Waktu Shalat (2), Shalat ‘Ashar
Melanjutkan pembahasan sebelumnya, saat ini kita akan melihat waktu shalat ‘Ashar. Mengenai awal waktunya telah disebutkan adalah ketika panjang bayangan sama dengan panjang bendanya. Untuk akhir waktunya, ada beberapa hadits yang menerangkannya dan terlihat saling bertentangan, namun dalil-dalil tersebut telah dikompromikan oleh para ulama bagaimana cara memahaminya.
Waktu Shalat ‘Ashar
Awal waktu shalat ‘Ashar adalah ketika panjang bayangan sama dengan panjang bendanya. Demikian pendapat jumhur ulama yang diselisihi oleh Abu Hanifah. Dalilnya telah disebutkan dalam tulisan sebelumnya di sini.
Sedangkan mengenai waktu akhir shalat ‘Ashar terlihat saling bertentangan antara dalil-dalil yang ada.
Dalam hadits ketika Jibril mengimami Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, shalat pada hari pertama pada saat panjang bayangan sama dengan panjang benda. Sedangkan esoknya, pada saat panjang bayangan sama dengan dua kali panjang benda. Lalu dikatakan di akhir hadits bahwa batasan waktu shalat adalah antara dua waktu tersebut. Inilah yang disebut dengan waktu ikhtiyar menurut Syafi’iyah. (Lihat Al Iqna’, 1: 197)
Sedangkan dalam hadits ‘Abdullah bin ‘Amr disebutkan “Waktu Ashar masih terus ada selama matahari belum menguning”,
Dalam hadits Abu Hurairah disebutkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ أَدْرَكَ رَكْعَةً مِنَ الْعَصْرِ قَبْلَ أَنْ تَغْرُبَ الشَّمْسُ فَقَدْ أَدْرَكَ الْعَصْرَ
“Barangsiapa yang mendapati satu raka’at shalat ‘Ashar sebelum matahari tenggelam maka ia telah mendapatkan shalat ‘Ashar”. (HR. Bukhari no. 579 dan Muslim no. 608).
Dari dalil-dalil di atas disimpulkan oleh ulama Syafi’iyah bahwa shalat ‘Ashar memiliki empat waktu:
(1) waktu fadhilah (utama) yaitu sampai panjang bayangan sama dengan dua kali panjang benda,
(2) waktu jawaz bi laa karohah (boleh dan tidak makruh), yaitu mulai ketika panjang bayangan telah dua kali panjang benda hingga matahari menguning,
(3) waktu karohah (makruh), yaitu mulai saat matahari menguning hingga mendekati tenggelam,
(4) waktu tahrim (haram), yaitu mengakhirkan waktu shalat hingga waktu yang tidak diperkenankan.
Semua shalat yang dikerjakan pada waktu-waktu di atas dinamakan adaa-an (bukan qodho’). Demikian penjelasan dalam Kifayatul Akhyar, hal. 80 dan juga disinggung dalam Al Iqna’, 1: 197 yang menyebutkan sampai tujuh waktu.
Shalat yang dilakukan menjelang matahari tenggelam, itulah shalatnya orang munafik. Dalam hadits Anas disebutkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
تِلْكَ صَلاَةُ الْمُنَافِقِ يَجْلِسُ يَرْقُبُ الشَّمْسَ حَتَّى إِذَا كَانَتْ بَيْنَ قَرْنَىِ الشَّيْطَانِ قَامَ فَنَقَرَهَا أَرْبَعًا لاَ يَذْكُرُ اللَّهَ فِيهَا إِلاَّ قَلِيلاً
“Itulah shalat orang munafik. Ia duduk menanti matahari di antara dua tanduk setan lalu ia berdiri dan melaksanakan shalat empat raka’at dengan cepat. Tidaklah ia mengingat Allah kecuali sedikit.”(HR. Muslim no. 622).
Disunnahkan shalat ‘Ashar dilakukan segera mungkin di awal waktu. Hal ini berdasarkan hadits Anas,
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – يُصَلِّى الْعَصْرَ وَالشَّمْسُ مُرْتَفِعَةٌ حَيَّةٌ
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah melaksanakan sholat ‘ashar ketika matahari masih tinggi, tidak berubah sinar dan panasnya.” (HR. Bukhari no. 550 dan Muslim no. 621).
Hal di atas lebih ditekankan lagi ketika cuaca mendung agar tidak terjadi kesamaran dalam pengerjaan shalat ‘Ashar tersebut. Jika tidak malah dikerjakan di luar waktu atau dilakukan saat matahari telah menguning. Dari Abul Malih, ia mengatakan,
كُنَّا مَعَ بُرَيْدَةَ فِى غَزْوَةٍ فِى يَوْمٍ ذِى غَيْمٍ فَقَالَ بَكِّرُوا بِصَلاَةِ الْعَصْرِ فَإِنَّ النَّبِىَّ – صلى الله عليه وسلم – قَالَ « مَنْ تَرَكَ صَلاَةَ الْعَصْرِ فَقَدْ حَبِطَ عَمَلُهُ
“Kami pernah bersama Buraidah pada saat perang di hari yang mendung. Kemudian ia berkata, “Segerakanlah shalat ‘Ashar karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang meninggalkan shalat ‘Ashar maka terhapuslah amalnya”. (HR. Bukhari no. 553).
-bersambung insya Allah-
@ Sakan 27 Jami’ah Malik Su’ud, Riyadh, KSA, 17 Dzulhijjah 1433 H
Assalaamualaikum, mau tanya ustadz, jika Kita baru mendapat kesempatan sholat ashar 10 menit menjelang maghrib, apa kita boleh melakukan qoshor sholat ashar, terimakasih
“Barangsiapa
yang meninggalkan shalat ashar maka sungguh amalannya telah terhapus.” (HR.Al-Bukhari no. 553)
Penjelasan ringkas:
Maksud dari amalannya telah terhapus tsb adalah sehari itu. Jadi kalau dia
melakukan amalan apapun sehari itu tetapi tidak shalat ashar maka hapuslah
amalannya. Puasa, melaksanakan qurban atau pergi haji tetapi tidak shalat
ashar, maka hapuslah amalannya.
Assalamu’alaikum warahmatullahiwabarakatuh. Bagaimana kalau sering sholat Ashar terlambat, bahkan di dalam waktu maghrib? Dikarenakan pekerjaan. Apa hukumnya? Diterimakah sholat yang seperti itu? Apakah ini termasuk yang dinamakan meninggalkan sholat Ashar? Terima kasih. Wassalamu’alaikum warahmatullahiwabarakatuh.
Wa’alaikumussalam wa rahmatullah wa barakatuh. Itu kerjaan orang-orang yang disebut dalam ayat: fa wailul lil mushollin, alladzinaa hum ‘an sholatihim saahun
2012/11/3 Disqus
Assalamualaikum pak ustad, karena terbentur jam kerja saya dan teman2 shalat ashar pada pukul 16.30-17.00 bagaimanakah sebaiknya
Wa’alaikumussalam. Coba lihat penjelasan di atas, lihat keadaan matahari, masuk waktu apa jam segitu. krn setiap daerah waktu shalatnya berbeda2.