Muamalah

Iklan yang Bermasalah

Islam memperhatikan aturan, bukan hanya mengandalkan hasil yang besar. Dalam berdagang atau berniaga tidak boleh bagi kita menempuh jalan yang terlarang. Tidak seperti yang kita perhatikan saat ini, segala jalan ditempuh demi meraih profit yang besar, yang penting dagangan laris walau disupport dengan iklan yang bermasalah dari sisi syari’at. Padahal walau sedikit hasil yang diperoleh namun barokah karena menempuh jalan halal, itu lebih utama dan akan menuai pahala.

Tempuhlah Jalan yang Halal

Sebagian orang menyatakan bahwa mencari yang haram saja sulit, apalagi yang halal. Ini jelas keliru, karena begitu banyak jalan kebaikan yang diberikan oleh Allah. Namun demikianlah dikabarkan oleh Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam-, tidak ada yang peduli lagi halal dan haram di zaman-zaman saat ini. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لَيَأْتِيَنَّ عَلَى النَّاسِ زَمَانٌ لاَ يُبَالِي الْمَرْءُ بِمَا أَخَذَ الْمَالَ أَمِنْ حَلاَلٍ أَمْ مِنْ حَرَامٍ

Sungguh akan datang kepada manusia suatu masa, yaitu seseorang tidak lagi peduli dari mana dia mendapatkan harta, dari jalan halal ataukah (yang) haram“. (HR. Bukhari no. 2083)

Padahal kita diperintahkan untuk menempuh jalan yang halal dalam mengais rizki. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا اللَّهَ وَأَجْمِلُوا فِى الطَّلَبِ فَإِنَّ نَفْسًا لَنْ تَمُوتَ حَتَّى تَسْتَوْفِىَ رِزْقَهَا وَإِنْ أَبْطَأَ عَنْهَا فَاتَّقُوا اللَّهَ وَأَجْمِلُوا فِى الطَّلَبِ خُذُوا مَا حَلَّ وَدَعُوا مَا حَرُمَ

Wahai umat manusia, bertakwalah engkau kepada Allah, dan tempuhlah jalan yang baik dalam mencari rezeki, karena sesungguhnya tidaklah seorang hamba akan mati, hingga ia benar-benar telah mengenyam seluruh rezekinya, walaupun terlambat datangnya. Maka bertakwalah kepada Allah, dan tempuhlah jalan yang baik dalam mencari rezeki. Tempuhlah jalan-jalan mencari rezeki yang halal dan tinggalkan yang haram.” (HR. Ibnu Majah no. 2144, dikatakan shahih oleh Syaikh Al Albani).

Prinsip Jual Beli yang Mesti Dihindari

Di antara aturan jual beli yang ditetapkan Islam yang mesti diperhatikan adalah menjauhi prinsip tolong menolong dalam dosa dan maksiat. Prinsip ini disebutkan dalam ayat, Allah Ta’ala berfirman,

وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ

Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.” (QS. Al Maidah: 2). Prinsip ini dapat kita terapkan dalam masalah mempromosikan suatu produk dalam jual beli. Artinya, seorang muslim tidaklah boleh mempromosikan hal-hal yang diharamkan. Di antara bentuknya misalnya menyebarkan perbuatan faahisyah (keji) seperti buka-bukaan aurat atau hal yang menjurus pada zina. Allah Ta’ala berfirman,

إِنَّ الَّذِينَ يُحِبُّونَ أَنْ تَشِيعَ الْفَاحِشَةُ فِي الَّذِينَ آَمَنُوا لَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ فِي الدُّنْيَا وَالْآَخِرَةِ وَاللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ

Sesungguhnya orang-orang yang ingin agar (berita) perbuatan yang amat keji itu tersiar di kalangan orang-orang yang beriman, bagi mereka azab yang pedih di dunia dan di akhirat. Dan Allah mengetahui, sedang, kamu tidak mengetahui” (QS. An Nur: 19).

Dengan mengindahkan prinsip ini, maka jual beli yang kita lakukan niscaya akan menuai keberkahan. Beda dengan sebaliknya. Sebagaimana Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam jelaskan pada orang yang memegang prinsip jujur ketika berdagang, “Orang yang bertransaksi jual beli masing-masing memilki hak khiyar (membatalkan atau melanjutkan transaksi) selama keduanya belum berpisah. Jika keduanya jujur dan terbuka, maka keduanya akan mendapatkan keberkahan dalam jual beli, tapi jika keduanya berdusta dan tidak terbuka, maka keberkahan jual beli antara keduanya akan hilang.” (HR. Bukhari no. 2079 dan Muslim no. 1532).

Iklan yang Terlarang

Kali ini kita akan melihat apa saja bentuk iklan atau promosi yang terlarang yang di antaranya termasuk dalam prinsip tolong menolong dalam dosa dan menyebarkan fahisyah (kekejian):

1- Iklan produk-produk haram seperti minuman keras (khomr), alat musik, dan pakaian tabarruj (berhias diri) bagi wanita.

2- Iklan wisata yang mempromosikan tempat-tempat yang terdapat keharaman dan kemungkaran seperti ikhtilath (campur baur pria-wanita), buka-bukaan aurat dan khomr (minuman keras).

3- Iklan dari lembaga riba, judi dan pekerjaan yang haram seperti iklan bank, asuransi dan industri yang menghasilkan produk haram.

4- Iklan yang memuat acara bid’ah dan acara yang mengandung tasyabbuh dengan orang kafir seperti iklan maulid nabi, malam nishfu sya’ban, ulang tahun dan natalan.

5- Iklan yang memasang gambar wanita dan gambar makhluk yang memiliki ruh yang dilukis dengan tangan.

6- Iklan yang mempromosikan muktamar atau konferensi yang membicarakan hal-hal yang menyelisihi syari’at.

7- Iklan yang memuji terlalu berlebihan terhadap mayit khususnya non muslim.

Mengenai point terlarang ada keterangan menarik dari fatwa Syaikh Sholih bin Fauzan bin ‘Abdillah Al Fauzan, anggota Al Lajnah Ad Daimah dan ulama senior di Kerajaan Saudi Arabia. Beliau ditanya mengenai hukum belasungkawa pada iklan di koran dan ucapan terima kasih atas bela sungkawa serta hukum mengumumkan kematian seseorang.

Syaikh Sholih Al Fauzan -semoga Allah menjaga dan memberkahi umur beliau- menjawab, “Iklan di koran yang berisi pengumuman meninggalnya seseorang jika untuk tujuan yang benar yaitu untuk memberitahukan kepada manusia atas meninggalnya seorang muslim, supaya mereka bisa menghadiri shalat jenazahnya dan mendoakannya, dan  bisa memberitahukan pula bahwa siapa yang memiliki utang atau hak untuk segera ditagih atau dimaafkan, maka jika maksudnya seperti ini, dibolehkan. Akan tetapi tidak boleh berlebihan dalam menyebarkan iklan semacam itu dengan menerbitkan full satu koran. Karena seperti ini akan menghabiskan harta yang banyak pada hal yang tidak urgent. Dan tidak boleh menuliskan ayat (yang artinya), “Hai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya. Maka masuklah ke dalam jama’ah hamba-hamba-Ku, masuklah ke dalam surga-Ku.” (QS. Al Fajr: 27-30). Karena hal ini berarti mentazkiyah mayit dan sama saja menyatakan ia adalah penduduk surga, ini tidak boleh. Ini berarti kita telah mendahului ketetapan Allah atau seperti mengerti perkara ghoib. Jadi tidak boleh kita menghukumi satu orang sebagai penduduk surga melainkan dengan dalil dari Al Qur’an atau hadits. Kita berdo’a kebaikan untuknya namun tidak boleh memastikan bahwa ia adalah penduduk surga.” (Al Muntaqo min Fatawa Syaikh Sholih Al Fauzan, 2: 159).

Allahummak-finaa bi halaalika ‘an haroomika, wa agh-ninaa bi fadh-lika ‘amman siwaak (Ya Allah, limpahkanlah kecukupan kepada kami dengan rizqi-Mu yang halal dari memakan harta yang Engkau haramkan, dan cukupkanlah kami dengan kemurahan-Mu dari mengharapkan uluran tangan selain-Mu).

Wallahu waliyyut taufiq.

@ Sakan 27 Jami’ah Malik Su’ud, Riyadh, KSA, 24 Dzulqo’dah 1433 H

www.rumaysho.com

Baca Juga:

Artikel yang Terkait

5 Komentar

  1. ustadz, gimana menurut ustadz mengenai bazar (jual beli takzil) di bulan suci ramadhan yang digelar di halaman masjid jami’, karna ini terjdi di masjid agung serang banten ??? terimaksaih pendaptnya.

  2. Ustadz klo orang yg kerja di Percetakan bagaimana ? klo suruh nyetak banner yg tidak sesuai kaidah diatas ? BaarakAllahu Fiik,,

  3. ust bagaimana memasang iklan atau menyebar brosur iklan di masjid? atau misal menyimpan iklan di buletin jumat….

    1. Sbaiknya tdk, krn itu adl perantara menuju jual beli dan jual beli terlarang di masjid
      Muhammad Abduh Tuasikal
      Rumaysho.com via Iphone 4

      في ١٢‏/١٠‏/٢٠١٢، الساعة ٣:٤٣ م، كتب “Disqus” :

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button