Zakat

Kriteria Fakir dan Miskin Sebagai Penerima Zakat

Apa kriteria fakir dan miskin sebagai penerima zakat? Ada yang sampai mengatakan bahwa kalau sudah punya smart phone berarti tak lagi dikategorikan fakir miskin.

Baca juga: Panduan Zakat Maal Ringkas

Pertama: Ingat bahwa zakat itu diserahkan terbatas kepada delapan golongan.

Allah Ta’ala berfirman,

إِنَّمَا الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَاءِ وَالْمَسَاكِينِ وَالْعَامِلِينَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ وَفِي الرِّقَابِ وَالْغَارِمِينَ وَفِي سَبِيلِ اللَّهِ وَابْنِ السَّبِيلِ فَرِيضَةً مِنَ اللَّهِ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ

Sesungguhnya zakat-zakat itu hanya untuk: (1) orang-orang fakir, (2) orang-orang miskin, (3) amil zakat, (4) para muallaf yang dibujuk hatinya, (5) untuk (memerdekakan) budak, (6) orang-orang yang terlilit utang, (7) untuk jalan Allah, dan (8) untuk mereka yang sedang terputus perjalanan jauh (untuk melanjutkan perjalanan), sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah. Allah Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana.” (QS. At-Taubah: 60)

Baca juga: Golongan Penerima Zakat (1)

 

Kedua: Apa yang dimaksud fakir dan miskin?

  1. Fakir, yaitu orang yang tidak punya harta dan tidak punya pekerjaan untuk mencukupi. Misalnya, kebutuhan pokoknya adalah sepuluh, ia hanya bisa mencukupi empat atau kurang dari itu.
  2. Miskin, yaitu orang yang belum bisa memenuhi kebutuhan pokoknya. Misalnya, kebutuhan pokoknya adalah sepuluh, ia baru bisa memenuhi enam, tujuh, delapan, atau sembilan.

Lihat Nail Ar-Raja’ bi Syarh Safinah An-Naja’, hlm. 344-345.

 

Ketiga: Orang yang memiliki perahu bisa masuk dalam kategori miskin

Menurut Syaikh Prof. Dr. Muhammad Az-Zuhaily, orang fakir itu tidak memiliki harta dan pekerjaan atau ia memiliki harta dan pekerjaan tetapi tidak bisa mencukupi kebutuhan makan, pakaian, tempat tinggal dan kebutuhan pokok yang layak. Semisal kebutuhannya orang fakir itu sepuluh. Ia hanya bisa memenuhi dua atau tiganya saja. Adapun orang miskin adalah orang yang punya pekerjaan yang layak namun tidak bisa memenuhi kebutuhan makan, pakaian, tempat tinggal, dan hajatnya. Hajat yang dimaksud adalah kebutuhan keluarga yang ia tanggung nafkahnya. Semisal kebutuhannya itu sepuluh. Ia hanya bisa memenuhi tujuh atau delapannya. Dari sini, kita bisa pahami bahwa keadaan fakir lebih susah dibanding miskin.

Ada yang memiliki perahu bisa masuk dalam kategori miskin seperti dalam kisah Khidr dan Musa pada ayat,

أَمَّا ٱلسَّفِينَةُ فَكَانَتْ لِمَسَٰكِينَ يَعْمَلُونَ فِى ٱلْبَحْرِ فَأَرَدتُّ أَنْ أَعِيبَهَا وَكَانَ وَرَآءَهُم مَّلِكٌ يَأْخُذُ كُلَّ سَفِينَةٍ غَصْبًا

Adapun bahtera itu adalah kepunyaan orang-orang miskin yang bekerja di laut, dan aku bertujuan merusakkan bahtera itu, karena di hadapan mereka ada seorang raja yang merampas tiap-tiap bahtera.” (QS. Al-Kahfi: 79). Berarti orang miskin itu memiliki sesuatu untuk memenuhi kebutuhannya, tetapi belum mencukupi.

Pemenuhan kebutuhan fakir dan miskin mencakup kebutuhan nikah dan kebutuhan buku pelajaran untuk belajar dan mengajar. Lihat bahasan Al-Mu’tamad fii Al-Fiqh Asy-Syafii, 2:106-108.

Dari penjelasan di atas, diikhtisarkan bahwa pengemudi ojek daring (online), begitu pula para pekerja yang di-PHK bisa termasuk golongan fakir atau miskin dalam kondisi pandemi saat ini, sehingga mereka berhak menerima zakat.

Baca juga: Zakat untuk Pengemudi Ojek Daring dan Mereka yang Di-PHK

Bagaimana yang punya smartphone zaman ini, apakah tidak boleh disebut miskin?

Apakah orang yang memiliki smart phone bisa masuk kategori miskin? Jawabnya, bisa saja termasuk miskin bila kebutuhan pokok lainnya tidak terpenuhi. Smart phone di zaman ini bisa jadi masuk dalam kebutuhan pokok karena menjadi kebutuhan anak sekolah. Sehingga kebutuhan pokok yang dimaksud tergantung zaman dan tempat masing-masing. Wallahu a’lam.

Baca juga:

  1. Golongan Penerima Zakat (2)
  2. Golongan Penerima Zakat (3)
  3. Zakat kepada Kerabat yang Janda

Semoga manfaat penjelasan kali ini.

 

Referensi:

  • Al-Mu’tamad fii Al-Fiqh Asy-Syafi’i. Cetakan kelima, Tahun 1436 H. Prof. Dr. Muhammad Az-Zuhaily. Penerbit Darul Qalam.
  • Nail Ar-Raja’ bi Syarh Safinah An-Naja’. Cetakan pertama, Tahun 1439 H. As-Sayyid Ahmad bin ‘Umar Asy-Syathiri. Penerbit Dar Al-Minhaj.

Sabtu siang, 19 Ramadhan 1442 H, 1 Mei 2021 @ Darush Sholihin, Panggang, Gunungkidul DIY

Muhammad Abduh Tuasikal

Artikel Rumaysho.Com

Artikel yang Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button