Keluarga

Risalah Talak (8), Talak dan Kembali Rujuk

Suami kadang terlalu terburu-buru dalam memutuskan cerai. Padahal masih cinta dan ingin kembali atau rujuk. Lalu bagaimana cara untuk rujuk, apakah mesti dengan ucapan atau bisa dengan cuma berhubungan intim dengan istri? Dan perlu diketahui bahwa talak itu ada dua macam yaitu talak roj’iy, talak yang bisa kembali rujuk ketika masa ‘iddah dan talak ba-in, talak yang tidak bisa kembali rujuk kecuali dengan akad yang baru atau setelah menikah dahulu dengan laki-laki lain pada wanita yang ditalak tiga. Kesempatan kali ini kita akan mengulas masalah rujuk dan talak yang bisa kembali rujuk.

Pengertian Talak Roj’iy

Talak roj’iy adalah talak yang membolehkan suami untuk rujuk ketika masih dalam masa ‘iddah tanpa didahului dengan akad nikah yang baru, walau istri tidak ridho kala itu. Talak roj’i ada ketika talak pertama dan talak kedua. Jika ‘iddah telah selesai pada talak pertama dan kedua, maka jadilah talak ba-in (talak yang tidak bisa kembali rujuk). Jika masih talak pertama dan kedua kala itu suami masih ingin kembali pada istri yang dicerai, maka harus dengan akad nikah baru.

Disyari’atkannya Rujuk

Dalil-dalil yang menyatakan bolehnya rujuk:

Allah Ta’ala berfirman,

الطَّلَاقُ مَرَّتَانِ فَإِمْسَاكٌ بِمَعْرُوفٍ أَوْ تَسْرِيحٌ بِإِحْسَانٍ

Talak (yang dapat dirujuki) dua kali. Setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara yang ma’ruf atau menceraikan dengan cara yang baik” (QS. Al Baqarah: 229). Yang dimaksud “imsak dengan cara yang ma’ruf” dalam ayat tersebut adalah rujuk dan kembali menjalin pernikahan serta mempergauli istri dengan cara yang baik.

Begitu juga dalam ayat,

وَالْمُطَلَّقَاتُ يَتَرَبَّصْنَ بِأَنْفُسِهِنَّ ثَلَاثَةَ قُرُوءٍ وَلَا يَحِلُّ لَهُنَّ أَنْ يَكْتُمْنَ مَا خَلَقَ اللَّهُ فِي أَرْحَامِهِنَّ إِنْ كُنَّ يُؤْمِنَّ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآَخِرِ وَبُعُولَتُهُنَّ أَحَقُّ بِرَدِّهِنَّ فِي ذَلِكَ إِنْ أَرَادُوا إِصْلَاحًا

Wanita-wanita yang ditalak hendaklah menahan diri (menunggu) tiga kali quru’ (masa ‘iddah). Tidak boleh mereka menyembunyikan apa yang diciptakan Allah dalam rahimnya, jika mereka beriman kepada Allah dan hari akhirat. Dan suami-suaminya berhak merujukinya dalam masa menanti itu (masa ‘iddah), jika mereka (para suami) menghendaki ishlah” (QS. Al Baqarah: 228).

Dalil-dalil di atas menunjukkan bahwa suami yang mentalak istrinya berhak untuk rujuk kepada istrinya selama masa ‘iddahnya dengan syarat ia benar-benar memaksudkan untuk rujuk dan tidak memberi dhoror (bahaya) kepada istri.[1]

Dalil-dalil di atas menunjukkan bahwa talak dibolehkan untuk rujuk. Sedangkan untuk talak ketiga (talak ba-in) tidak ada rujuk sebagaimana diterangkan dalam ayat lainnya. Allah Ta’ala berfirman,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا إِذَا نَكَحْتُمُ الْمُؤْمِنَاتِ ثُمَّ طَلَّقْتُمُوهُنَّ مِنْ قَبْلِ أَنْ تَمَسُّوهُنَّ فَمَا لَكُمْ عَلَيْهِنَّ مِنْ عِدَّةٍ تَعْتَدُّونَهَا

Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu menikahi perempuan- perempuan yang beriman, kemudian kamu ceraikan mereka sebelum kamu mencampurinya maka sekali-sekali tidak wajib atas mereka ‘iddah bagimu yang kamu minta menyempurnakannya” (QS. Al Ahzab: 49). Talak sebelum disetubuhi dianggap talak ba-in dan tidak ada masa ‘iddah bagi laki-laki kala itu. Rujuk hanya berlaku jika masa ‘iddah itu ada.[2]

Dalil hadits yang menunjukkan boleh adanya rujuk sebagaimana terdapat dalam hadits Ibnu ‘Umar ketika ia mentalak istrinya dalam keadaan haidh. Kala itu ‘Umar mengadukan kasus anaknya lantas Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مُرْهُ فَلْيُرَاجِعْهَا

Hendaklah ia meruju’ istrinya kembali[3]

Begitu pula ada ijma’ (kata sepakat) dari para ulama bahwa seorang pria merdeka ketika ia mentalak istrinya kurang dari tiga kali talak dan seorang budak pria kurang dari dua talak, maka mereka boleh rujuk selama masa ‘iddah.[4]

Hikmah di Balik Disyari’atkannya Rujuk

Rujuk sangat dibutuhkan karena barangkali suami menyesal telah mentalak istrinya. Inilah yang diisyaratkan dalam firman Allah Ta’ala,

لَا تَدْرِي لَعَلَّ اللَّهَ يُحْدِثُ بَعْدَ ذَلِكَ أَمْرًا

Kamu tidak mengetahui barangkali Allah mengadakan sesudah itu sesuatu hal yang baru” (QS. Ath Tholaq: 1). Yang dimaksud dalam ayat ini adalah rujuk. Sebagaimana pendapat Fathimah binti Qois, begitu pula pendapat Asy Sya’bi, ‘Atho’, Qotadah, Adh Dhohak, Maqotil bin Hayan, dan Ats Tsauri.[5]

Ibnu Katsir rahimahullah berkata, “Istri yang dicerai tetap diperintahkan untuk tinggal di rumah suami selama masa ‘iddahnya. Karena bisa jadi suami itu menyesali talak pada istrinya. Lalu Allah membuat hatinya untuk kembali rujuk. Jadilah hal itu mudah”.[6]

Ketika Istri Sudah Ditalak Tiga Kali

Ketika istri sudah ditalak tiga kali, maka haram bagi suaminya untuk rujuk kembali sampai mantan istrinya menikah dengan pria lain dengan nikah yang sah. Allah Ta’ala berfirman,

فَإِنْ طَلَّقَهَا فَلَا تَحِلُّ لَهُ مِنْ بَعْدُ حَتَّى تَنْكِحَ زَوْجًا غَيْرَهُ

Kemudian jika si suami mentalaknya (sesudah talak yang kedua), maka perempuan itu tidak lagi halal baginya hingga dia nikah dengan suami yang lain” (QS. Al Baqarah: 230).

Pernikahan yang kedua disyaratkan agar suami kedua menyetubuhi istrinya sehingga dikatakan sah. Sebagaimana dalam hadits ‘Aisyah disebutkan,

أَنَّ امْرَأَةَ رِفَاعَةَ الْقُرَظِىِّ جَاءَتْ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – فَقَالَتْ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ رِفَاعَةَ طَلَّقَنِى فَبَتَّ طَلاَقِى ، وَإِنِّى نَكَحْتُ بَعْدَهُ عَبْدَ الرَّحْمَنِ بْنَ الزَّبِيرِ الْقُرَظِىَّ ، وَإِنَّمَا مَعَهُ مِثْلُ الْهُدْبَةِ . قَالَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – « لَعَلَّكِ تُرِيدِينَ أَنْ تَرْجِعِى إِلَى رِفَاعَةَ ، لاَ ، حَتَّى يَذُوقَ عُسَيْلَتَكِ وَتَذُوقِى عُسَيْلَتَهُ »

Suatu ketika istri Rifaa’ah Al Qurozhiy menemui Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Ia berkata,  “Aku adalah istri Rifaa’ah, kemudian ia menceraikanku dengan talak tiga. Setelah itu aku menikah dengan ‘Abdurrahman bin Az-Zubair Al Qurozhiy. Akan tetapi sesuatu yang ada padanya seperti hudbatuts-tsaub (ujung kain)[7]”.  Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam tersenyum mendengarnya, lantas beliau bersabda : “Apakah kamu ingin kembali kepada Rifaa’ah? Tidak bisa, sebelum kamu merasakan madunya dan ia pun merasakan madumu.[8]

Hukum Seputar Rujuk dan Talak Roj’iy

1. Rujuk ada pada talak roj’iy (setelah talak pertama dan talak kedua), baik talak ini keluar dari ucapan suami atau keputusan qodhi (hakim).

2. Rujuk itu ada jika suami telah menyetubuhi istrinya. Jika talak itu diucap sebelum menyetubuhi istri, maka tidak boleh rujuk berdasarkan kesepakatan para ulama. Alasannya adalah firman Allah Ta’ala,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا إِذَا نَكَحْتُمُ الْمُؤْمِنَاتِ ثُمَّ طَلَّقْتُمُوهُنَّ مِنْ قَبْلِ أَنْ تَمَسُّوهُنَّ فَمَا لَكُمْ عَلَيْهِنَّ مِنْ عِدَّةٍ تَعْتَدُّونَهَا فَمَتِّعُوهُنَّ وَسَرِّحُوهُنَّ سَرَاحًا جَمِيلًا

Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu menikahi perempuan- perempuan yang beriman, kemudian kamu ceraikan mereka sebelum kamu mencampurinya maka sekali-sekali tidak wajib atas mereka ‘iddah bagimu yang kamu minta menyempurnakannya. Maka berilah mereka mut’ah[9] dan lepaskanlah mereka itu dengan cara yang sebaik- baiknya” (QS. Al Ahzab: 49).

3. Rujuk dilakukan selama masih dalam masa ‘iddah. Jika ‘iddah sudah habis, maka tidak ada istilah rujuk –berdasarkan kesepakatan ulama- kecuali dengan akad baru. Karena Allah Ta’ala berfirman,

وَالْمُطَلَّقَاتُ يَتَرَبَّصْنَ بِأَنْفُسِهِنَّ ثَلَاثَةَ قُرُوءٍ

Wanita-wanita yang ditalak hendaklah menahan diri (menunggu) tiga kali quru’ (masa ‘iddah)” (QS. Al Baqarah: 228).

Kemudian Allah Ta’ala berfirman,

وَبُعُولَتُهُنَّ أَحَقُّ بِرَدِّهِنَّ فِي ذَلِكَ إِنْ أَرَادُوا إِصْلَاحًا

Dan suami-suaminya berhak merujukinya dalam masa menanti itu (masa ‘iddah), jika mereka (para suami) menghendaki ishlah” (QS. Al Baqarah: 228).

Yang namanya rujuk adalah ingin meneruskan kepemilikan (istri). Kepemilikan di sini putus setelah berlalunya masa ‘iddah dan ketika itu tidak ada lagi keberlangsungan pernikahan.

4. Perpisahan yang terjadi sebelum rujuk bukanlah karena nikah yang batal karena faskh. Seperti nikah tersebut batal karena suami murtad.

5. Perpisahan yang terjadi bukan karena hasil dari membayar kompensasi seperti dalam khulu’ (istri menuntut cerai di pengadilan dan diharuskan membayar kompensasi).

6. Rujuk tidak bisa dibatasi dengan waktu tertentu sesuai kesepakatan suami-istri, semisal rujuk nantinya setelah 8 tahun. Sebagaimana nikah tidak bisa dengan syarat waktu sampai sekian bulan, begitu pula rujuk.

Tidak Disyaratkan Ridho Istri Ketika Suami akan Rujuk

Perlu dipahami bahwa rujuk menjadi hak suami selama masih dalam masa ‘iddah, baik istri itu ridho maupun tidak. Karena Allah Ta’ala berfirman,

وَبُعُولَتُهُنَّ أَحَقُّ بِرَدِّهِنَّ فِي ذَلِكَ إِنْ أَرَادُوا إِصْلَاحًا

Dan suami-suaminya berhak merujukinya dalam masa menanti itu (masa ‘iddah), jika mereka (para suami) menghendaki ishlah” (QS. Al Baqarah: 228).

Dan hak rujuk pada suami ini tidak bisa ia gugurkan sendiri. Semisal suami berkata, “Saya mentalakmu, namun saya tidak akan pernah rujuk kembali”. Atau ia berkata, “Saya menggugurkan hakku untuk rujuk”. Seperti ini tidak teranggap karena penggugurannya berarti telah merubah syari’at Allah. Padahal tidak boleh seorang pun mengubah syari’at Allah. Padahal Allah Ta’ala telah menyebutkan,

الطَّلَاقُ مَرَّتَانِ فَإِمْسَاكٌ بِمَعْرُوفٍ أَوْ تَسْرِيحٌ بِإِحْسَانٍ

Talak (yang dapat dirujuki) dua kali. Setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara yang ma’ruf atau menceraikan dengan cara yang baik” (QS. Al Baqarah: 229).

Dalam rujuk tidak disyaratkan ridho istri. Karena dalam ayat lain, Allah Ta’ala berfirman,

فَأَمْسِكُوهُنَّ بِمَعْرُوفٍ

Maka rujukilah mereka dengan baik” (QS. Ath Tholaq: 2). Dalam ayat ini hak rujuk dijadikan milik suami. Dan Allah menjadikan rujuk tersebut sebagai perintah untuk suami dan tidak menjadikan pilihan bagi istri.

Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan:

1. Wajib rujuk jika suami mentalak istrinya ketika haidh sebagaimana dijelaskan dalam hadits Ibnu ‘Umar yang telah lewat dan akan dijelaskan detail pada masalah talak bid’iy.

2. Rujuk tidak disyaratkan ada wali dan tidak disyaratkan mahar. Rujuk itu masih menahan istri sehingga masih dalam kondisi ikatan suami-istri.

3. Menurut mayoritas ulama, memberi tahu istri bahwa suami telah kembali rujuk hanyalah mustahab (sunnah). Seandainya tidak ada pernyataan sekali pun, rujuk tersebut tetap sah. Namun pendapat yang hati-hati dalam hal ini adalah tetap memberitahu istri bahwa suami akan rujuk. Karena inilah realisasi dari firman Allah,

فَأَمْسِكُوهُنَّ بِمَعْرُوفٍ

Maka rujukilah mereka dengan baik” (QS. Ath Tholaq: 2). Yang dikatakan rujuk dengan cara yang ma’ruf adalah memberitahukan si istri. Tujuan dari pemberitahuan pada istri adalah jika si istri telah lewat ‘iddah, ia bisa saja menikah dengan pria lain karena tidak mengetahui telah dirujuk oleh suami.

4. Ketika telah ditalak roj’iy, istri tetap berdandan dan berhias diri di hadapan suami sebagaimana kewajiban seorang istri. Karena ketika ditalak roj’iy, masih berada dalam masa ‘iddah, istri masih tetap istri suami. Allah Ta’ala berfirman,

وَبُعُولَتُهُنَّ أَحَقُّ بِرَدِّهِنَّ فِي ذَلِكَ إِنْ أَرَادُوا إِصْلَاحًا

Dan suami-suaminya berhak merujukinya dalam masa menanti itu (masa ‘iddah), jika mereka (para suami) menghendaki ishlah” (QS. Al Baqarah: 228). Dandan dan berhias diri seperti ini tentu akan membuat suami untuk berpikiran untuk rujuk pada istri.

Cara Rujuk

1. Rujuk dengan ucapan

Tidak ada beda pendapat di antara para ulama bahwa rujuk itu sah dengan ucapan. Seperti suami mengatakan, “Saya rujuk padamu” atau yang semakna dengan itu. Atau suami mengucapkan ketika tidak di hadapan istri dan ia berkata, “Saya rujuk pada istriku”.

Lafazh rujuk ada dua macam: (1) shorih (tegas), (2) kinayah (kalimat samaran).

Jika lafazh rujuk itu shorih (tegas) seperti kedua contoh di atas, maka dianggap telah rujuk walau tidak  dengan niat. Namun jika lafazh kinayah (samaran) yang digunakan ketika rujuk seperti, “Kita sekarang seperti dulu lagi”, maka tergantung niatan. Jika diniatkan rujuk, maka teranggap rujuk.

2. Rujuk dengan perbuatan

Para ulama berselisih pendapat dalam masalah ini. Ada yang mengatakan bahwa dengan melakukan jima’ (hubungan intim) dan melakukan muqoddimahnya (pengantarnya) seperti mencium dengan syahwat baik diniatkan rujuk atau tidak, maka rujuknya teranggap. Ada juga ulama yang mensyaratkan harus disertai niat dalam jima’ dan muqoddimah tadi. Ada yang berpendapat pula bahwa rujuk adalah dengan jimak saja baik disertai niat atau tidak. Dalam pendapat yang lain, rujuk itu hanya teranggap dengan ucapan, tidak dengan jima’ dan selainnya.

Pendapat yang pertengahan dalam masalah ini adalah rujuk itu teranggap cukup dengan jima’ namun dengan disertai niat. Inilah pendapat Imam Malik, salah satu pendapat Imam Ahmad dan pilihan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah. Alasannya karena setiap amalan tergantung pada niatnya.

Apakah Rujuk Butuh Saksi?

Allah Ta’ala berfirman,

فَإِذَا بَلَغْنَ أَجَلَهُنَّ فَأَمْسِكُوهُنَّ بِمَعْرُوفٍ أَوْ فَارِقُوهُنَّ بِمَعْرُوفٍ وَأَشْهِدُوا ذَوَيْ عَدْلٍ مِنْكُمْ

Apabila mereka telah mendekati akhir iddahnya, maka rujukilah mereka dengan baik atau lepaskanlah mereka dengan baik dan persaksikanlah dengan dua orang saksi yang adil di antara kamu” (QS. Ath Tholaq: 2).

Yang rojih –pendapat terkuat- dalam hal ini adalah rujuk tetap butuh saksi bahkan diwajibkan berdasarkan makna tekstual dari ayat. Inilah yang menjadi pendapat Imam Syafi’i yang lama, salah satu pendapat dari Imam Ahmad, pendapat Ibnu Hazm dan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah.[10]

Talak Roj’iy Mengurangi Jatah Talak

Sudah kita ketahui bahwa batasan talak adalah tiga kali. Jika seseorang telah mentalak istri sekali, maka masih tersisa kesempatan dua kali talak. Jika suami itu rujuk, maka tidak menghapus talak yang terdahulu. Allah Ta’ala berfirman,

الطَّلَاقُ مَرَّتَانِ فَإِمْسَاكٌ بِمَعْرُوفٍ أَوْ تَسْرِيحٌ بِإِحْسَانٍ

Talak (yang dapat dirujuki) dua kali. Setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara yang ma’ruf atau menceraikan dengan cara yang baik.” (QS. Al Baqarah: 229)[11]

Pembahasan ini masih berlanjut pada pembahasan talak ba-in. Semoga Allah memudahkan bagi kami untuk menyusunnya.

Wallahu waliyyut taufiq.

 

@ Ummul Hamam, Riyadh, KSA, 16 Jumadats Tsaniyah 1433 H

www.rumaysho.com



[1] Shahih Fiqh Sunnah, Abu Malik Kamal bin Sayid Salim, terbitan Al Maktabah At Taufiqiyah, 3: 262.

[2] Shahih Fiqh Sunnah, 3: 262.

[3] HR. Bukhari no. 5251 dan Muslim no. 1471.

[4] Shahih Fiqh Sunnah, 3: 262.

[5] Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, Ibnu Katsir, terbitan Muassasah Qurthubah, 14: 28.

[6] Idem.

[7] Hudbatuts-tsaub maknanya adalah kemaluan suami lembek/lunak seperti ujung kain, sehingga tidak bisa memuaskan [An-Nihaayah].

[8] HR. Bukhari no. 5260 dan Muslim no. 1433.

[9] Yang dimaksud mut’ah adalah pemberian untuk menyenangkan hati isteri yang diceraikan sebelum dicampuri.

[10] Lihat Shahih Fiqh Sunnah, 3: 271-272.

[11] Lihat Shahih Fiqh Sunnah, 3: 273-274.

Artikel yang Terkait

75 Komentar

  1. assalamualaikum Wr. Wb……

    ustad, ada sesuatu yang ingin saya tanyakan…..saya sudah 2.5 THUN Ini pisah ranjang, karena pada tahun 2010 lalu istri meminta saya untuk menceraikan dia tapi hal itu tidak saya kabulkan. awal cerita saya hanya ingin menyampaikan kepadanya bahwasanya saya tidak memberikan nafkah kepadanya selama 3 bulan tapi hal itu bukan faktor kesengajaan, dikarenakan saya tidak dapat komisi di tempat saya bekerja lalu saya ingin menyampaikan hal ini kepada istri saya tapi istri saya selalu menjawab tidak ada waktu untuk membahasnya dan saya pun kehabisan akal untuk bisa mengambil cara agar bisa berbicara dengan istri saya dengan cara membawa anak saya ke rumah tanpa seizin istri saya. disitulah istri saya meminta cerai kepada saya, dan selama itu pula saya meminta maaf kepadanya tetapi dia blum memaafkan saya, dan selama 2 tahun itu saya tidak memberikan nafkah sesuai kebutuhan hanya sekedarnya saja, apakah ini termasuk dengan talak jika saya tidak memeberikan nafkah kepada istri saya?!lalu apakah status hubungan kami ini masih suami istri?!dan pada bulan November 2012 kemarein, saya melakukan jima’ dengan istri saya, apakah ini termasuk zina denan istri saya?! karena saya merasa tidak menalak istri saya?! lalu apakah saya harus nikah ulang jika saya termasuk sudah dalam talak?!dan saya mengucapkan “Saya rujuk kamu” biar saya tidak ragu, apakah itu sah?!
    mohon penjelasannya ustad, saya sangat butuh pencerahan itu,,,,,jika ustad tidak sempat tolong sms ke hape saya di 021 4071 3303……saya tunggu ya ustad….

    wabillahitaufiq wal hidayah
    wassalamualaikum Wr. Wb…..

  2. Asalamualaikum Wr. Wb,…..
    Saya sudah menjatuhkan talak 1 pada istri saya. tetapi saya sudah 3 kali minta rujuk pada istri saya, Istri saya tidak menjawab/tidak dapat mengambil keputusan, tetapi Ibu istri saya yang menolaknya.
    Tetapi melalui via SMS istri saya ingin rujuk tetapi ingin mendapat restu lagi dari ibunya, jadi saya disuruh bersabar sampai ibu istri saya mau menerima saya kembali.

    Apakah itu belum dikatakan rujuk yang sah ?

    Apa yang saya harus lakukan Ustad ?

    Apakah hak saya sebagai suami telah hilang ?
    Mohon jawaban dr Ustdz, krn saya sudah bingung harus berbuat apa. saya tidak ingin lebih lama lagi jauh dari anak-istri saya karena mereka sekarang tinggal bersama mertua saya.

  3. Assalamu’alaikum Wr Wb

    Pak ustad saya mau tanya status saya dengan istri,,di taun

    #2007 saya bertengkar terucap kata cerai, lafadz gak ingat, tp saya mencoba mencari sumber sendiri, saya baca marah tidak jatuh talak maka saya merasa yakin tidak jatuh talak, kebetulan saya memang tidak paham maslah talak saat itu, hikmah yang sya dpt tidak boleh ucap kata cerai/talak(Catatan saya tidak melakukan rujuk karena merasa tidak jatuh talak)

    #2010/2011 saya sering tanpa sadar mengucap lafazd kinayah seperti pulang saja ke rmh ortu km, atau cari aja suami yang lbh baik,,saya tidak tau kalau itu merupakan lafadz talak kinayah, saya ucapkan karena mengira itu cuma ucapan biasa saja tampa ada niat talak/cerai. yang saya tau gak boleh bilang katai cerai/a talak.

    #2012 saya bertengkar dengan istri via sms saya bilang kalau tidak ingat anak saya cerai kamu, demi allah klw nuduh macam2 lg saya cerai km, saya jg ancam klw tidak ingat anak hari itu saya pulang minta cerai,,kebetulan saya di luar kota,,tapi saya tidak pulang karena saya memang cuma mengancam saja pak ustad dan dalam kondisi istri suci tapi pernah saya gauli sebelumnya,, yg saya mau tanya gimana status perkawinan saya pak ustad, sudah banyak ustad yang saya tanya semua bilang masih sah,,saat ini saya terserang penyakit syuhbat gara2 hal ini,,catatan saya akad nikah ulang gara2 hal ini dan telah membayar kafara gara2 sumpah. dan saya masih tetap menjalani sebagai suami tidak berani mengangap istri saya haram bagi saya sampai saya benar2 mendapat jawaban yang pasti karena saya yakin mengucap kata cerai yg pasti baru 2x yaitu taun 2007 dan 2012 yang ditaun 2010/11 saya cuma ingat2 saja dan yakin semua itu ucapan tampa niat,dan karena merujuk hadis nabi yg berbunyi janganlah kou batalkan solatmu kalau kou belum mencium dan merasakanya,,ketika sahabat bertanya ketika solat merasa ada yang keluar/buang angin..apakah tindakan saya ini salah pak ustad mohon tanggapanya pak ustad sudah 5 bulan ini saya tidak bisa tenang apa yang saya lakukan sudah benar apa salah tetap mempertahankan perkawinan kami,,sedikit info mungkin berguna sejak kejadian itu kami jadi rajin beribadah dan allhamdulillah rezki kami bertambah lbh baik? apa ini pertanda hidayah allah atau apa pak ustad,saat ini saya cuma menjalani saja berharap mendapat petunjuk..terima kasih wassalam.

  4. Assalam….. Pa Ustadz
    Saya ingin bertanya, saya sudah menikah 6 tahun dan dikaruniai 2
    orang anak, dalam menjalani pernikahan itu kami tidak ada saling percaya
    satu sama lain, pd suatu seketika kami ribut besar dan saya mengucapkan
    cerai kepada istri saya yg pertama dan kami kembali rujuk hubungan kami
    kembali normal dan 1 tahun kemudian kami bertengkar lagi, pada saat itu
    saya kembali mengucapkan cerai kepada istri saya yg kedua pada tanggal
    22 pebruari 2012 dibarengi dengan pengusiran istri saya dari rumah kami,
    baru 1 bulan lebih kami menerima telepon dan sms istri saya minta
    diselesaikan di pengadilan dan sy belom menyanggupinya karna
    keterbatasan biaya dan sy membuat kesepakatan kepada istri saya untuk
    sementara kita buat surat perjanjian cerai di kertas hitam putih di atas
    materai dan istri saya mensetujuinya akhirnya kami sepakat pada tanggal
    17 april 2012 saya berdua menandatanginya surat perjanjian itu dgn ada
    saksi yang isinya Saya menyatakan talak 3 kepada istri saya.
    yang jadi pertanyaan saya adalah :
    1. apakah ke absahan surat perjanjian itu mutlak talak 3 yg sudah di
    tandatangani kami berdua dan 2 saksi karna saya buat pd tgl 17 april
    2012 disaat masa iddah talak 2 yg saya ucarapkan secara jelas kepda
    istri saya pd tgl 22 pebruari itu.
    2. apakah surat perjanjian itu terbilang talak 3 sekaligus, atau bertahap karna menghabiskan talak 2
    3. apakah masih di bilang talak 2 dan tidak sah surat pernyataan perjanjian surat tersebut
    4. apakah menurut Pa Ustadz saya bisa rujuk atau kah saya bisa nikahi
    kembali istri saya tanpa harus ada yg nikah dulu kepada istri saya dan
    dari pertanyaan 1 dan 2 diatas apakah saya mutlak tidak bisa kembali lg
    selama-lamanya, karna kami ada niat untuk kembali lg tp asalkan sudah
    jelas perkara saya ini, seandainya saya paksakan takut haram dan tidak
    halal istri saya buat saya.
    mohon pencerahan dan jawabannya Pa ustadz
    wassalam…. dan terima kasih

  5. Assalamu’alaikum Wr Wb
    Pak Ustadz sy mau tanya, Sy cerai dengan suami sdh 2x lewat Pengadilan agama. Pada waktu cerai yg pertama, kami rujuk kembali masih dalam masa iddah. 2th kemudian kami cerai lagi. Suami mengirim surat ke Pengadilan bahwa dia menjatuhkan talak3 sekaligus. Selama sidang suami tidak pernah hadir. Selama sidang, majelis hakim tidak pernah memberitahu sy kalau isi surat dari suami sy itu isinya talak 3. Di akte cerai sy di tulis talak 2.
    Secara tidak sengaja sy menemukan file surat yg dikirim oleh suami sy ke pengadilan isinya talak 3. Sy kaget dan mendatangi pengadilan agama tentang keabsahan talak 3 yg dikirim oleh suami sy. Kenapa pihak Pengadilan agama tidak pernah memberitahu sy tentang isi surat itu. Kenapa Pengadilan agama memutuskan talak 2 bukan talak 3.
    Jawaban dari pengadilan agama adalah seseorang tidak boleh menjatuhkan talak 3 langsung dalam 1 majelis. tidak sah talak 3 yg dijatuhkan suami lewat surat, karena dia tidak pernah datang selama sidang berlangsung. Surat talak 3 itu akan sah jika suami membacakan sendiri talaknya, atau dia mengutus pengacara atau dia mengutus saudara kandungnya baru sah.
    Menurut utadz bagaimana hukumnya ? masih bolehkah kami rujuk lagi ?

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button