Haji Umrah

Apa yang Harus Dilakukan Jika Terhalang dari Melakukan Umrah atau Haji Padahal Sudah Berihram?

Apa yang harus dilakukan jika terhalang dari melakukan umrah atau haji padahal sudah berihram?

 

 

Bulughul Maram karya Imam Ibnu Hajar Al-Asqalani

 

كِتَابُ اَلْحَجِّ

Kitab Haji

بَابُ اَلْفَوَاتِ وَالْإِحْصَارِ

Bab Al-Fawaat (Ketertinggalan) dan Al-Ihshar (Pencegahan)

 

Al-fawaat artinya tidak bisa menunaikan haji karena tidak bisa masuk Arafah disebabkan sakit yang terhalang dari wukuf atau telat untuk wukuf, atau ia tersesat di jalan. 

Al-ihshaar artinya jika ada musuh yang mencegahnya sehingga sulit menyempurnakan manasik haji. Ihshaar ini terjadi perselisihan apakah hanya terkait dengan musuh saja ataukah umum untuk hal lain pula. 

 

Hadits #779

عَنِ اِبْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ: { قَدْ أُحْصِرَ رَسُولُ اَللَّهِ ( فَحَلَقَ وَجَامَعَ نِسَاءَهُ, وَنَحَرَ هَدْيَهُ, حَتَّى اِعْتَمَرَ عَامًا قَابِلًا } رَوَاهُ اَلْبُخَارِيُّ .

Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah terhalang, lalu beliau mencukur rambut kepalanya, berhubungan intim dengan istrinya, dan menyembelih hadyu hingga berumrah tahun depan. (HR. Bukhari) [HR. Bukhari, no. 1809]

 

Faedah hadits

  1. Al-Ihshaar adalah ada yang menghalangi untuk sampai ke Makkah sehingga tidak bisa menjalankan manasik haji atau umrah padahal telah niat berihram. Sebab penghalang adalah karena sakit, tidak mampu secara mendadak, atau keadaan takut.
  2. Hadits ini menjadi dalil siapa yang sudah berihram untuk umrah kemudian ia dicegah masuk ke Baitullah oleh musuh, hendaklah ia bertahallul dari umrahnya dengan: (1) menyembelih hadyu jika mudah baginya, yaitu seekor kambing atau 1/7 unta atau 1/7 sapi; (2) halq (mencukur rambut). Tahallul ketika itu dibutuhkan karena jika tetap berihram, maka ada kesulitan besar. 
  3. Para ulama pakar tafsir bersepakat bahwa ihshar yang dimaksud dalamsurah Al-Baqarah ayat 196 adalah pada peristiwa Hudaibiyah, tahun enam hijriyah, di mana orang-orang musyrik menghalangi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya untuk memasuki Makkah, maka menyembelih hadyu, lalu mencukur rambut kepala, lalu sudah bertahallul, mereka kembali ke Madinah. Kemudian mereka melakukan umrah qadha pada tahun berikutnya, tahun tujuh hijriyah.
  4. Ihshar pada masa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam terjadi pada umrah. Para ulama qiyaskan dengan haji. 
  5. Menurut jumhur ulama, jika tidak memiliki hadyu saat ihshar ini, wajib membelinya. Jika tidak mendapatkan hadyu, maka berpuasa selama sepuluh hari. Tahallul ini diqiyaskan dengan haji tamattu’. Namun, pensyariatan puasa ini tidak disebutkan dalam Al-Qur’an dan tidak ada nukilan dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Perlu dipahami pula bahwa hadyu untuk tamattu’ adalah dalam rangka bersyukur karena adanya penggabungan antara haji dan umrah. Demikian kritikan dari Syaikh  ‘Abdullah Al-Fauzan dalam Minhah Al-‘Allam, 5:368-369.
  6. Jika telah tahallul karena al-ihshaar, maka sudah halal berhubungan dengan istri.

 

Hadits #780

وَعَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ: { دَخَلَ اَلنَّبِيُّ ( عَلَى ضُبَاعَةَ بِنْتِ اَلزُّبَيْرِ بْنِ عَبْدِ اَلْمُطَّلِبِ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهَا, فَقَالَتْ: يَا رَسُولَ اَللَّهِ! إِنِّي أُرِيدُ اَلْحَجَّ, وَأَنَا شَاكِيَةٌ، فَقَالَ اَلنَّبِيُّ ( ” حُجِّي وَاشْتَرِطِي: أَنَّ مَحَلِّي حَيْثُ حَبَسْتَنِي ” } مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ. .

Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam masuk ke rumah Dhubaa’ah binti Az-Zubair bin ‘Abdul Muththalib radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata, ‘Wahai Rasulullah, sesunguhnya aku ingin menunaikan haji, tetapi aku sakit.’” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Berhajilah dan tetapkanlah syarat, bahwa tempat tahallulku ialah di mana aku terhalang.” (Muttafaqun ‘alaih) [HR. Bukhari, no. 5089 dan Muslim, no. 1207]

 

Faedah hadits

  1. Menambahkan syarat pada saat berniat ihram adalah mustahab secara mutlak karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan pada Dhubaa’ah binti Az-Zubair. Inilah pendapat jumhur sahabat (di antaranya: ‘Umar, ‘Ali, Ibnu Mas’ud) dan kebanyakan tabiin (di antaranya: Sa’id bin Al-Musayyib, ‘Atho’ bin Abi Robbah, ‘Atho’ bin Abi Yasar), dan juga pendapat Imam Syafii, Ahmad, dan Ibnu Hazm. Pendapat lainnya menyatakan bahwa menambahkan syarat tidaklah disyariatkan secara mutlak dan tidak bermanfaat dalam tahallul. Sedangkan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berpendapat bahwa menambahkan syarat pada saat berniat ihram tetap disyariatkan bagi yang khawatir dari menyempurnakan manasik. Sedangkan yang tidak khawatir, sunnahnya adalah ditinggalkan. Pendapat Ibnu Taimiyyah ini dianggap lebih kuat menurut Syaikh ‘Abdullah Al-Fauzan.
  2. Siapa yang menambahkan syarat saat berihram, kemudian datang penghalang seperti sakit, adanya musuh, atau hilangnya nafkah, hendaklah ia tahallul dari ihramnya, ia tidak terkena denda apa pun, tidak terkena qadha’, dan lainnya.

 

Hadits #781

– وَعَنْ عِكْرِمَةَ, عَنْ اَلْحَجَّاجِ بْنِ عَمْرٍو اَلْأَنْصَارِيِّ ( قَالَ : قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ ( { مَنْ كُسِرَ, أَوْ عُرِجَ, فَقَدَ حَلَّ وَعَلَيْهِ اَلْحَجُّ مِنْ قَابِلٍ قَالَ عِكْرِمَةُ. فَسَأَلْتُ اِبْنَ عَبَّاسٍ وَأَبَا هُرَيْرَةَ عَنْ ذَلِكَ? فَقَالَا: صَدَقَ } رَوَاهُ اَلْخَمْسَةُ, وَحَسَّنَهُ اَلتِّرْمِذِيُّ .

Dari ‘Ikrimah, dari Al-Hajjaj bin Amar Al-Anshari radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barang siapa patah kakinya atau pincang, maka ia boleh tahallul dan ia wajib haji tahun mendatang.” Ikrimah berkata, “Aku bertanya kepada Ibnu ‘Abbas dan Abu Hurairah tentang hadits tersebut. Mereka menjawab, ‘Benar’.” (Diriwayatkan oleh yang lima. Hadits ini hasan menurut Tirmidzi) [HR. Abu Daud, no. 1862; Tirmidzi, no. 940; An-Nasai, 5:189-199; Ibnu Majah, no. 3077; Ahmad, 24:508-509, dari jalur Al-Hajjaj bin Abi ‘Utsman Ash-Shawaaf, diceritakan dari Yahya bin Abi Katsir, dari ‘Ikrimah, dari Al-Hajjaj bin ‘Amr Al-Anshari dengannya. Juga dikeluarkan oleh Abu Daud, no. 1863 dan Ibnu Majah, no. 3078 dari jalur ‘Abdurrazaq, dari Ma’mar, dari Yahya bin Abi Katsir, dari ‘Ikrimah, dari ‘Abdullah bin Raafi’, dari Al-Hajjaj semisalnya. Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini hasan sahih].

 

Faedah hadits

  1. Dalil ini menunjukkan bahwa orang yang berihram dengan haji atau umrah jika ia mendapati uzur yang menghalangi untuk menyempurnakan manasiknya, entah karena patah, sakit, atau kecelakaan, hendaklah ia tahallul dari ihramnya karena adanya penghalang ini.
  2. Dijelaskan dalam Fiqh Bulugh Al-Maram (2:713) oleh Syaikh Az-Zuhaily: Ihshaar itu bisa karena sebab umum seperti dicegah musuh, ada juga ihshaar karena sebab khusus, misal tertahan karena terlilit utang, dizalimi dengan ditahan, wanita ditahan karena tidak diizinkan suaminya. Untuk yang terhalang karena sebab ini, hendaklah tahallul baik ihramnya untuk yang wajib maupun yang sunnah. Bisa juga masalah ini adalah orang tua menghalangi anaknya untuk menunaikan haji/ umrah yang sunnah dengan tidak memberikan izin. Namun, bagi yang tersesat jalan atau hilang nafkah, maka ia tidak tahallul, tetapi ia bersabar hingga melakukan manasik. Begitu pula yang sakit jika sudah berihram untuk haji atau umrah, lantas ia terhalang karena sakitnya, hendaklah ia tidak tahallul KECUALI IA MEMBERIKAN SYARAT UNTUK TAHALLUL. Hendaklah ia bersabar hingga sembuh lalu menyempurnakan umrah. Kemudian setelah sempurna umrahnya, lalu tahallul dari haji dengan umrah, hendaklah ia mengqadha’.

 

Referensi:

  • Minhah Al-‘Allam fi Syarh Bulugh Al-Maram. Cetakan pertama, Tahun 1432 H. Syaikh ‘Abdullah bin Shalih Al-Fauzan. Penerbit Dar Ibnul Jauzi. Jilid Ketiga. 5:366-377.
  • Fiqh Bulugh Al-Maram li Bayaan Al-Ahkaam Asy-Syar’iyyah. Cetakan pertama, Tahun 1443 H. Syaikh Prof. Dr. Muhammad Musthafa Az-Zuhaily. Penerbit Maktabah Daar Al-Bayan. 2:708-713.

 

 

Diselesaikan di Pondok Pesantren Darush Sholihin, 28 Dzulhijjah 1444 H, 17 Juli 2023

Muhammad Abduh Tuasikal

Artikel Rumaysho.Com

Artikel yang Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button