Manajemen QolbuTafsir Al Qur'an

Renungan Ayat #33: Cara Menghadapi Ujian Hidup dengan Sabar dan Shalat

Menghadapi ujian hidup dengan penuh kesabaran dan mendekatkan diri kepada Allah adalah tuntunan penting dalam Islam. Shalat dan sabar menjadi dua penolong utama bagi setiap muslim dalam menjalani setiap tantangan hidup, sebagaimana diperintahkan Allah dalam QS. Al-Baqarah: 45.

Allah Ta’ala berfirman,

وَٱسْتَعِينُوا۟ بِٱلصَّبْرِ وَٱلصَّلَوٰةِ ۚ وَإِنَّهَا لَكَبِيرَةٌ إِلَّا عَلَى ٱلْخَٰشِعِينَ

Arab-Latin: Wasta’īnụ biṣ-ṣabri waṣ-ṣalāh, wa innahā lakabīratun illā ‘alal-khāsyi’īn

Artinya: “Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyuk.” (QS. Al-Baqarah: 45)

 

Pelajari dari video berikut ini mengenai “MINTA TOLONG KEPADA ALLAH DENGAN SABAR DAN SHALAT”

 

Dalam Tafsir Al-Qurthubi disebutkan penjelasan ayat ini dalam delapan pelajaran:

Pelajaran pertama:

Firman Allah: “Dan mintalah pertolongan dengan sabar dan shalat.

Kata “sabar” dalam bahasa memiliki makna menahan diri. Saya menahan diri terhadap sesuatu berarti saya mengekang diri. Istilah “mashbūrah” yang dilarang dalam hadits merujuk pada hewan yang ditahan untuk dibunuh.

Pelajaran kedua:

Allah memerintahkan untuk bersabar dalam ketaatan dan menjauhkan diri dari pelanggaran, sebagaimana firman-Nya, “Bersabarlah.” Dikatakan bahwa seseorang sabar terhadap maksiat, maka dia akan sabar dalam ketaatan.

Pelajaran ketiga:

Firman Allah: “Dan shalat.” Allah menyebutkan shalat secara khusus di antara berbagai ibadah untuk mengutamakannya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa segera mengerjakan shalat saat menghadapi kesulitan. Diriwayatkan bahwa ketika Abdullah bin Abbas mendengar berita tentang kematian saudaranya, ia segera mengucapkan istirja’ (inna lillahi wa inna ilaihi raji’un) dan shalat. Dengan demikian, shalat dimaknai sebagai doa dan ketenangan jiwa, sebagaimana Allah menyuruh keteguhan hati dan doa.

Pelajaran keempat:

Bersabar atas gangguan dan dalam melaksanakan ketaatan merupakan bagian dari jihad an-nafs (berjuang melawan hawa nafsu), yaitu mengendalikan diri dari keinginan-keinginan duniawi serta menahan diri dari perbuatan yang melampaui batas. Kesabaran ini adalah akhlak para nabi dan orang-orang saleh. Yahya bin al-Yaman berkata bahwa kesabaran berarti tidak menginginkan kondisi apa pun selain apa yang telah Allah karuniakan, serta menerima dengan rida atas segala ketetapan-Nya, baik dalam urusan dunia maupun akhirat.

Asy-Sya’bi menukil perkataan Ali radhiyallahu ‘anhu yang mengatakan bahwa kesabaran dalam iman ibarat kepala dalam tubuh. At-Thabari berkomentar, “Ali radhiyallahu ‘anhu benar dalam ucapannya itu.” Ini karena iman mencakup keyakinan dalam hati, pengakuan dengan lisan, dan pengamalan melalui anggota badan. Maka, barang siapa tidak mampu bersabar dalam melaksanakan perbuatan dengan anggota badannya, ia tidak akan layak disebut sebagai orang yang beriman secara sempurna. Kesabaran dalam menjalankan perintah syariat sama seperti kepala bagi tubuh manusia yang tidak akan sempurna tanpanya.

Pelajaran kelima:

Allah Ta’ala telah menetapkan ganjaran bagi setiap amal perbuatan dan menetapkan batasannya. Dia berfirman:

مَن جَاءَ بِالْحَسَنَةِ فَلَهُ عَشْرُ أَمْثَالِهَا

Barang siapa yang membawa satu kebaikan, maka baginya sepuluh kali lipatnya.” (QS. Al-An’am: 160). Allah juga menetapkan ganjaran sedekah di jalan-Nya lebih tinggi dari itu, sebagaimana firman-Nya:

مَّثَلُ الَّذِينَ يُنفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ كَمَثَلِ حَبَّةٍ أَنبَتَتْ سَبْعَ سَنَابِلَ فِي كُلِّ سُنبُلَةٍ مِّائَةُ حَبَّةٍ ۗ وَاللَّهُ يُضَاعِفُ لِمَن يَشَاءُ ۗ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ

Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (QS. Al-Baqarah: 261).

Namun, untuk orang-orang yang bersabar, Allah menetapkan ganjaran yang tidak terbatas, serta memuji mereka dengan firman-Nya:

إِنَّمَا يُوَفَّى ٱلصَّٰبِرُونَ أَجْرَهُم بِغَيْرِ حِسَابٍ

Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah Yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas.” (QS. Az-Zumar: 10)

Allah juga berfirman,

وَلَمَن صَبَرَ وَغَفَرَ إِنَّ ذَٰلِكَ لَمِنْ عَزْمِ ٱلْأُمُورِ

Tetapi orang yang bersabar dan memaafkan, sesungguhnya (perbuatan) yang demikian itu termasuk hal-hal yang diutamakan.” (QS. Asy-Syura: 43).

Ada yang berpendapat bahwa yang dimaksud dengan “orang-orang yang bersabar” dalam firman-Nya “Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabar yang akan disempurnakan pahalanya tanpa batas” adalah orang-orang yang berpuasa. Ini didasarkan pada hadits sahih dari Nabi ﷺ yang mengatakan:

وأنا أجزي به

“Puasa itu untuk-Ku, dan Aku sendiri yang akan memberikan ganjarannya.” Dalam hadits ini, pahala puasa tidak disebutkan secara spesifik, sebagaimana pahala untuk kesabaran juga tidak disebutkan secara khusus. Hanya Allah yang lebih mengetahui.

Pelajaran keenam:

Di antara keutamaan kesabaran, Allah Ta’ala telah menyifatkan diri-Nya dengan kesabaran, sebagaimana disebutkan dalam hadits Abu Musa dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang bersabda:

لا أحَدَ أصْبَرُ علَى أذًى يَسْمَعُهُ مِنَ اللهِ عزَّ وجلَّ، إنَّه يُشْرَكُ به، ويُجْعَلُ له الوَلَدُ، ثُمَّ هو يُعافيهم ويَرْزُقُهُمْ.

Tidak ada satu pun yang lebih sabar dalam menghadapi gangguan yang didengar-Nya daripada Allah Ta’ala. Mereka menuduh-Nya memiliki anak, namun Dia tetap memberi mereka kesehatan dan rezeki.” (HR. Bukhari, no. 6099 dan Muslim, no. 2804)

Para ulama kami mengatakan bahwa penyifatan Allah dengan kesabaran bermakna “hilm” (kesantunan yang tinggi). Makna “hilm” ini adalah menunda hukuman bagi mereka yang pantas mendapatkannya.

Penyifatan Allah dengan kesabaran tidak disebutkan dalam Al-Qur’an, melainkan dalam hadits Abu Musa. Para ulama Ahlus Sunnah menafsirkannya sebagai bentuk “hilm,” sebagaimana disampaikan oleh Ibn Fawrak dan yang lainnya. Salah satu nama Allah adalah “Ash-Shabur” (Maha Penyabar), yang menunjukkan keutamaan dalam kesantunan terhadap mereka yang berbuat maksiat kepada-Nya.

Pelajaran ketujuh:

Firman Allah Ta’ala: “Dan sesungguhnya hal itu benar-benar berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyuk.” Para ahli tafsir berbeda pendapat mengenai kembalinya kata ganti “hal itu” dalam ayat ini.

  • Ada yang mengatakan bahwa kata ganti tersebut kembali pada shalat secara khusus, karena shalat lebih berat bagi jiwa daripada puasa. Kesabaran di sini diartikan sebagai puasa, sebab shalat menahan seluruh diri manusia, sedangkan puasa hanya menahan sebagian hasrat. Berbeda dengan orang yang berpuasa, ia hanya menahan keinginan terhadap makanan, minuman, dan hubungan dengan wanita, sementara dalam hal lain seperti berbicara, berjalan, dan berinteraksi dengan orang lain ia bebas, yang dapat mengalihkan perhatiannya dari hal-hal yang ditahan. Namun, orang yang shalat menahan semua itu, sebab seluruh anggota tubuhnya terikat dalam shalat, dan ini lebih sulit bagi jiwa. Karena itulah Allah berfirman: “Dan sesungguhnya hal itu benar-benar berat.”
  • Ada juga pendapat yang mengatakan bahwa kata ganti tersebut mencakup keduanya (shalat dan kesabaran), tetapi yang dimaksud lebih banyak adalah shalat, seperti dalam firman Allah: “Orang-orang yang menimbun emas dan perak dan tidak menginfakkannya di jalan Allah.” (QS. At-Taubah: 34) yang menunjukkan bahwa menimbun emas adalah kebiasaan umum meski juga mencakup perak. Dalam kasus ini, kata ganti kembali pada unsur dominan.
  • Pendapat lain menyebutkan bahwa kesabaran (sabar) mencakup shalat, sebagaimana firman Allah: “Allah dan Rasul-Nya lebih berhak untuk mereka ridhai.” (QS. At-Taubah: 62). Di sini, kata ganti hanya digunakan untuk satu pihak, sebab rida terhadap Rasul masuk dalam rida terhadap Allah.
  • Menurut pendapat lainnya, kata ganti dalam ayat tersebut kembali pada keduanya dengan maksud ringkas. Firman Allah Ta’ala: “Kami jadikan anak Maryam dan ibunya sebagai tanda (yang besar).” (QS. Al-Mu’minun: 50) menunjukkan hal serupa.
  • Ada juga yang mengatakan bahwa kata ganti tersebut kembali pada makna umum dari ibadah, yakni kesabaran dan shalat. Sebagian lain berpendapat bahwa kata ganti tersebut merujuk pada istilah yang ditunjukkan oleh kata “mintalah pertolongan”, sehingga ini mengacu pada bentuk pertolongan secara keseluruhan. Pendapat lain menyebutkan bahwa kata ganti itu merujuk pada ajakan untuk mengikuti Nabi Muhammad ﷺ, karena kesabaran dan shalat adalah sesuatu yang beliau dakwahkan.
  • Ada pula yang menyatakan bahwa kata ganti tersebut merujuk pada Ka’bah karena perintah shalat mengarah ke sana, dan “berat” berarti sukar dan menyulitkan, seperti yang disebutkan dalam ayat: “Sesungguhnya hal itu berat.” Dalam bahasa Arab di luar Al-Qur’an, kata ganti bisa berbentuk “Dan sesungguhnya ia berat.” Kecuali bagi mereka yang khusyuk, maka perintah tersebut menjadi ringan bagi mereka. Menurut para ahli makna, ini berlaku bagi mereka yang telah dikaruniai sifat terpilih sejak azali dan diberi petunjuk khusus.

Pelajaran kedelapan:

Firman Allah Ta’ala: “Bagi orang-orang yang khusyuk.” Orang-orang yang khusyuk berarti seseorang yang rendah hati. Khusyuk adalah kondisi dalam jiwa yang muncul sebagai ketenangan dan kerendahan diri yang tampak pada anggota tubuh. Menurut Qatadah, khusyuk adalah rasa takut yang menetap dalam hati dan menahan pandangan saat shalat. Az-Zajjaj menjelaskan bahwa orang yang khusyuk menunjukkan tanda ketundukan dan kerendahan pada dirinya, seperti rumah yang hancur tanpa penghuni.

Dalam Tafsir Syaikh As-Sa’di disebutkan:

  • Allah memerintahkan kepada mereka untuk meminta pertolongan dalam (menyelesaikan) segala urusan mereka dengan kesabaran dalam segala bentuknya, yaitu sabar dalam ketaatan kepada Allah hingga dia mampu menunaikannya, sabar dari kemaksiatan hingga dia menghindarinya, dan sabar dalam menghadapi takdir-takdir Allah yang menyakitkan agar dia tidak mengecamnya.
  • Dengan kesabaran dan menahan diri terhadap segala yang diperintahkan oleh Allah untuk bersabar atasnya adalah sebuah pertolongan yang besar dalam setiap perkara dari perkara-perkara yang ada. Barang siapa yang bersabar, niscaya Allah akan membuatnya menjadi sabar.
  • Demikian juga shalat yang merupakan timbangan dari keimanan dan dapat mencegah dari perbuatan keji dan mungkar, dapat dijadikan penolong dalam segala perkara kehidupan.
  • “Dan sesungguhnya yang demikian itu,” yaitu shalat, ”sungguh berat, ” maksudnya sulit, “kecuali bagi orang-orang yang khusyu’.” Shalat itu adalah mudah bagi mereka dan sangat ringan, karena kekhusyukan, takut kepada Allah, dan mengharap apa yang ada di sisi-Nya mengharuskan adanya realisasi perbuatan itu dengan dada yang lapang demi mencari ganjaran dan takut dari hukuman. Berbeda dengan orang yang tidak demikian, karena tidak ada pendorong baginya yang mengajaknya kepada hal tersebut, dan bila pun dia melakukannya, maka hal itu menjadi suatu perkara yang paling berat yang dia rasakan.
  • Khusyuk adalah ketundukan hati, ketenteraman dan ketenangannya karena Allah ta’ala serta kepasrahannya di hadapan Allah dengan segala bentuk menghinakan diri, rasa butuh, dan iman kepadaNya dan kepada pertemuan denganNya.

Dalam Tafsir Al-Muyassar disebutkan:

Dan mintalah pertolongan atas segala urusan kalian melalui kesabaran dengan seluruh jenisnya dan juga shalat, sesungguhnya hal tersebut amat berat kecuali bagi orang-orang yang khusyu. Yaitu orang yang takut kepada Allah dan mengharapkan apa-apa yang ada di sisi-Nya, serta meyakini bahwa mereka benar-benar akan berjumpa dengan Tuhan mereka setelah kematian, dan bahwasanya mereka akan kembali kepadanya pada hari kiamat untuk menghadapi perhitungan dan pembalasan amal perbuatan mereka.

 

Kesimpulan

    1. Allah memerintahkan untuk bersabar dalam ketaatan, menjauh dari maksiat, dan menghadapi takdir dengan shalat sebagai penolong utama.
    2. Shalat bukan hanya ibadah, tetapi juga bentuk doa dan ketenangan hati yang dicontohkan Rasulullah ﷺ dalam menghadapi kesulitan. Ketika menghadapi masalah atau problem, segera laksanakan shalat sebagaimana dicontohkan Rasulullah dan para salaf.
    3. Bersabar dalam ketaatan dan menahan diri dari keinginan duniawi adalah bentuk jihad melawan hawa nafsu, sifat para nabi dan orang saleh.
    4. Allah memberikan ganjaran berlipat untuk amal kebaikan, sedekah, dan khususnya kesabaran, yang dijanjikan tanpa batas.
    5. Kesabaran Allah terhadap makhluk-Nya mencerminkan kesantunan-Nya, meskipun manusia sering berbuat maksiat, Allah tetap memberikan rezeki dan kesehatan.
    6. Shalat dan kesabaran adalah ibadah yang menuntut ketahanan jiwa, lebih berat daripada puasa, kecuali bagi orang yang khusyuk.
    7. Khusyuk adalah sikap rendah hati yang mencerminkan ketenangan jiwa, takut kepada Allah, dan kesadaran akan pertemuan dengan-Nya.
    8. Orang khusyuk merasa tenang, rendah hati, dan ikhlas, menjadikan shalat sebagai sumber kekuatan dalam menghadapi berbagai ujian hidup.

Referensi: Tafsir Al-Qurthubi, Tafsir As-Sa’di, Tafsir Al-Muyassar

Semoga bermanfaat. Semoga semakin semangat merenungkan ayat-ayat Al-Qur’an.

Ditulis pada 28 Rabiuts Tsani 1446 H, 31 Oktober 2024 @ Darush Sholihin Panggang Gunungkidul

Baca Juga:

Penulis: Dr. Muhammad Abduh Tuasikal

Artikel Rumaysho.Com

Artikel yang Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button