Pengertian Iman Menurut Ahlus Sunnah
Bagaimana para ulama Ahlus Sunnah wal Jama’ah mendefinisikan iman?
Iman menurut Ahlus Sunnah adalah perkataaan dalam lisan, keyakinan dalam hati dan amalan dengan anggota badan.
Imam Ahmad berkata,
الإيمان قول وعمل يزيد وينقص
“Iman adalah perkataan dan amalan, bisa bertambah dan berkurang.” (Diriwayatkan oleh anaknya ‘Abdullah dalam kitab As Sunnah, 1: 207)
Imam Bukhari berkata dalam awal kitab shahihnya,
وهو قول وفعل يزيد وينقص
“Iman itu perkataan dan perbuatan, bisa bertambah dan bisa berkurang.” Sampai beliau berkata,
والحب في الله والبغض في الله من الإيمان
“Cinta karena Allah dan benci karena Allah adalah bagian dari iman.” (Shahih Al Bukhari dalam Kitab Al Iman)
Definisi iman bukan hanya terbatas pada perkataan dua ulama di atas. Bahkan para sahabat dan ulama Ahlus Sunnah telah bersepakat mengenai pengertian iman seperti itu.
Ibnu ‘Abdil Barr dalam kitab beliau At Tamhid berkata, “Iman menurut ulama Ahlus Sunnah -di mana mereka adalah Ahlul Atsar dari ulama fikih dan hadits-, mereka telah bersepakat, iman itu perkataan dan perbuatan dan tidak ada amalan kecuali dengan niat. Imam menurut Ahlus Sunnah bertambah dengan ketaatan dan berkurang karena maksiat. Segala ketaatan termasuk bagian dari iman.” Lalu Imam Ibnu ‘Abdil Barr menyebutkan perselisihan para ulama tentang hal iman. Lihat At Tamhid, 9: 238 dan Fathul Bari, 1: 47.
Ibnu Katsir berkata, “Iman menurut pengertian syar’i tidaklah bisa terwujud kecuali dengan adanya keyakinan (i’tiqod), perkataan dan perbuatan. Demikian definisi yang disampaikan oleh kebanyakan ulama. Bahkan Imam Syafi’i dan Imam Ahmad bin Hambal serta Abu ‘Ubaid juga ulama lainnya bersepakat bahwa iman adalah perkataan dan perbuatan, bisa bertambah dan berkurang.” (Tafsir Ibnu Katsir pada surat Al Baqarah ayat 2).
Imam Al Baghawi dalam Syarhus Sunnah berkata, “Para sahabat dan tabi’in serta ulama Ahlus Sunnah sesudahnya sepakat bahwa amalan termasuk bagian dari iman. Mereka berkata bahwa iman adalah perkataan, perbuatan dan akidah (keyakinan).” (Syarhus Sunnah, 1: 38)
Tidak ada pendapat ulama Ahlus Sunnah yang menyelisihi pendapat yang telah disebutkan di atas.
Jika ada ulama yang mendefinisikan iman dengan perkataan dan amalan, maka mereka sudah memasukkan perkataan lisan dan hati.
Jika ada yang menambahkan i’tiqod (keyakinan), maksud mereka adalah supaya tidak salah sangka bahwa i’tiqod (keyakinan) bukan termasuk qoulul qolb (perkataan hati). Sehingga sebagian mereka berkata bahwa iman adalah perkataan, amalan dan niat.
Ulama lainnya menambahkan dalam definisi iman “ittiba’us sunnah” yaitu mengikuti sunnah Nabi. Maksud mereka bahwa perkataan dan amalan tidaklah dicintai oleh Allah melainkan dengan ittiba’ yaitu mengikuti tuntunan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Sahl At Tusturiy pernah ditanya tentang iman, apa itu iman? Sahl menjawab, “Iman adalah perkataan, perbuatan, niat dan mengikuti ajaran Nabi. Karena perkataan dan amalan tanpa didasari niat, maka itu termasuk kemunafikan. Jika perkataan, amalan, dan niat tanpa disertai tuntunan Nabi, maka itu adalah bid’ah.” (Majmu’ Fatawa karya Ibnu Taimiyah, 7: 171)
Semoga yang singkat ini bermanfaat. Hanya Allah yang memberi hidayah.
Baca Juga:
Referensi:
Asy Syatsri, Sa’ad bin Nashri (guru kami), Haqiqotul Iman wa Bida’ Al Irja’ fil Qodim wal Hadits, hal. 13-14, terbitan Dar Kunuz Isybiliya, cetakan kedua, tahun 1430 H.
—
Disusun di Pesawat Etihad saat perjalanan Abu Dhabi – Jakarta, 10 Rabi’ul Awwal 1435 H.
Oleh -akhukum fillah- Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel www.rumaysho.com