Muamalah

Aturan Jual Beli (3), Syarat pada Barang yang Dijual

Pada kesempatan kala ini, rumaysho.com akan melanjutkan mengenai syarat jual beli sebagai tindak lanjut dari bahasan sebelumnya: Syarat bagi Orang yang Melakukan Akad Jual Beli. Di antara syarat barang yang akan dijual adalah bukan barang yang haram, sehingga dilarang jual beli khomr dan babi. Begitu pula tidak boleh menjual barang yang mengandung ghoror (ketidakjelasan), yaitu untung-untungan, bisa mendapat yang bagus, bisa mendapat yang berkualitas rendahan.

Berikut rincian syarat yang berkaitan dengan barang yang akan dijual:

Pertama: Barang yang dijual adalah barang yang mubah pemanfaatannya

Dari sini, barang yang haram pemanfaatannya seperti khomr, babi, dan alat musik maka tidak boleh diperdagangkan. Mengenai rincian barang yang terlarang diperjualbelikan, silakan melihat tulisan sebelumnya di web ini: Barang yang Haram Diperdagangkan.

Kedua: Barang yang dijual dan uang yang akan diberi bisa diserahterimakan

Karena sesuatu yang tidak bisa diserahterimakan ketika akad, maka seperti tidak ada sehingga jual belinya tidak sah. Contoh yang terlarang dalam masalah ini:

–       Menjual budak yang kabur

–       Menjual unta yang kabur

–       Menjual burung yang terbang di udara

–       Menjual barang yang telah dirampas bagi orang yang mampu mengambilnya kembali

–       Ikan dalam kolam

Namun jika barang-barang di atas mampu untuk diserahterimakan semisal kebiasaan burung yang terbang di udara pasti akan kembali ke sangkarnya, atau ikan yang sudah dijaring sehingga mudah ditangkap, atau si pembeli mampu menangkap budak atau unta yang kabur, maka sah jual belinya.

Ketiga: Barang dan uang diketahui dengan jelas dan tidak boleh ada ghoror (ketidak jelasan)

Dari sini, tidak boleh membeli barang yang tidak bisa dilihat atau tidak diketahui, seperti membeli janin yang masih dalam kandungan, atau membeli susu yang masih dalam ambingnya.

Dalam hadits dilarang jual beli mulamasah, yaitu baju yang telah disentuh, itulah yang diambil. Begitu pula jual beli munabadzah juga terlarang, yaitu seseorang melemparkan baju pada yang lain, maka itulah yang diambil. Kedua jual beli ini mengandung ghoror atau spekulasi tinggi, yaitu adanya ketidak jelasan ketika membeli. Boleh jadi yang didapat bagus dan boleh jadi yang didapat adalah kualitas rendahan.

Dari Abu Sa’id, ia berkata,

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – نَهَى عَنِ الْمُنَابَذَةِ ، وَهْىَ طَرْحُ الرَّجُلِ ثَوْبَهُ بِالْبَيْعِ إِلَى الرَّجُلِ ، قَبْلَ أَنْ يُقَلِّبَهُ ، أَوْ يَنْظُرَ إِلَيْهِ ، وَنَهَى عَنِ الْمُلاَمَسَةِ ، وَالْمُلاَمَسَةُ لَمْسُ الثَّوْبِ لاَ يَنْظُرُ إِلَيْهِ

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang dari munabadzah, yaitu seseorang melempar pakaiannya kepada yang lain dan itulah yang dibeli tanpa dibolak-balik terlebih dahulu atau tanpa dilihat keadaan pakaiannya. Begitu pula beliau melarang dari mulamasah, yaitu pakaian yang disentuh itulah yang dibeli tanpa melihat keadaaannya” (HR. Bukhari no. 2144).

Begitu pula terlarang juall beli hashoh (lemparan dengan kerikil), yaitu hasil lemparan kerikil jatuh pada pakaian, itulah yang dibeli. Dari Abu Hurairah, ia berkata,

نَهَى رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- عَنْ بَيْعِ الْحَصَاةِ وَعَنْ بَيْعِ الْغَرَرِ

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang dari jual beli hashoh (hasil lemparan kerikil, itulah yang dibeli) dan melarang dari ghoror” (HR. Muslim no. 1513).

Masalah ghoror (ketidakjelasan), inilah sebab utama yang membuat mayoritas jual beli menjadi tidak sah. Namun ada ghoror yang dibolehkan, yaitu:

1. Yang mengandung spekulasi kerugian yang sedikit. Sebagaimana Ibnu Rusyd berkata,

الفقهاء متّفقون على أنّ الغرر الكثير في المبيعات لا يجوز وأنّ القليل يجوز

“Para pakar fikih sepakat bahwa ghoror pada barang dagangan yang mengandung kerugian yang banyak itulah yang tidak boleh. Sedangkan jika hanya sedikit, masih ditolerir (dibolehkan)”.

2. Merupakan ikutan dari yang lain, bukan ashl (pokok). Jika kita membeli janin dalam kandungan hewan ternak, itu tidak boleh. Karena ada ghoror pada barang yang dibeli. Sedangkan jika yang dibeli adalah yang hewan ternak yang bunting dan ditambah dengan janinnya, maka itu boleh.

3. Dalam keadaan hajat (butuh). Semacam membeli rumah di bawahnya ada pondasi, tentu kita tidak bisa melihat kondisi pondasi tersebut, artinya ada ghoror. Namun tetap boleh membeli rumah walau tidak terlihat pondasinya karena ada hajat ketika itu.

4. Pada akad tabarru’at (yang tidak ditarik keuntungan), seperti dalam pemberian hadiah. Kita boleh saja memberi hadiah pada teman dalam keadaan dibungkus sehingga tidak jelas apa isinya. Ini sah-sah saja. Beda halnya jika transaksinya adalah mu’awadhot, ada keuntungan di dalamnya semacam dalam jual beli.

Demikian bahasan kami mengenai syarat jual beli. Moga kita selalu memperhatikan hal ini saat kita melakukan akad. Semoga Allah selalu memberkahi jual beli yang kita lakukan.

Wallahu a’lam. Wa billahit taufiq.

 

Referensi:

  1. Al Mawsu’ah Al Fiqhiyyah, terbitan Kementrian Agama Kuwait.
  2. Al Mulakhosh Al Fiqhiy, Syaikh Dr. Sholih bin Fauzan bin ‘Abdullah Al Fauzan, terbitan Darul Ifta’, cetakan kedua, 1430 H.
  3. Syarh ‘Umdatul Fiqh, Syaikh Prof. Dr. ‘Abdullah bin ‘Abdul ‘Aziz Al Jibrin, terbitan Maktabah Ar Rusyd, cetakan keenam, 1431 H.

 

@ Ummul Hamam, Riyadh, KSA, 18 Rabi’uts Tsani 1433 H

www.rumaysho.com

Artikel yang Terkait

6 Komentar

  1. Dalam ilmu ekonomi ada istillah “goods and services” yang boleh diperdagangkan.Contohnya, kita membayar service agen pelancongan untuk kesesuatu distinasi pada tempoh tertentu, misalnya pergi umrah dengan bayaran RM6,000. Apakah dalam jual beli islam “services” boleh dianggap sebagai “barang” yang boleh diperdagangkan? dan seterusnya kalau boleh, apakah syarat syaratnya. Sekian. Terima kasih. 

  2. jadi bagaimana aturan dalam mengambil untung, berapa persen dari harga asli. apa harus kita beritahu kepada pembeli. saya ada ikut keanggotaan barang yang menjual dengan memperlihatkan katalog. untuk anggota diberi potongan harga 30%. bagaimana cara menjual yang benar?
    oh ya cara saya menjual, pertama pembeli melihat katalog lalu memilih, saya menawarkan kredit dengan harga katalog atau cash saya beri potongan. dan mereka setuju bahkan membeli sebagian kredit dan sebagian cash. tetapi uang baru saya mau terima ketika barang sudah saya beli dan mengantarkan ke tempat pembeli, karena kadang barang tidak ada. apakah ini termasuk dalam dua akad yang tidak diperbolehkan? mohon penjelasannnya dan terima kasih.

  3. Apakah masih ada perbudakan yang dihalalkan, seperti halnya budak-budak di jaman Nabi Muhammad?

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button