Teladan

Faedah Sirah Nabi: Perang Bani Quraizhah dan Pelajaran di Dalamnya

Telah dijelaskan bahwa para perang Khandaq/ Ahzab, Bani Quraizhah terikat perjanjian dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Namun, ketika pasukan gabungan terbentuk, Huyay bin Akhthab membujuk mereka untuk melanggar perjanjian tersebut dan pasukan gabungan untuk memerangi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Namun, mereka tidak memperoleh keuntungan apa pun dengan bujukan Huyay. Bahkan pasukan gabungan dan Bani Quraizhah pulang membawa kerugian. Allah firmankan tentang pasukan Ahzab,

وَرَدَّ ٱللَّهُ ٱلَّذِينَ كَفَرُوا۟ بِغَيْظِهِمْ لَمْ يَنَالُوا۟ خَيْرًا ۚ وَكَفَى ٱللَّهُ ٱلْمُؤْمِنِينَ ٱلْقِتَالَ ۚ وَكَانَ ٱللَّهُ قَوِيًّا عَزِيزًا

“Dan Allah menghalau orang-orang yang kafir itu yang keadaan mereka penuh kejengkelan, (lagi) mereka tidak memperoleh keuntungan apapun. Dan Allah menghindarkan orang-orang mukmin dari peperangan. Dan adalah Allah Maha Kuat lagi Maha Perkasa.” (QS. Al-Ahzab: 25)

Tentang Bani Quraizhah, Allah berfirman,

وَأَنزَلَ ٱلَّذِينَ ظَٰهَرُوهُم مِّنْ أَهْلِ ٱلْكِتَٰبِ مِن صَيَاصِيهِمْ وَقَذَفَ فِى قُلُوبِهِمُ ٱلرُّعْبَ فَرِيقًا تَقْتُلُونَ وَتَأْسِرُونَ فَرِيقًا

وَأَوْرَثَكُمْ أَرْضَهُمْ وَدِيَٰرَهُمْ وَأَمْوَٰلَهُمْ وَأَرْضًا لَّمْ تَطَـُٔوهَا ۚ وَكَانَ ٱللَّهُ عَلَىٰ كُلِّ شَىْءٍ قَدِيرًا

Dan Dia menurunkan orang-orang Ahli Kitab (Bani Quraizhah) yang membantu golongan-golongan yang bersekutu dari benteng-benteng mereka, dan Dia memasukkan rasa takut ke dalam hati mereka. Sebahagian mereka kamu bunuh dan sebahagian yang lain kamu tawan. Dan Dia mewariskan kepada kamu tanah-tanah, rumah-rumah dan harta benda mereka, dan (begitu pula) tanah yang belum kamu injak. Dan adalah Allah Maha Kuasa terhadap segala sesuatu.” (QS. Al-Ahzab: 26-27)

Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kembali ke Madinah setelah perang Ahzab, tidak ada yang dilakukannya kecuali meletakkan senjata. Namun, tiba-tiba Jibril ‘alaihis salam seraya berkata, “Apakah kamu telah meletakkan senjata?” Demi Allah, sesungguhnya para malaikat belum meletakkan senjatanya. Berangkatlah bersama sahabatmu menuju Bani Quraizhah! Aku akan mengawalmu dan akan meluluhlantakkan benteng-benteng mereka. Aku akan tanamkan rasa takut pada hati mereka.” Lalu Jibril pun berangkat dengan pasukan malaikatnya.

Dari Anas radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Aku melihat debu-debu berterbangan di lorong-lorong perkampungan Bani Ghanam karena pasukan Jibril saat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berangkat menuju Bani Quraizhah.” (HR. Bukhari, no. 4118)

Dari Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda para perang Ahzab,

لَا يُصَلِّيَنَّ أَحَدٌ الْعَصْرَ إِلَّا فِي بَنِي قُرَيْظَةَ

Jangan ada seorang pun yang shalat Ashar kecuali di perkampungan Bani Quraizhah.” Namun, sebagian mereka telah mendapatkan waktu Ashar saat dalam perjalanan. Kemudian berkatalah salah satu dari mereka, “Kita tidak akan shalat Ashar sampai kita datang di perkampungan mereka.” Sedangkan sebagian lain berkata, “Tidak, kita harus shalat dulu, sebab bukan itu yang diinginkan Nabi.” Kemudian peristiwa itu diceritakan kepada Nabi dan beliau tidak menyalahkan siapa pun di antara mereka.” (HR. Bukhari, no. 4119)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berangkat dengan kekuatan 3.000 pasukan, 36 pasukan berkuda dan melakukan pengepungan terhadap Bani Quraizhah selama sepuluh hari lebih. Allah membuat Huyay bin Akhthab pulang dan kembali ke bentengnya lalu Allah menanamkan rasa takut ke dalam hatinya, sementara pengepungan terus berlanjut. Akhirnya, mereka meminta untuk dikirim negosiator yang bernama Abu Lubabah bin ‘Abdul Mundzir. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun menyetujuinya.

Abu Lubabah datang menemui mereka. Ketika mereka melihat Abu Lubabah datang, semua orang berdiri, sedangkan para wanita dan anak-anak menyambutnya dengan tangisan yang mengiba. Mereka berkata, “Wahai Abu Lubabah, apakah menurutumu kami harus tunduk dengan keputusan Muhammad?” Abu Lubabah berkata, “Ya.” Sambil memberi isyarat tangan ke lehernya yang berarti mereka harus dibunuh. Abu Lubabah berkata, “Demi Allah, saat kedua kakiku belum bergerak, aku sadar bahwa aku telah mengkhianati Allah dan rasul-Nya.” Kemudian ia pun kembali dan tidak berani menjumpai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam hingga mengikat dirinya pada sebuah tiang masjid seraya berkata, “Aku tidak akan meninggalkan posisi ini hingga Allah menerima taubatku atas apa yang aku lakukan.” Ia berjanji tidak akan menginjakkan kakinya di Bani Quraizhah selama-lamanya dan tidak akan melihat negeri yang beliau pernah melakukan pengkhianatan kepada Allah dan Rasul-Nya selama-lamanya.

Ibnu Hisyam berkata, “Allah menurunkan tentang Abu Lubabah seperti apa yang dikatakan oleh Sufyan bin Uyainah dari Ismail bin Abu Khalid dari Abdullah bin Abu Qatadah ayat yang berbunyi,

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ لَا تَخُونُوا۟ ٱللَّهَ وَٱلرَّسُولَ وَتَخُونُوٓا۟ أَمَٰنَٰتِكُمْ وَأَنتُمْ تَعْلَمُونَ

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui.” (QS. Al-Anfal: 27)

Ibnu Hisyam berkata, “Ia mengikatkan dirinya selama enam hari. Istrinya datang untuk membuka ikatannya setiap kali datang waktu shalat. Lalu ia berwudhu dan shalat kemudian mengikat diri lagi hingga turun ayat yang menerima taubatnya,

وَءَاخَرُونَ ٱعْتَرَفُوا۟ بِذُنُوبِهِمْ خَلَطُوا۟ عَمَلًا صَٰلِحًا وَءَاخَرَ سَيِّئًا عَسَى ٱللَّهُ أَن يَتُوبَ عَلَيْهِمْ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ غَفُورٌ رَّحِيمٌ

Dan (ada pula) orang-orang lain yang mengakui dosa-dosa mereka, mereka mencampurbaurkan pekerjaan yang baik dengan pekerjaan lain yang buruk. Mudah-mudahan Allah menerima taubat mereka. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi maha Penyayang.” (QS. At-Taubah: 102)

Oleh karena itu, Bani Quraizhah pun tunduk kepada keputusan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Begitu juga dengan orang-orang dari suku Aus memohon kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk berbuat baik kepada mitra mereka, Bani Quraizhah, sebagaimana beliau pernah berbuat baik kepada Bani Qainuqa’, mitra suku Khazraj. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidakkah kalian senang seandainya yang akan mengambil keputusan adalah tokoh kalian?” Mereka menjawab, “Tentu.” Beliau bersabda lagi, “Tokoh itu adalah Sa’ad bin Mu’adz.” Mereka menjawab, “Kami setuju.”

 

Bersambung Insya-Allah Allah …

 

Referensi:

  • Fiqh As-Sirah. Cetakan kesepuluh, Tahun 1437 H. Prof. Dr. Zaid bin ‘Abdul Karim Az-Zaid. Penerbit Dar At-Tadmuriyyah.

 

 

Ditulis sejak 9 Dzulqa’dah 1445 H, 17 Mei 2024 M @ Darush Sholihin Panggang Gunungkidul

Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal

Artikel Rumaysho.Com

Artikel yang Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button