Renungan Ayat #34: Keutamaan Istighfar sebagai Penghalang Musibah
Istighfar adalah amalan yang memiliki keutamaan besar dalam Islam, di mana ia dapat menjadi pelindung dari azab Allah. Allah sendiri menegaskan bahwa keberadaan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dan istighfar adalah penghalang turunnya siksa kepada umat.
Allah Ta’ala berfirman,
وَمَا كَانَ ٱللَّهُ لِيُعَذِّبَهُمْ وَأَنتَ فِيهِمْ ۚ وَمَا كَانَ ٱللَّهُ مُعَذِّبَهُمْ وَهُمْ يَسْتَغْفِرُونَ
Arab-Latin: Wa mā kānallāhu liyu’ażżibahum wa anta fīhim, wa mā kānallāhu mu’ażżibahum wa hum yastagfirụn
Artinya: “Dan Allah sekali-kali tidak akan mengazab mereka, sedang kamu berada di antara mereka. Dan tidaklah (pula) Allah akan mengazab mereka, sedang mereka meminta ampun.” (QS. Al-Anfal: 33)
Dalam Tafsir Al-Muyassar disebutkan, “Dan sekali-kali Allah tidaklah menyiksa kaum musyrikin itu, sedang kamu wahai rasul, masih berada di tengah mereka, dan Allah tidak menyiksa mereka, ketika mereka beristigfar memohon ampunan (kepada Allah) dari dosa-dosa mereka.”
Syaikh As-Sa’di rahimahullah menjelaskan dalam kitab tafsirnya, “Seandainya Allah menyegerakan azab-Nya niscaya tiada yang tertinggal akan tetapi Allah menunda azabNya disebabkan oleh keberadaan Rasulullah di antara mereka. Dia berfirman ”dan Allah sekali kali tidak akan mengazab mereka, sedang kamu berada diantara mereka” keberadaan Rasulullah di antara mereka adalah pelindung dari azab. Dan dengan perkataan yang mereka ucapkan secara terbuka di depan khalayak, mereka menyadari keburukannya, mereka khawatir ia akan menimpa mereka, maka mereka memohon ampun kepada Allah. Oleh karena itu Allah berfirman ”dan tidaklah (pula) Allah akan mengazab mereka, sedang mereka meminta ampun”, ini adalah pencegah azab dari mereka padahal sebab sebab turunnya azab itu telah tercapai.”
Ibnu Juzay rahimahullah berkata dalam kitab At-Tashiil li ‘Ulum At-Tanziil (1:343),
(وما كان الله معذبهم وهم يستغفرون) أي: لو آمنوا واستغفروا؛ فإن الاستغفار أمان من العذاب، قال بعض السلف: كان لنا أمانان من العذاب: وهما وجود النبي صلى الله عليه وسلم والاستغفار، فلما مات النبي صلى الله عليه وسلم ذهب الأمان الواحد، وبقي الآخر.
“Dan tidaklah (pula) Allah akan mengazab mereka, sedang mereka meminta ampun, maksudnya adalah andai saja mereka beriman dan memohon ampun. Istighfar itulah yang menyelamatkan dari azab (siksa). Sebagian salaf berkata, “Dulu kami memiliki dua penyelamat dari azab (siksa), yaitu: (1) keberadaan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, (2) istighfar. Ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam meninggal dunia, maka satu penyelamat tiada dan tersisa ucapan istighfar sebagai penyelamat dari azab.”
Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata,
فأخبر أنه لا يعذب مستغفرا؛ لأن الاستغفار يمحو الذنب الذي هو سبب العذاب، فيندفع العذاب.
“Allah tidak akan menyiksa orang yang beristighfar. Karena istighfar itu menghapus dosa di mana dosa adalah sebab datangnya musibah (azab). Istighfar itu penolak azab.” (Majmu’ah Al-Fatawa, 8:163)
Ada sebuah atsar yang diriwayatkan dari Ali bin Abi Thalib dan selainnya, disebutkan,
مَا نَزَلَ بَلَاءٌ إلَّا بِذَنْبِ وَلَا رُفِعَ إلَّا بِتَوْبَةِ
“Musibah tidaklah turun melainkan karena dosa. Musibah tidaklah terangkat melainkan dengan taubat.”
Kesimpulan
Ayat ini menunjukkan pentingnya istighfar sebagai perisai dari azab. Dalam tafsir para ulama, termasuk Ibnu Taimiyyah dan Syaikh As-Sa’di, mereka menekankan bahwa istighfar menghapus dosa yang menjadi penyebab datangnya azab. Dengan istighfar, umat dapat terhindar dari berbagai musibah, bahkan meskipun Nabi tidak lagi di antara kita. Hal ini juga diperkuat oleh atsar Ali bin Abi Thalib yang menjelaskan bahwa musibah datang karena dosa dan hanya akan terangkat dengan taubat.
Semoga kita semakin rajin merenungkan ayat-ayat Al-Qur’an.
–
Ditulis pada 28 Rabiuts Tsani 1446 H, 31 Oktober 2024 @ Darush Sholihin Panggang Gunungkidul
Penulis: Dr. Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel Rumaysho.Com