيهِ ؛ فَإنَّ الشَّيْطَانَ يَدْخُلُ
“Apabila salah seorang di antara kalian akan menguap, hendaklah ia letakkan tangannya pada mulutnya, karena setan akan masuk.” (HR. Muslim, no. 2995)
Menguap merupakan tanda kemalasan dan bisa mengganggu kekhusyukan dalam ibadah. Oleh karena itu, menguap dianggap berasal dari setan. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
التَّثاؤُبُ مِنَ الشَّيْطانِ، فإذا تَثاءَبَ أحَدُكُمْ فَلْيَرُدَّهُ ما اسْتَطاعَ ، فإنَّ أحَدَكُمْ إذا قالَ: ها، ضَحِكَ الشَّيْطانُ
“Menguap itu berasal dari setan. Jika salah seorang di antara kalian menguap, hendaklah ia menahannya sebisa mungkin. Sebab, jika ia berkata ‘haa’ (saat menguap), setan akan tertawa.” (HR. Bukhari, no. 3289; Diriwayatkan juga oleh HR. Al-Bukhari, no. 6223, dan HR. Muslim, no. 2994)
Baca juga: Adab Ketika Menguap
Cara Mengatasi Kemalasan
1. Memohon Pertolongan kepada Allah dengan Doa dan Dzikir
Salah satu cara terbaik untuk menghindari kemalasan adalah berdoa kepada Allah dan memohon perlindungan dari kelemahan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa berdoa, “Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari kelemahan dan kemalasan.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Dzikir pagi yang mengandung permintaan perlindungan dari sifat malas adalah:
أَصْبَحْنَا وَأَصْبَحَ الْمُلْكُ لِلَّهِ، وَالْحَمْدُ لِلَّهِ، لاَ إِلَـهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرُ. رَبِّ أَسْأَلُكَ خَيْرَ مَا فِيْ هَذَا الْيَوْمِ وَخَيْرَ مَا بَعْدَهُ، وَأَعُوْذُ بِكَ مِنْ شَرِّ مَا فِيْ هَذَا الْيَوْمِ وَشَرِّ مَا بَعْدَهُ، رَبِّ أَعُوْذُ بِكَ مِنَ الْكَسَلِ وَسُوْءِ الْكِبَرِ، رَبِّ أَعُوْذُ بِكَ مِنْ عَذَابٍ فِي النَّارِ وَعَذَابٍ فِي الْقَبْرِ
ASH-BAHNAA WA ASH-BAHAL MULKU LILLAH WALHAMDULILLAH, LAA ILAHA ILLALLAH WAHDAHU LAA SYARIKA LAH, LAHUL MULKU WALAHUL HAMDU WA HUWA ‘ALA KULLI SYAI-IN QODIR. ROBBI AS-ALUKA KHOIRO MAA FII HADZAL YAUM WA KHOIRO MAA BA’DAHU, WA A’UDZU BIKA MIN SYARRI MAA FII HADZAL YAUM WA SYARRI MAA BA’DAHU. ROBBI A’UDZU BIKA MINAL KASALI WA SU-IL KIBAR. ROBBI A’UDZU BIKA MIN ‘ADZABIN FIN NAARI WA ‘ADZABIN FIL QOBRI.
Artinya: “Kami telah memasuki waktu pagi dan kerajaan hanya milik Allah, segala puji bagi Allah. Tidak ada ilah (yang berhak disembah) kecuali Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya. Milik Allah kerajaan dan bagi-Nya pujian. Dia-lah Yang Mahakuasa atas segala sesuatu. Wahai Rabbku, aku mohon kepada-Mu kebaikan di hari ini dan kebaikan sesudahnya. Aku berlindung kepada-Mu dari kejahatan hari ini dan kejahatan sesudahnya. Wahai Rabbku, aku berlindung kepada-Mu dari kemalasan dan kejelekan di hari tua. Wahai Rabbku, aku berlindung kepada-Mu dari siksaan di neraka dan siksaan di alam kubur.” (Dibaca 1 x) (HR. Muslim no. 2723. Lihat keterangan Syarh Hisnul Muslim, hlm. 161).
Baca juga: Inilah Bacaan Dzikir Pagi
2. Menjaga Sikap Seimbang dalam Kehidupan
Sikap moderat atau keseimbangan adalah prinsip hidup yang dianjurkan dalam Islam. Allah menyebut umat ini sebagai umat yang pertengahan dalam firman-Nya,
وَكَذَٰلِكَ جَعَلْنَٰكُمْ أُمَّةً وَسَطًا
“Dan demikianlah Kami menjadikan kalian sebagai umat yang pertengahan.” (QS. Al-Baqarah: 143)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga memperingatkan bahaya sikap berlebihan dengan bersabda,
هلَكَ المُتنطِّعون، هلَكَ المُتنطِّعون، هلَكَ المُتنطِّعون.
“Celakalah orang-orang yang berlebih-lebihan dalam agama! Celakalah mereka! Celakalah mereka!”
(HR. Muslim, no. 2670)
Baca juga: Nasihat Salman pada Abu Darda: Bagi Waktu untuk Ibadah, Keluarga, dan Diri Sendiri
3. Berlomba dalam Kebaikan dan Bersegera Melakukannya
Allah memuji orang-orang beriman yang bersegera dalam kebaikan dan memerintahkan untuk berlomba dalam meraih ampunan dan surga-Nya. Allah Ta’ala berfirman,
وَسَارِعُوٓا۟ إِلَىٰ مَغْفِرَةٍ مِّن رَّبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا ٱلسَّمَٰوَٰتُ وَٱلْأَرْضُ أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ
“Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa.” (QS. Ali Imran: 133)
سَابِقُوٓا۟ إِلَىٰ مَغْفِرَةٍ مِّن رَّبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا كَعَرْضِ ٱلسَّمَآءِ وَٱلْأَرْضِ
“Berlomba-lombalah kamu kepada (mendapatkan) ampunan dari Tuhanmu dan surga yang luasnya seluas langit dan bumi, yang disediakan bagi orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-rasul-Nya. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah mempunyai karunia yang besar.” (QS. Al-Hadid: 21)
Allah juga memuji para nabi dengan firman-Nya,
إِنَّهُمْ كَانُوا۟ يُسَٰرِعُونَ فِى ٱلْخَيْرَٰتِ وَيَدْعُونَنَا رَغَبًا وَرَهَبًا ۖ وَكَانُوا۟ لَنَا خَٰشِعِينَ
“Sesungguhnya mereka selalu bersegera dalam kebaikan dan berdoa kepada Kami dengan penuh harap dan takut, dan mereka adalah orang-orang yang khusyuk kepada Kami.” (QS. Al-Anbiya: 90)
Dalam Surah Al-Waqi’ah, Allah menjelaskan keutamaan orang-orang yang berlomba dalam iman dan kebaikan,
وَالسَّابِقُونَ السَّابِقُونَ أُوْلَئِكَ الْمُقَرَّبُونَ
“Dan orang-orang yang terdahulu (dalam kebaikan), mereka itulah yang didekatkan kepada Allah.” (QS. Al-Waqi’ah: 10-11)
Baca juga: Berlomba dalam Meraih Pahala
4. Membiasakan Diri dengan Aktivitas Fisik dan Olahraga
Syaikh Jamaluddin Al-Qasimi mengatakan,
يُعَوَّد في بعض النَّهار المشي والحركة والرِّياضة حتى لا يغلب عليه الكَسَل
“Seseorang disarankan untuk melakukan aktivitas fisik seperti berjalan kaki dan berolahraga di siang hari agar tidak dikuasai oleh kemalasan.” (Mau’izhah Al-Mu’minin, karya Jamaluddin Al-Qasimi)
Baca juga: Olahraga Jangan Sampai Lupa Waktu!
5. Mengatur Pola Tidur dengan Baik
Syaikh Abdul Aziz As-Salman berkata,
ينبغي أن يُمْنَع مِن النَّوم نهارًا؛ فإنَّ ذلك يورث الكَسَل في حقه، ولا يمنع مِن النَّوم ليلًا، لأنَّ منعه مِن النَّوم في اللَّيل يورث الملَالة، ويُضْعِف عن مكابدة النَّوم وشدَّة النُّعاس
“Seseorang sebaiknya tidak terlalu banyak tidur di siang hari karena bisa membuatnya menjadi malas. Namun, ia tetap perlu tidur di malam hari, karena jika tidak, ia bisa merasa jenuh dan sulit menahan rasa kantuk yang berlebihan, yang pada akhirnya bisa mengganggu aktivitas dan ibadahnya.” (Mawârid Azh-Zham’ân, karya Abdul Aziz As-Salman)
Dalam Islam, pola tidur yang dianjurkan adalah yang seimbang, tidak terlalu banyak tidur tetapi juga tidak kurang tidur sehingga mengganggu aktivitas dan ibadah. Dari hadits dan riwayat ulama, pola tidur yang baik meliputi:
- Tidur lebih awal di malam hari dan bangun untuk tahajud atau shalat Subuh.
- Tidak begadang tanpa alasan penting, seperti hiburan atau hal yang tidak bermanfaat.
- Menghindari terlalu banyak tidur di siang hari, karena bisa menyebabkan kemalasan.
- Tidur siang sejenak (qailulah) sebelum atau setelah Zuhur untuk menyegarkan tubuh.
Baca juga: Adab Islami Sederhana Sebelum Tidur
Semoga manfaat. Semoga Allah menjauhkan kita dari sifat malas yang buruk.
Referensi: Al-Kalim Ath-Thayyib – Al-Kasal
9 Ramadhan 1446 H @ Pesantren Darush Sholihin
Artikel www.rumaysho.com