Aqidah

Syarhus Sunnah: Keutamaan Abu Bakar Ash-Shiddiq

Sahabat yang penting adalah khalifah pertama, Abu Bakar Ash-Shiddiq. Apa saja keutamaan dari Abu Bakar Ash-Shiddiq?

Imam Al-Muzani rahimahullah berkata ,

وَيُقَالُ بِفَضْلِ خَلِيْفَةِ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَبِيْ بَكْرٍ الصِّدِّيْقِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ فَهُوَ أَفْضَلُ الخَلْقِ وَأَخْيَرُهُمْ بَعْدَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

“Dan dikatakan tentang keutamaan Khalifah (pengganti) Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam: Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu adalah manusia terbaik dan terpilih sepeninggal Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.”

Keutamaan Sahabat Abu Bakar

Pertama: Abu Bakar adalah manusia terbaik setelah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sejak Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam masih hidup.

Dari Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata,

كُنَّا نُخَيِّرُ بَيْنَ النَّاسِ فِي زَمَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَنُخَيِّرُ أَبَابَكْرٍ، ثُمَّ عُمَرَ بْنَ الخَطَّابِ، ثُمَّ عُثْمَانَ بْنَ عَفَّانَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ

Kami (para sahabat) pernah menilai orang terbaik di zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka kami dapatkan yang terbaik adalah Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu , kemudian Umar bin Al-Khaththab radhiyallahu ‘anhu, kemudian ‘Utsman bin ‘Affan, mudah-mudahan Allah meridhai mereka semua.” (HR. Bukhari, no. 3655)

‘Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu pernah ditanya oleh putranya Muhammad bin Al-Hanafiyyah, ia berkata,

قُلْتُ لِأَبِي أَيُّ النَّاسِ خَيْرٌ بَعْدَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ؟ قَالَ : أَبُو بَكْرٍ،قُلْتُ: ثُمَّ مَنْ؟ قَالَ : ثُمَّ عُمَرُ،وَخَشِيتُ أَنْ يَقُولَ عُثْمَانُ، قُلْتُ: ثُمَّ أَنْتَ؟ قَالَ: مَا أَنَا إِلَّا رَجُلٌ مِنَ المُسْلِمِينَ.

“Aku bertanya kepada ayahku, siapa orang terbaik setelah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka ia menjawab, ‘Abu Bakar’. Aku pun bertanya lagi, ‘Kemudian siapa lagi setelah itu?’ Ia menjawab, ‘Kemudian ‘Umar.’ Aku khawatir bila ia akan menjawab ‘Utsman setelah itu. Aku pun segera memotongnya dengan bertanya, ‘Kemudian engkau?’ Ia menjawab, ‘Aku hanyalah seseorang dari kaum muslimin.’” (HR. Bukhari, no. 3671)

 

Kedua: Abu Bakar selalu menjadi orang kedua setelah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pada kesempatan-kesempatan khusus.

Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu mengatakan ketika hadir pada wafatnya Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu,

إِنْ كُنْتُ لَأَرْجُو أَنْ يَجْعَلَكَ اللَّهُ مَعَ صَاحِبَيْكَ، لِأَنِّي كَثِيرًا مَاكُنْتُ أَسْمَعُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ : كُنْتُ وَأَبُوبَكْرٍ وَعُمَرُ، وَفَعَلْتُ وَأَبُوبَكْرٍ وَعُمَرُ، وَانْطَلَقْتُ وَأَبُوبَكْرٍ وَعُمَرُ

Aku sangat berharap Allah akan mengumpulkanmu bersama dua sahabatmu (Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan Abu Bakar), sungguh sangat sering aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengisahkan, “Aku pernah bersama Abu Bakar dan Umar, aku telah mengerjakan bersama Abu Bakar dan Umar, aku telah pergi bersama Abu Bakar dan Umar.” (HR. Bukhari, no. 3677)

Saat terpenting adalah kebersamaan Abu Bakar ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berhijrah ke Madinah, hingga kesempatan ini terukir indah dalam Alquran dengan menyematkan kepadanya gelar sahabat. Allah Ta’ala berfirman,

إِلَّا تَنْصُرُوهُ فَقَدْ نَصَرَهُ اللَّهُ إِذْ أَخْرَجَهُ الَّذِينَ كَفَرُوا ثَانِيَ اثْنَيْنِ إِذْ هُمَا فِي الْغَارِ إِذْ يَقُولُ لِصَاحِبِهِ لَا تَحْزَنْ إِنَّ اللَّهَ مَعَنَا

“Jikalau kamu tidak menolongnya (Muhammad) maka sesungguhnya Allah telah menolongnya (yaitu) ketika orang-orang kafir (musyrikin Mekah) mengeluarkannya (dari Mekah) sedang dia salah seorang dari dua orang ketika keduanya berada dalam gua, di waktu dia berkata kepada temannya: “Janganlah kamu berduka cita, sesungguhnya Allah beserta kita.”  (QS. At-Taubah: 40)

Kejadian ini juga diceritakan sendiri oleh Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu dalam hadits yang sahih,

نَظَرْتُ إِلَى أَقْدَامِ الْمُشْرِكِينَ عَلَى رُءُوسِنَا وَنَحْنُ فِي الْغَارِ، فَقُلْتُ : يَارَسُولَ اللهِ لَوْ أَنَّ أَحَدَهُمْ نَظَرَ إِلَى قَدَمَيْهِ أَبْصَرَنَا تَحْتَ قَدَمَيْهِ، فَقَالَ : يَا أَبَابَكْرٍ مَاظَنُّكَ بِاثْنَيْنِ اللهُ ثَالِثُهُمَا

“Aku melihat kaki-kaki kaum musyrikin berada di atas kepala kami ketika kami di dalam gua, maka aku katakana, ‘Wahai Rasulullah, seandainya seorang dari mereka melihat ke arah kakinya, niscaya dia akan melihat kita di bawah kedua kakinya.’ Maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam , ‘Wahai Abu Bakar, apalah yang kau perkirakan terhadap dua orang yang Allah menjadi pihak ketiganya. Bagaimana pendapatmu tentang dua orang yang ditolong oleh Allah Azza wa Jalla sebagai pihak ketiga.’” (HR. Bukhari, no. 3653 dan Muslim, no. 2381)

 

Ketiga: Abu Bakar adalah orang yang paling dicintai oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam

Suatu ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menugaskan sahabat ‘Amru bin Al-‘Ash radhiyallahu ‘anhu untuk memimpin pasukan Dzatus Salasil, maka ia pun menghampiri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan bertanya,

أَيُّ النَّاسِ أَحَبُّ إِلَيْكَ؟ قَالَ : عَائِشَةُ، فَقُلْتُ : مِنَ الرِّجَالِ؟ فَقَالَ : أَبُوهَا، قُلْتُ : ثُمَّ مَنْ؟ قَالَ: ثُمَّ عُمَرُ بْنُ الخَطَّابِ, فَعَدَّ رِجَالًا

“Siapakah orang yang paling engkau cintai? Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, ‘Aisyah.’ Aku bertanya, ‘(Maksudku) dari kaum laki-laki?’ Beliau pun menjawab, ‘Ayahnya (yaitu Abu Bakar)’. Aku bertanya lagi, ‘Kemudian siapa lagi?’ Beliau menjawab, ‘Umar bin Khattab.’ Kemudian beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan beberapa orang yang dicintainya. (HR. Bukhari, no. 3662 dan Muslim, no. 2384)

Lebih dari itu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sampai berangan-angan seandainya beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam diizinkan oleh Allah untuk menjadikan seseorang sebagai khalil (kekasih) nya, niscaya Abu Bakar-lah yang pantas menyandang gelar tersebut.

Dalam hadits disebutkan,

لَوْ كُنْتُ مُتَّخِذًا خَلِيلًا لَاتَّخَذْتُ أَبَابَكْرٍ خَلِيلًا، وَلَكِنَّهُ أَخِي وَصَاحِبِي، وَقَدِ اتَّخَذَاللهُ ﻷصَاحِبَكُمْ خَلِيلًا

“Sekiranya aku diizinkan oleh Allah untuk menjadikan seseorang sebagai khalil (kekasih), niscaya aku jadikan Abu Bakar sebagai khalilku (kekasihku), akan tetapi ia adalah saudara dan sahabatku, sedangkan Allah telah menjadikan sahabat kalian ini (diriku) sebagai khalilnya. (HR. Bukhari, no. 3656 dan Muslim, no. 2383)

 

Keempat: Abu Bakar adalah orang yang paling bersemangat dalam beramal

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata,

قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ أَصْبَحَ مِنْكُمْ الْيَوْمَ صَائِمًا قَالَ أَبُو بَكْرٍ أَنَا قَالَ فَمَنْ تَبِعَ مِنْكُمْ الْيَوْمَ جَنَازَةً قَالَ أَبُو بَكْرٍ أَنَا قَالَ فَمَنْ أَطْعَمَ مِنْكُمْ الْيَوْمَ مِسْكِينًا قَالَ أَبُو بَكْرٍ أَنَا قَالَ فَمَنْ عَادَ مِنْكُمْ الْيَوْمَ مَرِيضًا قَالَ أَبُو بَكْرٍ أَنَا فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا اجْتَمَعْنَ فِي امْرِئٍ إِلَّا دَخَلَ الْجَنَّةَ

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya (kepada para sahabat), “Siapakah di antara kalian yang pada hari ini berpuasa?” Abu Bakar berkata, “Saya.”

Beliau bertanya lagi, “Siapakah di antara kalian yang hari ini sudah mengiringi jenazah?” Maka Abu Bakar berkata, “Saya.”

Beliau kembali bertanya, “Siapakah di antara kalian yang hari ini memberi makan orang miskin?” Maka Abu Bakar mengatakan, “Saya.”

Lalu beliau bertanya lagi, “Siapakah di antara kalian yang hari ini sudah mengunjungi orang sakit.” Abu Bakar kembali mengatakan, “Saya.”

Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun bersabda, “Tidaklah ciri-ciri itu terkumpul pada diri seseorang melainkan dia pasti akan masuk surga.” (HR. Muslim, no. 1028).

Abu Bakar Al-Muzani berkomentar tentang sahabat Abu Bakar Ash-Shiddiq radhiyallahu’anhu,

مَا فَاقَ أَبُوْ بَكْرٍ – رَضِيَ اللهُ عَنْهُ – أَصْحَابَ رَسُوْلُ اللهِ – صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – بِصَوْمٍ وَلاَ صَلاَةٍ ، وَلَكِنْ بِشَيْءٍ كَانَ فِي قَلْبِهِ ، قَالَ : الَّذِي كَانَ فِي قَلْبِهِ الحُبُّ للهِ – عَزَّ وَجَلَّ – ، وَالنَّصِيْحَةُ فِي خَلْقِهِ

“Tidaklah Abu Bakar itu melampaui para sahabat Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam (semata-mata) karena (banyaknya) mengerjakan puasa atau shalat, akan tetapi karena iman yang bersemayam di dalam hatinya.”

Mengomentari ucapan Al-Muzani tersebut, Ibnu ‘Aliyah mengatakan, “Sesuatu yang bersemayam di dalam hatinya adalah rasa cinta kepada Allah ‘azza wa jalla dan sikap nasihat (ingin terus memberi kebaikan) terhadap (sesama).” (Jami’ Al-’Ulum wa Al-Hikam oleh Ibnu Rajab, 1:225).

 

Kelima: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menjamin ketangguhan iman Abu Bakar

Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu menceritakan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

بَيْنَمَا رَاعٍ فِي غَنَمِهِ عَدَا عَلَيْهِ الذِّئْبُ، فَأَخَذَ مِنْهَا شَاةً فَطَلَبَهُ الرَّاعِي، فَالْتَفَتَ إِلَيْهِ الذِّئْبُ فَقَالَ : مَنْ لَهَا يَوْمَ السَّبُعِ، يَوْمَ لَيْسَ لَهَا رَاعٍ غَيْرِي؟ وَبَيْنَمَا رَجُلٌ يَسُوقُ بَقَرَةً قَدْ حَمَلَ عَلَيْهَا، فَالْتَفَتَتْ إِلَيْهِ فَكَلَّمَتْهُ، فَقَالَتْ : إِنِّي لَمْ أُخْلَقْ لِهَذَا وَلَكِنِّي خُلِقْتُ لِلْحَرْثِ. قَالَ النَّاسُ : سُبْحَانَ اللَّهِ، قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : فَإِنِّي أُومِنُ بِذَلِكَ، وَأَبُوبَكْرٍ، وَعُمَرُ بْنُ الخَطَّابِ

Ketika suatu hari seorang penggembala (dari Bani Israil) sedang bersama kambing gembalaannya, tiba-tiba seekor serigala datang memangsa seekor kambing, kemudian si penggembala berhasil merebutnya kembali, maka serigala tersebut menoleh sambil mengatakan, ‘Punya siapakah kambing-kambing itu nanti pada hari As-sab’u, hari ketika tidak ada yang menggembalakan selainku?’ (Kisah lain) ketika seseorang sedang menuntun seekor sapi yang telah ia pikulkan beban berat di atas punggungnya, maka sapi tersebut menoleh dan memprotesnya, ‘Aku tidak diciptakan untuk pekerjaan ini, aku hanya diciptakan untuk membajak tanah. Maka orang-orang (yang mendengar kisah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam terheran-heran sambil mengatakan), ‘Subhanallah, beliaupun bersabda, ‘Adapun aku, Abu Bakar, dan Umar, maka kami percaya dengan kisah ini.” (HR. Bukhari, no. 3663 dan Muslim, no. 2388)

Juga dibuktikan bagaimana Abu Bakar mempercayai berita Isra’ dan Mikraj.

Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata, “Ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam diperjalankan ke Masjidil Aqsha, maka orang-orang pun mulai memperbincangkannya. Sebagian orang yang sebelumnya beriman dan membenarkannya menjadi murtad, mereka pun datang menemui Abu Bakar Ash-Shiddiq radhiyallahu ‘anhu seraya berkata,

هَلْ لَكَ إِلَى صَاحِبِكَ يَزْعَمُ أَسْرَى بِهِ اللَّيْلَةَ إِلَى بَيْتِ المَقْدِسِ ؟

“Apakah engkau mengetahui kalau temanmu mengaku melakukan perjalanan pada malam hari ke Baitul Maqdis?”

Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu bertanya,

أَوْ قَالَ ذَلِكَ ؟

“Apakah ia mengatakan seperti itu?” “Iya”, jawabnya.

Abu Bakar berkata,

لَئِنْ كَانَ قَالَ ذَلِكَ لَقَدْ صَدَقَ

“Andai ia memang mengatakan seperti itu sungguh ia benar.”

Mereka berkata,

أَوْ تُصَدِّقُهُ أَنَّهُ ذَهَبَ اللَّيْلَةَ إِلَى بَيْتِ المَقْدِسِ وَ جَاءَ قَبْلَ أَنْ يُصْبِحَ ؟

“Apakah engkau mempercayainya bahwa ia pergi semalaman ke Baitul Maqdis dan sudah kembali pada pagi harinya?”

Abu Bakar menjawab,

نَعَمْ إِنِّي لَأُصَدِّقُهُ فِيْمَا هُوَ أَبْعَدُ مِنْ ذَلِكَ أُصَدِّقُهُ بِخَبَرِ السَّمَاءِ فِي غَدْوَةٍ أَوْ رَوْحَةٍ

“Ya, bahkan aku membenarkannya yang lebih jauh dari itu. Aku percaya tentang wahyu langit yang turun pagi dan petang.”

Aisyah mengatakan,

فَلِذَلِكَ سُمِّيَ أَبُوْ بَكْرٍ الصِّدِّيْقِ

Itulah mengapa beliau dinamakan Abu Bakar Ash-Shiddiq, orang yang membenarkannya.” (HR. Al-Hakim dalam Al-Mustadrak, 3:65. Al-Hafizh Adz-Dzahabi dalam At-Talkhish mengatakan bahwa hadits ini sahih).

 

Keenam: Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu memiliki sifat lemah lembut dan pemaaf.

Kisah terfitnahnya ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, putri Abu Bakar radhiyallahu anhu adalah bukti hasadnya (kedengkian) orang-orang munafik terhadap Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para pengikutnya. Ketika terjadi penuduhan, Mishthoh bin Utsatsah adalah seorang yang terlibat dalam fitnah tersebut, padahal Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu selama ini yang memberinya nafkah, maka beliau marah dan bersumpah untuk tidak memberikan nafkah kembali, hingga turunlah firman Allah Azza wa Jalla,

وَلَا يَأْتَلِ أُولُو الْفَضْلِ مِنْكُمْ وَالسَّعَةِ أَنْ يُؤْتُوا أُولِي الْقُرْبَىٰ وَالْمَسَاكِينَ وَالْمُهَاجِرِينَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ ۖ وَلْيَعْفُوا وَلْيَصْفَحُوا ۗ أَلَا تُحِبُّونَ أَنْ يَغْفِرَ اللَّهُ لَكُمْ ۗ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ

Dan janganlah orang-orang yang mempunyai kelebihan dan kelapangan di antara kamu bersumpah bahwa mereka (tidak) akan memberi (bantuan) kepada kaum kerabat (nya), orang-orang yang miskin dan orang-orang yang berhijrah pada jalan Allah, dan hendaklah mereka memaafkan dan berlapang dada. Apakah kamu tidak ingin Allah mengampunimu? Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang?” (QS. An-Nuur: 22)

Maka Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu segera mengatakan,

بَلَى وَاللَّهِ إِنِّي لَأُحِبُّ أَنْ يَغْفِرَ اللَّهُ لِي، فَرَجَعَ إِلَى مِسْطَحٍ الَّذِي كَانَ يُجْرِي عَلَيْهِ

“Ya, demi Allah, sungguh aku lebih suka Allah mengampuni dosaku.” Kemudian beliau radhiyallahu ‘anhu kembali memberikan nafkah kepada Mishthah. (HR. Bukhari, no. 2661 dan Muslim, no. 2770)

Baca Juga: Faedah Surat An-Nuur #13: Sedekah untuk Kerabat

Ketika perang Badar telah usai, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam merundingkan para tawanan dengan para sahabatnya. Umar bin Al-Khaththab radhiyallahu ‘anhu menganjurkan untuk membunuh semuanya, sedangkan Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu justru mengatakan,

يَا نَبِيَّ اللهِ، هُمْ بَنُو الْعَمِّ وَالْعَشِيرَةِ، أَرَى أَنْ تَأْخُذَ مِنْهُمْ فِدْيَةً فَتَكُونُ لَنَا قُوَّةً عَلَى الْكُفَّارِ، فَعَسَى اللهُ أَنْ يَهْدِيَهُمْ لِلْإِسْلَامِ

Wahai Nabi Allah, mereka adalah anak dari paman dan keluarga kita, aku memandang jikalah engkau mengambil denda dari mereka sehingga dapat memperkuat kita dalam menghadapi orang kafir, mudah-mudahan Allah memberi hidayah mereka agar masuk Islam. (HR. Muslim, no. 1763)

 

Ketujuh: Terdapat banyak isyarat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk memberikan kekhilafahan kepada Abu Bakar.

Di antara hadits-hadits tersebut adalah perintah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk memimpin shalat lima waktu ketika beliau sakit keras di akhir hayatnya. ‘Aisyah radhiyallahu anha menceritakan saat-saat terakhir sebelum ajal Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjemput,

فَأَرْسَلَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَى أَبِي بَكْرٍ بِأَنْ يُصَلِّيَ بِالنَّاسِ, وِفِيْهِ : فَصَلَّى أَبُوبَكْرٍ تِلْكَ الأَيَّامَ

“Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengutus seseorang agar menyuruh Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu memimpin shalat. Dalam riwayat tersebut dikatakan: Maka Abu Bakar menjadi imam pada hari-hari itu.” (HR. Bukhari, no. 687 dan Muslim, no. 418)

Ketika terjadi sedikit perbedaan pendapat dalam menentukan khalifah setelah wafatnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu menjadikan alasan tersebut sebagai sebab kuat bahwa Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu yang paling berhak. ‘Umar berkata,

يَا مَعْشَرَ الْأَنْصَارِ، أَلَسْتُمْ تَعْلَمُونَ أَنَّ رَسُولَ اللهِ قَدْ أَمَرَ أَبَا بَكْرٍ أَنْ يَؤُمَّ النَّاسَ؟ فَأَيُّكُمْ تَطِيبُ نَفْسُهُ أَنْ يَتَقَدَّمَ أَبَابَكْرٍ؟ فَقَالَتِ الْأَنْصَارُ : نَعُوذُ بِاللهِ أَنْ نَتَقَدَّمَ أَبَابَكْرٍ

“Wahai kaum Anshar, bukankah kalian tahu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memerintahkan Abu Bakar untuk memimpin shalat kaum Muslimin, maka siapakah di antara kalian yang rela untuk melangkahi Abu Bakar? Maka orang-orang Anshar pun menjawab: Kita berlindung kepada Allah dari melangkahi Abu Bakar.” (HR. Ahmad, 1:282)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bahkan berangan-angan untuk menuliskan wasiat sekalipun akhirnya tidak terlaksana, ketika beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

ادْعِي لِي أَبَا بَكْرٍ، أَبَاكِ، وَأَخَاكِ، حَتَّى أَكْتُبَ كِتَابًا، فَإِنِّي أَخَافُ أَنْ يَتَمَنَّى مُتَمَنٍّ وَيَقُولُ قَائِلٌ : أَنَا أَوْلَى، وَيَأْبَى اللهُ وَالْمُؤْمِنُونَ إِلَّ اأَبَابَكْرٍ

“Panggilkan Abu Bakar ayahmu, dan juga saudaramu agar aku tuliskan sebuah wasiat, karena sungguh aku khawatir akan ada orang yang bercita-cita, atau ada yang mengatakan, ‘Aku lebih berhak,’ sementara Allah dan orang-orang yang beriman merasa enggan kecuali hanya kepada Abu Bakar.” (HR. Muslim, no. 2387)

 

Referensi:

Syarh As-Sunnah. Cetakan kedua, Tahun 1432 H. Imam Al-Muzani. Ta’liq: Dr. Jamal ‘Azzun. Penerbit Maktabah Dar Al-Minhaj.

https://almanhaj.or.id/4187-keistimewaan-abu-bakar-radhiyallahu-anhu-dalam-al-quran-dan-al-hadits.html

Baca Juga:

 


 

Diselesaikan di @ Darush Sholihin, 16 Januari 2021 (3 Jumadal Akhirah 1442 H)

Oleh: Muhammad Abduh Tuasikal

Artikel Rumasyho.Com

Artikel yang Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button