Shalat

Kiat Shalat Khusyuk #03

Di antara lagi kiat-kiat agar bisa khusyuk dalam shalat adalah mempraktikkan adab-adab berjalan menuju masjid, tidak menoleh tanpa keperluan, tidak memandang ke langit-langit, dan tidak merebahkan siku tangan saat sujud. Yang diterangkan di sini juga yang termasuk kesalahan dalam shalat yang membuat shalat jadi tidak khusyuk.

Kelima: Mempraktikkan adab-adab berjalan menuju masjid

Baca juga: 16 Adab Pergi ke Masjid Disertai Dalil

Keenam: Tidak menoleh tanpa keperluan

Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia bertanya pada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengenai berpaling (menoleh) dalam shalat. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas menjawab,

هُوَ اخْتِلاَسٌ يَخْتَلِسُهُ الشَّيْطَانُ مِنْ صَلاَةِ الْعَبْدِ

Itu adalah copetan yang dicopet oleh setan dalam shalat seseorang.” (HR. Bukharino. 751)

Adapun jika ada kebutuhan untuk menoleh seperti saat shalat khauf ketika akan datangnya musuh, maka boleh.

Bahasan di atas adalah jika menoleh dengan memalingkan wajah atau leher. Adapun jika memalingkan dada lantas menjauh dari arah kiblat, shalatnya batal karena meninggalkan rukun menghadap kiblat. Adapun mencuri pandangan dengan mata, tidaklah mengapa. Dalilnya adalah,

عَلِىِّ بْنِ شَيْبَانَ – وَكَانَ مِنَ الْوَفْدِ – قَالَ خَرَجْنَا حَتَّى قَدِمْنَا عَلَى رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فَبَايَعْنَاهُ وَصَلَّيْنَا خَلْفَهُ فَلَمَحَ بِمُؤْخِرِ عَيْنِهِ رَجُلاً لاَ يُقِيمُ صَلاَتَهُ – يَعْنِى صُلْبَهُ – فِى الرُّكُوعِ وَالسُّجُودِ فَلَمَّا قَضَى النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- الصَّلاَةَ قَالَ « يَا مَعْشَرَ الْمُسْلِمِينَ لاَ صَلاَةَ لِمَنْ لاَ يُقِيمُ صُلْبَهُ فِى الرُّكُوعِ وَالسُّجُودِ »

“’Ali bin Syaiban, ia adalah seorang delegasi (utusan). Ia berkata, “Kami pernah keluar hingga kami bertemu dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kami pun membai’at beliau dan kami shalat di belakang beliau. Beliau lantas mencuri pandangan lewat pelipis matanya pada seseorang yang tidak menegakkan tulang punggungnya saat shalat ketika rukuk dan sujud. Ketika selesai shalat, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan, “Wahai kaum muslimin, tidak ada shalat bagi yang tidak menegakkan punggungnya saat rukuk dan sujud.” (HR. Ibnu Majah, no. 871 dan Ahmad, 4:23. Al Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini sahih).

 

Ketujuh: Tidak memandang ke langit-langit.

Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallalahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

« مَا بَالُ أَقْوَامٍ يَرْفَعُونَ أَبْصَارَهُمْ إِلَى السَّمَاءِ فِى صَلاَتِهِمْ » . فَاشْتَدَّ قَوْلُهُ فِى ذَلِكَ حَتَّى قَالَ « لَيَنْتَهُنَّ عَنْ ذَلِكَ أَوْ لَتُخْطَفَنَّ أَبْصَارُهُمْ »

Kenapa bisa ada kaum yang mengangkat pandangannya ke langit-langit dalam shalatnya.” Beliau keras dalam sabda beliau tersebut, hingga beliau bersabda, “Hendaklah tidak memandang seperti itu, kalau tidak, pandangannya akan disambar.” (HR. Bukhari, no. 750)

 

Kedelapan: Tidak merebahkan siku tangan saat sujud

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan untuk mengangkatnya dan tidak menempelkan lengan atau siku ke lantai saat sujud. Dalam hadits disebutkan pula,

اعْتَدِلُوا فِى السُّجُودِ ، وَلاَ يَبْسُطْ أَحَدُكُمْ ذِرَاعَيْهِ انْبِسَاطَ الْكَلْبِ

Bersikaplah pertengahan ketika sujud. Janganlah salah seorang di antara kalian menempelkan lengannya di lantai seperti anjing yang membentangkan lengannya saat duduk.” (HR. Bukhari, no. 822 dan Muslim, no. 493).

Apa hikmah mengangkat siku atau lengan tangan ketika sujud? Imam Nawawi rahimahullah berkata, “Hikmah melakukan cara seperti itu adalah untuk mendekatkan pada sifat tawadhu’ (rendah hati). Cara seperti itu pula akan membuat anggota sujud yang mesti menempel benar-benar menempel ke lantai yaitu dahi dan hidung. Cara sujud seperti itu pula akan menjauhkan dari sifat malas. Perlu diketahui bahwa cara sujud dengan lengan menempel ke tanah menyerupai anjing yang membentangkan lengannya. Keadaan lengan seperti itu pula pertanda orang tersebut meremehkan shalat dan kurang perhatian terhadap shalatnya. Wallahu a’lam.” (Syarh Shahih Muslim, 4:187)

 

 

Referensi:

Al-Khusyu’ fii Ash-Shalah fii Dhau Al-Kitab wa As-Sunnah. Cetakan kedua, Tahun 1434 H. Dr. Sa’id bin ‘Ali bin Wahf Al-Qahthani.

 

Baca juga pembahasan sebelumnya :

 

 

Oleh: Muhammad Abduh Tuasikal

Artikel Rumaysho.Com

 

Artikel yang Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button