Umum

7 Fakta Lagu Aisyah yang Menjadi Trending Youtube

Kami sama sekali tidak mau mendengarkan lagu dan musik, itu sudah jadi prinsip kami. Sedangkan pembahasan lagu “Aisyah Istri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam” disusun karena ada pesan singkat yang masuk pada kami, sehingga kami terdorong untuk membahas hal ini sebagai tanda sayang kami pada penyanyi dan fansnya.

 

Isi pesan di kotak masuk dari WhatsApp kami:

Bismillah..

Assalamu’alaikum warahmatullah wabarakatuh.

Afwan ustadz M. Abduh Tuasikal , mau tanya tentang lagu Aisyah istri Rasulullah yang lagi viral dan banyak yang mengcover lagu ini. Dalam liriknya itu menceritakan tentang bagaimana cantiknya beliau serta beberapa kisah romantisnya beliau dengan Baginda Nabi. Tapi dalam video itu ada model perempuannya meski tidak kelihatan wajahnya, tetapi terkesan seperti menggambarkan Sayyidah Aisyah, dan dalam penyebutan nama beliau pun dengan Aisyah saja tanpa dibarengi dengan gelar Sayyidah atau Ibunda. Apakah itu termasuk su’ul adab? Bagaimana pandangan ustadz mengenai hal ini? Ditunggu artikel lengkapnya njih tadz.

Jazakallah khairan katsiiraa.

 

Untuk menjawab pertanyaan di atas, kami bagi menjadi beberapa bahasan berikut ini.

1. Aisyah Termasuk Ibu Orang Beriman (Ummahatul Mukminin).

Dalam ayat disebutkan,

النَّبِيُّ أَوْلَى بِالْمُؤْمِنِينَ مِنْ أَنْفُسِهِمْ وَأَزْوَاجُهُ أُمَّهَاتُهُمْ

Nabi itu (hendaknya) lebih utama bagi orang-orang mukmin dari diri mereka sendiri dan istri-istrinya adalah ibu-ibu mereka.” (QS. Al-Ahzab: 6)

Imam Ibnu Katsir Asy-Syafii rahimahullah mengatakan, “Istri beliau adalah ibu-ibu orang beriman (ummahatul mukminin) yaitu dari sisi diharamkan untuk dinikahi serta diperintahkan untuk dimuliakan dan diagungkan.” (Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim, Penerbit Dar Ibnul Jauzi, 6:159)

 

Baca juga selengkapnya: Sebelas Istri Nabi dan Keutamaan Mereka

 

 

2. Istri Nabi Aisyah radhiyallahu ‘anha memiliki banyak keutamaan.

Inilah di antara keistimewaan istri nabi yang mulia—Ummahatul Mukminin–, Aisyah rahdiyallahu ‘anha yang diringkaskan menjadi sepuluh poin.

  1. Aisyah adalah istri yang paling dicintai oleh Rasulullah shallalahu ‘alaihi wa sallam.
  2. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak menikahi seorang gadis (perawan) kecuali Aisyah.
  3. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menerima wahyu ketika sedang berada di dalam selimut Aisyah dan hal itu tidak pernah terjadi pada istri beliau yang lain.
  4. Aisyah itu wanita yang tetap ingin hidup apa adanya ketika berkeluarga dengan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Tatkala istri-istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam diberi pilihan untuk tetap bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan kehidupan apa adanya atau diceraikan lalu akan mendapatkan gantian dunia, Aisyah adalah orang pertama yang menyatakan tetap ingin bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bagaimana pun kondisi beliau.
  5. Allah menyucikannya dari tuduhan berzina. Ini menandakan ia benar-benar wanita mulia dan menjaga kesucian dirinya.
  6. Aisyah itu dikenal keluasan ilmunya. Banyak dari kalangan pembesar sahabat radhiyallahu ‘anhum jika menghadapi kesulitan dalam masalah agama, mereka meminta fatwa kepada Aisyah. Mereka mendapati ilmu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berada pada ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha.
  7. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam meninggal dunia di rumah Aisyah, pada giliran harinya, pada malam harinya, dan berada di pangkuannya, lalu dikuburkan di rumahnya.
  8. Pernikahan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan Aisyah adalah wahyu dan perintah dari Allah.
  9. Banyak orang yang memberi hadiah pada giliran harinya Aisyah yang di sana ada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam agar menjadi dekat dengan beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam.
  10. Syariat tayamum turun lantaran Aisyah.

 

Keutamaan Aisyah sudah ada bahasannya di web Rumaysho: Tag Keutamaan Aisyah

 

3. Aisyah meriwayatkan hadits tentang “musik itu seruling setan”.

Dari Aisyah radhiyallahu ’anha, ia berkata,

دَخَلَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- وَعِنْدِى جَارِيَتَانِ تُغَنِّيَانِ بِغِنَاءِ بُعَاثٍفَاضْطَجَعَ عَلَى الْفِرَاشِ وَحَوَّلَ وَجْهَهُ فَدَخَلَ أَبُو بَكْرٍ فَانْتَهَرَنِى وَقَالَ مِزْمَارُالشَّيْطَانِ عِنْدَ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فَأَقْبَلَ عَلَيْهِ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليهوسلم- فَقَالَ « دَعْهُمَا »

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mendatangiku dan ketika itu ada dua orang budak yang sedang menyanyi (dengan syair kaum Anshar) pada hari Bu’ats. Beliau ketika itu sedang tidur-tidur di atas kasur, lantas memalingkan wajahnya, kemudian Abu Bakar masuk. Abu Bakar membentakku seraya berkata, “Kenapa sampai bisa ada seruling setan di samping Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam?” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas memalingkan wajah padanya dan berkata, “Biarkan keduanya.” (HR. Bukhari, no. 3931 dan Muslim, no. 892)

Dalam riwayat Bukhari disebutkan,

فَقَالَ أَبُو بَكْرٍ مِزْمَارُ الشَّيْطَانِ مَرَّتَيْنِ . فَقَالَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – « دَعْهُمَا يَا أَبَا بَكْرٍ ، إِنَّ لِكُلِّ قَوْمٍ عِيدًا ، وَإِنَّ عِيدَنَا هَذَا الْيَوْمُ »

Abu Bakar pun berkata, “Kenapa sampai bisa ada seruling setan? Kenapa sampai bisa ada seruling setan?” Nabi shallallahu’alaihi wa sallam berkata, “Biarkan mereka saja, wahai Abu Bakar. Sesungguhnya setiap kaum memiliki hari raya, dan inilah hari raya kita.”

Dalam hadits ini, Abu Bakar menganggap duff (jenis alat musik rebana) sebagai seruling setan. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pun membenarkannya dengan mendiamkannya. Yang diceritakan dalam hadits ini adalah pengecualian kasus dan perbedaan keadaan karena terjadi saat id (hari raya). Ada pula pengecualian tambahan yang bisa dirinci sebagai berikut:

  1. Alat musik yang dibolehkan hanyalah rebana (duff).
  2. Alat tersebut dimainkan saat walimah pernikahan yang khusus bagi wanita. Hal ini dibolehkan secara ijmak (menurut kata sepakat ulama).
  3. Alat tersebut dimainkan saat datangnya orang yang beberapa waktu tidak terlihat (ghaib) seperti pada kisah wanita yang bernadzar akan memukul rebana di sisi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam jika Allah mengembalikan orang yang hilang dalam keadaan selamat. Lantas Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Tunaikanlah nadzarmu.”
  4. Alat tersebut dimainkan saat perang. Untuk kondisi ini tidak dibutuhkan untuk saat ini.

Selain kondisi-kondisi di atas, maka tetap pada hukum asal yaitu alat musik haram.

 

Baca juga selengkapnya: Hukum Memainkan Alat Musik Rebana

Juga baca: Alat Musik dalam Pandangan Ulama Syafii

 

4. Pria yang menyanyikan lagu itu mirip gaya wanita karena menjadi lemah gemulai.

Cukup perkataan Ibnul Qayyim sebagai nasihat,

فلو سألت الطباع ما الذي خنّثها وذكورة الرجال ما الذي أنّثها لقالت: سل السماع- الغناء- فإنه رقية الزنا وحاديه .. والداعي إلي ذلك ومناديه

“Jika engkau bertanya, kenapa sampai ada yang bisa lemah gemulai (layaknya wanita), dan kenapa kejantanan seorang pria bisa berubah menjadi kewanita-wanitaan (lemah lembut), maka tanyakanlah pada musik (nyanyian). Nyayian itu mantera-manteranya zina, yang mengantar, yang mendorong, dan mengajak pada zina.” (Al-Kalam ‘ala Mas-alah As-Simaa’, hlm. 18-19)

 

Baca selengkapnya di sini: Kecanduan Musik Hati-Hati Mirip Wanita

 

5. Bayaran jadi penyanyi itu haram menurut sepakat ulama madzhab.

Guru kami, Ustadz Dr. Erwandi Tarmizi, M.A.—semoga Allah senantiasa menjaga beliau–mengatakan bahwa alat musik itu hukumnya haram dan haram juga upah memainkan alat musik serta menerima upah atas jasa memainkan alat musik atau mendendangkan lirik lagu yang diiringi musik.

Al-Minhaji salah seorang ulama Syafiiyah mengatakan, “Upah dari sewa alat musik serta memainkannya seperti gendang, seruling, rebab, dan sejenisnya dihukumi haram. Alasannya karena transaksi ini termasuk memakan harta orang lain dengan cara yang batil. Upah jasa para penyanyi juga dihukumi haram.” (Harta Haram Muamalat Kontemporer, hlm. 143, cetakan ke-22).

Dalam Ensiklopedia Fikih terbitan Kementrian Wakaf dan Urusan Islam Kuwait atau Al-Mawsu’ah Al-Fiqhiyyah(1:290) disebutkan, “Upah dari kemanfaatan yang haram—seperti zina, niyahah, nyanyian, alat musik–dihukumi haram. Akad tersebut adalah akad yang batil (tidak sah), upah yang diperoleh tidak berhak diterima.” Ada juga bahasan upah untuk nyanyian dalam Al-Mawsu’ah Al-Fiqhiyyah, 31:296-297 dijelaskan hal yang sama.

Disebutkan dalam Al-Mawsu’ah Al-Fiqhiyyah (38:177) bahwa mencari pekerjaan dari nyanyian tidaklah thayyib.

 

6. Mendengarkan alat musik itu haram walau itu lagu religi.

Dari Nafi’–bekas budak Ibnu ‘Umar–, beliau berkata bahwa Ibnu ‘Umar pernah mendengar suara seruling dari seorang penggembala, lalu beliau menyumbat kedua telinganya dengan jarinya. Kemudian beliau pindah ke jalan yang lain. Lalu Ibnu ‘Umar berkata, “Wahai Nafi’, apakah kamu masih mendengar suara tadi?” Aku (Nafi’) berkata, “Iya, aku masih mendengarnya.” Kemudian, Ibnu ‘Umar terus berjalan. Lalu, aku berkata, “Aku tidak mendengarnya lagi.” Barulah setelah itu Ibnu ‘Umar melepaskan tangannya dari telinganya dan kembali ke jalan itu lalu berkata,

رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- وَسَمِعَ صَوْتَ زَمَّارَةِ رَاعٍ فَصَنَعَ مِثْلَ هَذَا

“Beginilah aku melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika mendengar suara seruling dari seorang penggembala. Beliau melakukannya seperti tadi.” (HR. Ahmad, 2:38. Syaikh Syuaib Al-Arnauth mengatakan bahwa sanad hadits ini hasan).

Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata,

اللَّهُمَّ إلَّا أَنْ يَكُونَ فِي سَمَاعِهِ ضَرَرٌ دِينِيٌّ لَا يَنْدَفِعُ إلَّا بِالسَّدِّ

“Ya Allah, bahkan mendengarkan nyanyian (atau alat musik) adalah bahaya yang mengerikan pada agama seseorang, tidak ada cara lain selain dengan menutup telinga agar tidak mendengarnya.” (Majmu’ah Al-Fatawa, 11:567)

Para fuqaha menyatakan haramnya mendengarkan alat musik, termasuk pula duduk-duduk untuk mendengarkannya. Imam Malik menyarankan untuk orang-orang yang duduk-duduk di majelis yang dimainkan alat musik agar berdiri (pergi). Lihat Al-Mawsu’ah Al-Fiqhiyyah, 38:178.

 

Baca juga: Saatnya Meninggalkan Musik

 

 

7. Jika Aisyah diperankan oleh manusia zaman ini dalam lagu Aisyah, itu tak layak.

Berdasarkan keputusan dari Majma’ Al-Fiqh Al-Islami (divisi fikih Rabithah Alam Islami) dalam rapat tahunan ke-8 di Makkah pada tahun 1985 dalam keputusan ke-6, mereka mengharamkan memerankan sosok para Nabi dan para sahabat Nabi.

Di antara alasan yang disebutkan dalam keputusan tersebut, karena para sahabat Nabi, mereka memiliki kemuliaan dalam bentuk pembelaan kepada Nabi, berjuang bersama beliau, membela agama, membawa risalah kepada kita. Dengan demikian telah sepantasnya untuk memuliakan serta menghormati mereka.

Kalau para sahabat Nabi demikian, sikap pada istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam—Ummahatul Mukminin—pula demikian adanya.  Lihat bahasan hukum seni peran di buku Ustadz Dr. Erwandi, Harta Haram Muamalat Kontemporer, hlm. 145-146.

 

Penutup

Kami tutup tulisan ini dengan perkataan Nabi Syuaib ketika mendakwahi kaum Madyan,

إِنْ أُرِيدُ إِلَّا الْإِصْلَاحَ مَا اسْتَطَعْتُ وَمَا تَوْفِيقِي إِلَّا بِاللَّهِ عَلَيْهِ تَوَكَّلْتُ وَإِلَيْهِ أُنِيبُ

Aku tidak bermaksud kecuali (mendatangkan) perbaikan selama aku masih berkesanggupan. Dan tidak ada taufik bagiku melainkan dengan (pertolongan) Allah. Hanya kepada Allah aku bertawakkal dan hanya kepada-Nya-lah aku kembali.” (QS. Hud: 88)

Semoga mendapatkan hidayah. Semuanya di sini tertulis hanya menginginkan kebaikan bagi saudara muslim lainnya.

Bagi yang telah membaca tulisan ini, doakan kami, juga doakan para penyanyi agar mereka mendapatkan hidayah untuk menerima kebenaran. Wallahu waliyyut taufiq was sadaad.

 


 

Selesai dituliskan di Darush Sholihin, 13 Syakban 1441 H, 7 April 2020 (Selasa sore menjelang Magrib)

Oleh: Muhammad Abduh Tuasikal

Artikel Rumaysho.Com

Artikel yang Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button