Khutbah Jumat: Fikih Ringkas Puasa Syawal
Khutbah Jumat kali ini menerangkan tentang fikih ringkas puasa Syawal.
Khutbah Pertama
الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي هَدَانَا لِهَذَا وَمَا كُنَّا لِنَهْتَدِيَ لَوْلَا أَنْ هَدَانَا اللَّهُ لَقَدْ جَاءَتْ رُسُلُ رَبِّنَا بِالْحَقِّ وَنُودُوا أَنْ تِلْكُمُ الْجَنَّةُ أُورِثْتُمُوهَا بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ
وَأَشْهَدُ أَن لاَّ إِلَهَ إِلاَّ الله وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ
اللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى مُحَمَّدٍ، وَعَلَى أٰلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ وَالاَهُ أَمَّابَعْدُ؛
فَإنِّي أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِي بِتَقْوَى اللهِ ، الْقَائِلِ فِي كِتَابِهِ الْقُرْآن
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,
Mengawali khutbah kali ini, khatib berwasiat kepada diri khatib pribadi dan para jamaah sekalian agar kita senantiasa meningkatkan kualitas keimanan dan ketakwaan kepada Allah Ta’ala dengan menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Karena kita itu semakin mulia dengan takwa.
Ayat yang patut jadi renungan saat ini adalah firman Allah Ta’ala,
يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَى وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ
“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling taqwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (QS. Al Hujurat: 13)
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya, “Siapakah orang yang paling mulia?” “Yang paling mulia di sisi Allah adalah yang paling bertakwa di antara mereka”, jawab Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam. Orang tersebut berkata, “Bukan itu yang kami tanyakan”. “Manusia yang paling mulia adalah Yusuf, nabi Allah, anak dari Nabi Allah, anak dari nabi Allah, anak dari kekasih-Nya”, jawab beliau. Orang tersebut berkata lagi, “Bukan itu yang kami tanyakan”. “Apa dari keturunan Arab?”, tanya beliau. Mereka menjawab, “Iya betul”. Beliau bersabada,
فَخِيَارُكُمْ فِى الْجَاهِلِيَّةِ خِيَارُكُمْ فِى الإِسْلاَمِ إِذَا فَقِهُوا
“Yang terbaik di antara kalian di masa jahiliah adalah yang terbaik dalam Islam jika dia itu fakih (paham agama).” (HR. Bukhari, no. 4689)
Yang bertakwa tentulah dari yang memahami agama. Semakin seseorang memahami agama, ketakwaannya akan semakin meningkat.
Shalawat dan salam semoga tercurah kepada Nabi mulia, suri tauladan kita, Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, keluarga, dan para sahabatnya.
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,
Kali ini kita berada di bulan Syawal. Bulan kesepuluh dari bulan hijriyah. Mudah-mudahan di bulan ini, kita meneruskan lagi ibadah kita di bulan Ramadhan.
Mudah-mudahan shalat lima waktu terus jalan.
Mudah-mudahan shalat berjamaah ke masjid semakin dijaga.
Mudah-mudahan kesibukan dunia tidak melalaikan kita dari shalat sunnah dan puasa sunnah.
Mudah-mudahan tilawah Al-Qur’an dengan membaca surah Al-Kahfi di hari Jumat dan khatam Al-Qur’an tetap jadi target bakda Ramadhan.
Kali ini pun khatib mengingatkan pada suatu amalan yang bisa dikerjakan untuk semakin menyempurnakan ibadah puasa Ramadhan yaitu puasa enam hari di bulan Syawal.
Dari Abu Ayyub Al-Anshary radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ صَامَ رَمَضَانَ ثُمَّ أَتْبَعَهُ سِتًّا مِنْ شَوَّالٍ كَانَ كَصِيَامِ الدَّهْرِ
“Siapa yang melakukan puasa Ramadhan lantas ia ikutkan dengan puasa enam hari di bulan Syawal, maka itu seperti berpuasa setahun penuh.” (HR. Muslim, no. 1164).
Imam Nawawi rahimahullah menyatakan bahwa dalil ini adalah dalil yang sahih dan tegas (sharih). Beliau mengatakan bahwa ini dijadikan dalil dalam madzhab Syafii, Ahmad, dan Daud serta yang sejalan dengan mereka tentang disunnahkannya puasa enam hari di bulan Syawal. Lihat Al-Minhaj Syarh Shahih Muslim, 8:51.
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,
Ada dua hal yang ingin disampaikan terkait puasa Syawal yang pertama mengenai fikih ringkas puasa syawal, lalu mengenai pelajaran penting dari puasa Syawal.
Fikih ringkas puasa Syawal
- Hukum puasa Syawal itu sunnah, bukan wajib.
- Lebih afdhal melakukan puasa Syawal langsung setelah Idulfitri agar lebih cepat tertunaikan dan tidak ada penghalang yang akan menghalangi belakangan.
- Lebih afdhal melakukan puasa Syawal berturut-turut.
- Puasa Syawal boleh dilakukan secara terpisah (tidak berturut-turut) dan boleh tidak di awal Syawal.
- Puasa Ramadhan diikutkan dengan puasa enam hari di bulan Syawal sama dengan puasa setahun penuh.
- Boleh melaksanakan puasa Syawal di akhirnya, yang penting masih di bulan Syawal.
- Terkhusus yang luput dari puasa Ramadhan dan ia melakukan puasa Syawal, maka ia tidak mendapatkan pahala puasa setahun seperti yang disebut dalam hadits. Untuk keadaan seperti ini disarankan untuk menyempurnakan puasa Ramadhan dahulu dengan membayar qadha’ puasa lalu melaksanakan puasa Syawal.
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,
Pelajaran dari puasa Syawal
1. Puasa Syawal akan menggenapkan ganjaran berpuasa setahun penuh
Dalam hadits yang sudah disebutkan sebelumya,
مَنْ صَامَ رَمَضَانَ ثُمَّ أَتْبَعَهُ سِتًّا مِنْ شَوَّالٍ كَانَ كَصِيَامِ الدَّهْرِ
“Barang siapa yang berpuasa Ramadhan kemudian berpuasa enam hari di bulan Syawal, maka dia berpuasa seperti setahun penuh.” (HR. Muslim, no. 1164).
Para ulama mengatakan bahwa berpuasa seperti setahun penuh asalnya karena setiap kebaikan semisal dengan sepuluh kebaikan. Bulan Ramadhan (puasa sebulan penuh) sama dengan (berpuasa) selama sepuluh bulan (30 x 10 = 300 hari = 10 bulan) dan puasa enam hari di bulan Syawal sama dengan (berpuasa) selama dua bulan (6 x 10 = 60 hari = 2 bulan). (Lihat Al-Minhaj Syarh Shahih Muslim, 8:56).
3. Melakukan puasa Syawal merupakan tanda diterimanya amalan puasa Ramadhan
Jika Allah Subhanahu wa Ta’ala menerima amalan seorang hamba, maka Dia akan menunjuki pada amalan saleh selanjutnya. Jika Allah menerima amalan puasa Ramadhan, maka Allah akan tunjuki untuk melakukan amalan saleh lainnya, di antaranya puasa enam hari di bulan Syawal. Lihat Lathaif Al-Ma’arif, hlm. 388.
4. Melaksanakan puasa Syawal adalah sebagai bentuk syukur pada Allah
Nikmat apakah yang disyukuri? Yaitu nikmat ampunan dosa yang begitu banyak di bulan Ramadhan. Bukankah kita telah ketahui bahwa melalui amalan puasa dan shalat malam selama sebulan penuh adalah sebab datangnya ampunan Allah, begitu pula dengan amalan menghidupkan malam lailatul qadr di akhir-akhir bulan Ramadhan?!
Ingatlah bahwa rasa syukur haruslah diwujudkan setiap saat dan bukan hanya sekali saja ketika mendapatkan nikmat. Namun, setelah mendapatkan satu nikmat kita butuh pada bentuk syukur yang selanjutnya. Ada bait sya’ir yang cukup bagus:
إِذَا كَانَ شُكْرِي نِعْمَةَ اللهِ نِعْمَةً
عَلَيَّ لَهُ فِي مِثْلِهَا يَجِبُ الشُّكْرُ
فَكَيْفَ بُلُوْغُ الشُّكْرِ إِلاَّ بِفَضْلِهِ
وَ إِنْ طَالَتْ الأَيَّامُ وَ اتَّصَلَ العُمْرُ
Jika syukurku atas nikmat Allah adalah suatu nikmat,
wajib atasku untuk bersyukur pula atasnya.
Bagaimana mungkin kita dapat bersyukur kecuali dengan karunia-Nya?
Meskipun hari semakin panjang dan umur terus bertambah.
5. Melaksanakan puasa Syawal menandakan bahwa ibadahnya kontinu dan bukan musiman saja
Ada yang bertanya kepada Bisyr, “Ada kaum yang rajin ibadah dan bersemangat sekali di bulan Ramadhan.” Bisyr menjawab,
بِئْسَ القَوْمُ لاَ يَعْرِفُوْنَ اللهَ حَقًّا إِلاَّ فِي شَهْرِ رَمَضَانَ إِنَّ الصَّالِحَ الَّذِي يَتَعَبَّدُ وَ يَجْتَهِدُ السَّنَةَ كُلَّهَا
“Sejelek-jelek kaum adalah yang mengenal Allah di bulan Ramadhan saja. Ingat, orang yang saleh yang sejati adalah yang beribadah dengan sungguh-sungguh sepanjang tahun.” (Lathaif Al-Ma’arif, hlm. 390)
Asy-Syibliy pernah ditanya, ”Bulan manakah yang lebih utama, Rajab, ataukah Syakban?” Beliau pun menjawab, “Jadilah rabbaniyyin dan janganlah menjadi Syakbaniyyin.” Maksudnya adalah jadilah hamba rabbaniy yang rajin ibadah di setiap bulan sepanjang tahun dan bukan hanya di bulan Syakban saja. Kami (penulis) juga dapat mengatakan, “Jadilah rabbaniyyin dan janganlah menjadi Ramadhaniyyin.” (Lihat Lathaif Al-Ma’arif, 390).
Al-Hasan Al-Bashri rahimahullah berkata bahwa Allah tidak menjadikan batasan waktu untuk beramal bagi seorang mukmin kecuali kematian. Lantas beliau membaca firman Allah Ta’ala,
وَاعْبُدْ رَبَّكَ حَتَّى يَأْتِيَكَ الْيَقِينُ
“Dan sembahlah Rabbmu sampai datang kepadamu kematian.” (QS. Al-Hijr: 99). Lihat Lathaif Al-Ma’arif, hlm. 392.
Perhatikanlah perkataan Ibnu Rajab berikut, “Yang sangat bagus adalah mengikutkan ketaatan setelah melakukan ketaatan sebelumnya. Sedangkan yang paling jelek adalah melakukan kejelekan setelah sebelumnya melakukan amalan ketaatan. Ingatlah bahwa satu dosa yang dilakukan setelah bertaubat lebih jelek dari 70 dosa yang dilakukan sebelum bertaubat.” (Lathaif Al-Ma’arif, hlm. 393).
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,
Hadirin yang semoga dirahmati Allah, dengan berhasilnya kita melalui tempaan diri di bulan Ramadhan, kita dapat menjadi pribadi yang lebih baik dalam beribadah kepada Allah, dan membawa kebaikan sosial yang lebih baik dalam kehidupan kita.
أَقُوْلُ قَوْلِيْ هٰذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ، فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ
Khutbah Kedua
اَلْحَمْدُ للهِ وَكَفَى، وَأُصَلِّيْ وَأُسَلِّمُ عَلَى مُحَمَّدٍ الْمُصْطَفَى، وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَهْلِ الْوَفَا. أَشْهَدُ أَنْ لَّا إِلهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ أَمَّا بَعْدُ،
فَيَا أَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ، أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ الْعَلِيِّ الْعَظِيْمِ وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ عَظِيْمٍ، أَمَرَكُمْ بِالصَّلَاةِ وَالسَّلَامِ عَلَى نَبِيِّهِ الْكَرِيْمِ فَقَالَ: إِنَّ اللهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ، يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا،
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ
اَللّٰهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ والْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ الْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ،
اللهم ادْفَعْ عَنَّا الْبَلَاءَ وَالْغَلَاءَ وَالْوَبَاءَ وَالْفَحْشَاءَ وَالْمُنْكَرَ وَالْبَغْيَ وَالسُّيُوْفَ الْمُخْتَلِفَةَ وَالشَّدَائِدَ وَالْمِحَنَ، مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ، مِنْ بَلَدِنَا هَذَا خَاصَّةً وَمِنْ بُلْدَانِ الْمُسْلِمِيْنَ عَامَّةً، إِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ
رَبّنَا لاَتُؤَاخِذْ نَا إِنْ نَسِيْنَا أَوْ أَخْطَأْنَا رَبّنَا وَلاَ تَحْمِلْ عَلَيْنَا إِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهُ عَلَى الّذِيْنَ مِنْ قَبْلِنَا رَبّنَا وَلاَ تًحَمّلْنَا مَالاَ طَاقَةَ لَنَا بِهِ وَاعْفُ عَنّا وَاغْفِرْ لَنَا وَارْحَمْنَا أَنْتَ مَوْلاَنَا فَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِيْنَ.
اللَّهُمَّ إنَّا نَسْأَلُكَ الهُدَى ، والتُّقَى ، والعَفَافَ ، والغِنَى
اللهمّ أحْسِنْ عَاقِبَتَنَا فِي الأُمُورِ كُلِّهَا، وَأجِرْنَا مِنْ خِزْيِ الدُّنْيَا وَعَذَابِ الآخِرَةِ
رَبَنَا ءَاتِنَا فِي الدّنْيَا حَسَنَةً وَفِي اْلأَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النّارِ. والحمد لله رب العالمين
عِبَادَ اللهِ، إنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإحْسَانِ وَإِيْتَاءِ ذِي الْقُرْبَى ويَنْهَى عَنِ الفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالبَغْيِ، يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ
—
Jumat, 2 Syawal 1442 H, 14 Mei 2021 @ Darush Sholihin, Panggang, Gunungkidul DIY
Silakan unduh khutbah Jumatnya: