Hikmah dan Waktu Penunaian Zakat Fitrah
Apa hikmah di akhir Ramadhan kita harus menunaikan zakat fitrah? Lalu kapan batasan waktu penunaian zakat fitrah? Bagaimana jika penunaiannya setelah shalat ‘ied.
Ada hadits yang disebutkan oleh Ibnu Hajar dalam Bulughul Marom, hadits no. 630 sebagai berikut.
وَعَنِ اِبْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ: – فَرَضَ رَسُولُ اَللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – زَكَاةَ اَلْفِطْرِ; طُهْرَةً لِلصَّائِمِ مِنَ اَللَّغْوِ, وَالرَّفَثِ, وَطُعْمَةً لِلْمَسَاكِينِ, فَمَنْ أَدَّاهَا قَبْلَ اَلصَّلَاةِ فَهِيَ زَكَاةٌ مَقْبُولَةٌ, وَمَنْ أَدَّاهَا بَعْدَ اَلصَّلَاةِ فَهِيَ صَدَقَةٌ مِنَ اَلصَّدَقَاتِ. – رَوَاهُ أَبُو دَاوُدَ, وَابْنُ مَاجَهْ, وَصَحَّحَهُ اَلْحَاكِم
Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mewajibkan zakat fithri untuk menyucikan orang yang berpuasa dari perkataan yang sia-sia dan kata-kata kotor, juga untuk memberi makan pada orang miskin. Barangsiapa yang menunaikannya sebelum shalat (‘ied), zakat tersebut diterima. Barangsiapa menunaikannya sesudah shalat, itu hanyalah dicatat sebagai sedekah biasa.” Diriwayatkan oleh Abu Daud, Ibnu Majah, dan dishahihkan oleh Al Hakim. (HR. Ibnu Majah no. 1827, Abu Daud no. 1609. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa sanad hadits ini hasan).
Beberapa faedah dari hadits di atas:
1- Hadits tersebut menunjukkan hikmah penunaian zakat fithri. Ada dua hikmah besar yang telah disebutkan dalam hadits di atas:
(a) berkaitan dengan orang yang puasa, yaitu untuk menyucikan orang yang berpuasa dari kekurangan yang ia lakukan ketika puasa yaitu dari hal laghwu. Laghwu yang dimaksud adalah perkataan atau perbuatan yang sia-sia (tidak berfaedah), yang tidak ada manfaat bagi dunia dan akhirat, baik yang dilakukan adalah perbuatan yang makruh dan mubah seperti mengejek, bergurau dan berlebihan dalam melampiaskan syahwat.
(b) berkaitan dengan masyarakat, di mana zakat fitrah bermanfaat untuk memberi makan orang miskin. Dengan memberi makan ini maka ada timbul kasih sayang terhadap sesama dan saling membahagiakan lainnya.
2- Waktu penunaian zakat fithri adalah sebelum shalat ‘ied. Siapa yang mengeluarkannya sebelum shalat ‘ied, maka itu dicatat sebagai pahala yang sempurna. Namun siapa yang menunaikannya setelah shalat ‘ied, maka itu bukanlah zakat fithri lagi, hanya dicatat sebagai sedekah biasa.
Bagaimana jika zakat fithri ditunaikan jauh hari sebelum Ramadhan?
Sebagian ulama berpendapat bahwa zakat fithri boleh ditunaikan sejak awal Ramadhan. Ada pula yang berpendapat boleh ditunaikan satu atau dua tahun sebelumnya. Lihat pendapat berbagai ulama dalam Al Mawsu’ah Al Fiqhiyah 23: 341-342 dan Al Mughni, 4: 300-301. Namun pendapat yang lebih tepat dalam masalah ini, dikarenakan zakat fithri berkaitan dengan waktu fithri (Idul Fithri), maka tidak semestinya diserahkan jauh hari sebelum hari fithri. Sebagaimana pula telah dijelaskan bahwa zakat fithri ditunaikan untuk memenuhi kebutuhan orang miskin agar mereka bisa bersuka ria di hari fithri. Jika ingin ditunaikan lebih awal, maka sebaiknya ditunaikan dua atau tiga hari sebelum hari ‘ied.
Ibnu Qudamah Al Maqdisi mengatakan, “Seandainya zakat fithri jauh-jauh hari sebelum ‘Idul Fithri telah diserahkan, maka tentu saja hal ini tidak mencapai maksud disyari’atkannya zakat fithri yaitu untuk memenuhi kebutuhan si miskin di hari ‘ied. Ingatlah bahwa sebab diwajibkannya zakat fithri adalah hari fithri, hari tidak lagi berpuasa. Sehingga zakat ini pun disebut zakat fithri. … Karena maksud zakat fithri adalah untuk mencukupi si miskin di waktu yang khusus (yaitu hari fithri), maka tidak boleh didahulukan jauh hari sebelum waktunya.” (Al Mughni, 4: 301).
Hal itu sudah terjawab dalam artikel Rumaysho.Com: Konsultasi Zakat 3, Kapan Waktu Pembayaran Zakat Fitrah?. Dan insya Allah akan dibahas pula dalam tulisan Rumaysho.Com selanjutnya. Moga Allah mudahkan.
Semoga Allah memudahkan kita meraih keutamaan dari zakat fitrah ini.
Referensi:
Minhatul ‘Allam fii Syarh Bulughil Marom, Syaikh ‘Abdullah bin Sholih Al Fauzan, terbitan Dar Ibnul Jauzi, cetakan ketiga, tahun 1432 H, 4: 464-465.
Al Mughni, Ibnu Qudamah Al Maqdisi, terbitan Dar ‘Alamil Kutub, cetakan tahun 1432 H.
Al Mawsu’ah Al Fiqhiyyah, terbitan Wizaroh Al Awqof wasy Syu-un Al Islamiyyah (Kementrian Agama Kuwait), jilid ke-23.
—
@ Pesantren Darush Sholihin, Warak, Girisekar, Panggang, Gunungkidul, ba’da ‘Ashar, 25 Ramadhan 1434 H
Artikel Rumaysho.Com
Silakan follow status kami via Twitter @RumayshoCom, FB Muhammad Abduh Tuasikal dan FB Fans Page Mengenal Ajaran Islam Lebih Dekat