Merasa Yang Lain Lebih Mulia Dari Diri Sendiri
Ibnu Hajar berkata, “Tawadhu’ adalah menampakkan diri lebih rendah pada orang yang ingin mengagungkannya. Ada pula yang mengatakan bahwa tawadhu’ adalah memuliakan orang yang lebih mulia darinya.” (Fathul Bari, 11: 341). Berikut kita akan melihat perkataan seorang tabi’in yang alim nan mulia, Al Fudhail bin ‘Iyadh mengenai sifat tawadhu’ (rendah hati).
Fudhail bin ‘Iyadh ditanya mengenai tawadhu’. Beliau menjawab, “Yang namanya tawadhu’ adalah tunduk pada kebenaran dan menerima kebenaran tersebut dari siapa pun.” Fudhail mengatakan pula, “Seandainya aku mendengar suatu kebenaran dari anak kecil, maka aku akan menerimanya. Begitu pula ketika aku mendengarnya dari orang yang bodoh, aku akan menerimanya.”
Ada yang mengatakan pula bahwa tawadhu’ adalah engkau menilai dirimu tidak ada apa-apanya. Siapa yang melihat dirinya begitu istimewa, maka tidak ada bagian tawadhu’ pada dirinya. (Dinukil dari kitab Sholahul Ummah fii ‘Uluwil Himmah, Dr. Sayyid bin Husain Al ‘Affani, 5: 449)
Inilah pendapat Al Fudhail bin ‘Iyadh mengenai sifat tawadhu’. Semoga Allah memupuk pada diri kita sifat yang mulia ini.
Wallahu waliyyut taufiq.
Baca artikel lainnya mengenai sifat tawadhu’:
Faedah di pagi hari, 25 Muharram 1434 H @ Sakan 27 Jami’ah Malik Su’ud, Riyadh-KSA