Melaksanakan Perintah Allah itu Bagaikan Obat Pahit, Tetapi …
Orang cerdas itu ia memandang perintah Allah bagaikan obat yang pahit, tetapi menyehatkan dan dapat menyembuhkan penyakit.
Ibnul Qayyim rahimahullah dalam kitabnya Al-Fawaid masih membicarakan ayat berikut,
ۖ وَعَسَىٰٓ أَن تَكْرَهُوا۟ شَيْـًٔا وَهُوَ خَيْرٌ لَّكُمْ ۖ وَعَسَىٰٓ أَن تُحِبُّوا۟ شَيْـًٔا وَهُوَ شَرٌّ لَّكُمْ ۗ وَٱللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنتُمْ لَا تَعْلَمُونَ
Arab-Latin: Wa ‘asā an takrahụ syai`aw wa huwa khairul lakum, wa ‘asā an tuḥibbụ syai`aw wa huwa syarrul lakum, wallāhu ya’lamu wa antum lā ta’lamụn
“Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.” (QS. Al-Baqarah: 216)
Baca juga: Yang Nilai Baik dan Buruk adalah Allah, Bukan dari Manusia (Pahami Takdir Allah Selalu Indah!)
Melaksanakan Perintah Allah Meskipun Berat
Ibnul Qayyim rahimahullah menyampaikan faedah dari ayat di atas, “Tidak ada sesuatu yang lebih bermanfaat bagi seorang hamba daripada melaksanakan perintah Allah, meski hal itu terasa berat bagi dirinya. Sebab, buah dari semua pelaksanaan perintah atau kewajiban pasti berupa kebaikan, kebahagiaan, kenikmatan, dan kegembiraan. Kendati jiwa manusia pada dasarnya tidak suka melaksanakan perintah, tetapi sebenarnya melaksanakan perintah itu merupakan kebaikan baginya dan mengandung perkara yang sangat bermanfaat bagi kehidupannya.
Begitu pula sebaliknya. Tidak ada yang lebih membahayakan seorang hamba daripada melanggar larangan Allah, meski inilah yang disenangi dan disukai hawa nafsunya. Sebab, akibat dari semua pelanggaran adalah kepedihan, kesedihan, keburukan, dan musibah. Sementara akal sehat menuntut kesabaran dalam menghadapi sedikit penderitaan, demi memperoleh kenikmatan yang besar dan kebaikan yang melimpah. Akal pun mengajurkan untuk menjauhi sedikit kenikmatan, demi menghindari penderitaan yang besar dan keburukan yang berkepanjangan.
Sayangnya, pandangan orang jahil tidak akan mampu menembus hikmah di balik peristiwa. Sedangkan pandangan orang yang cerdas selalu bisa menembus hikmah yang tersembunyi di balik peristiwa, sejak pertama kali peristiwa itu terjadi. Karena sejak awal, ia sudah bisa mengintip hikmah tersebut dari balik tabir peristiwa, apakah hikmah itu berupa kebaikan atau pun berupa keburukan. Ia melihat bahwa larangan Allah tak ubahnya makanan lezat, tetapi mengandung racun mematikan. Setiap kali kelezatan makanan itu menggugah seleranya, setiap itu pula keberadaan racun di dalamnya mencegah untuk memakannya. Di sisi lain, ia memandang perintah Allah bagaikan obat yang pahit, tetapi menyehatkan dan dapat menyembuhkan penyakit. Setiap kali rasa tak enak terbayangkan olehnya dan menghalanginya untuk meminum obat tersebut, setiap itu pula harapan kesembuhan mendorongnya dengan kuat untuk meminumnya.
Namun, hal tersebut membutuhkan ilmu yang bisa membuat seseorang mengetahui hikmah di balik peristiwa. Selain itu, juga dibutuhkan kesabaran yang menguatkan jiwanya untuk menempuh jalan yang sulit nan terjal, demi menggapai cita-cita di akhir perjalanan. Apabila seseorang tidak mempunyai keyakinan dan kesabaran, niscaya ia tidak akan mencapai tujuan itu. Namun, jika keyakinan dan kesabarannya kuat, mudah baginya menanggung segala kesulitan dalam meraih kebaikan dan kesenangan abadi.”
Referensi:
- Al-Fawaid. Cetakan keenam, Tahun 1431 H. Al-Imam Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah. Tahqiq dan Takhrij: Syaikh ‘Ali bin Hasan Al-Halabi Al-Atsari. Penerbit Maktabah Ar-Rusyd. hlm. 203-204.
- Fawaid Al-Fawaid. Al-Imam Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah. Tahqiq dan Takhrij: Syaikh ‘Ali bin Hasan Al-Halabi Al-Atsari. Penerbit Dar Ibn Al-Jauzi. hlm. 174-175.
–
Pesan buku “TAKDIR ALLAH SELALU BAIK” di Rumaysho Store 085200171222 atau 082136267701, ada juga di shopee Rumayshostore1 dan tokopedia Rumayshostore.
—
Sabtu pagi, 11 Syawal 1445 H, 20 April 2024
@ Darush Sholihin Panggang Gunungkidul
Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel Rumaysho.Com