Jihad dan Membangun Masjid Termasuk Amalan Muta’addi
Contoh amalan muta’addi lainnya adalah jihad, berjaga di jalan Allah, hingga membangun masjid.
Contoh Amalan Muta’addi #03: Jihad di jalan Allah
Jihad yang dimaksud di sini adalah berperang melawan orang kafir.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu, ia berkata,
قِيْلَ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : مَا يَعْدِلُ الْجِهَادَ فِيْ سَبِيْلِ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ ؟ قَالَ : « لَا تَسْتَطِيْعُوْنَهُ ». قَالَ : فَأَعَادُوْا عَلَيْهِ مَرَّتَيْنِ أَوْ ثَلَاثًا . كُلُّ ذَلِكَ يَقُوْلُ : « لَا تَسْتَطِيْعُوْنَهُ ». وَقَالَ فِيْ الثَّالِثَةِ : « مَثَلُ الْمُجَاهِدِ فِي سَبِيْلِ اللهِ كَمَثَلِ الصَّائِمِ الْقَائِمِ الْقَانِتِ بِآيَاتِ اللهِ . لَا يَفْتُرُ مِنْ صِيَامٍ وَلَا صَلَاةٍ حَتَّى يَرْجِعَ الْمُجَاهِدُ فِيْ سَبِيْلِ اللهِ تَعَالَى» .
Ada yang berkata kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Amalan apa yang setara dengan jihad fii sabiilillah?” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Kalian tidak bisa (mengerjakan amalan yang setara dengan jihad).” Para sahabat mengulangi pertanyaan tersebut dua kali atau tiga kali, dan Nabi tetap menjawab, “Kalian tidak bisa (mengerjakan amalan yang setara dengan jihad).” Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda pada kali yang ketiga, “Perumpamaan orang yang berjihad di jalan Allah itu seperti orang yang berpuasa, shalat, dan khusyu’ dengan (membaca) ayat-ayat Allah. Dia tidak berhenti dari puasa dan shalatnya sampai orang yang berjihad di jalan Allah Ta’ala itu kembali.” (HR. Bukhari, no. 2635 dan Muslim, no. 1878)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah mengatakan,
وَالْجِهَادُ مَقْصُودُهُ أَنْ تَكُونَ كَلِمَةُ اللَّهِ هِيَ الْعُلْيَا وَأَنْ يَكُونَ الدِّينُ كُلُّهُ لِلَّهِ ؛ فَمَقْصُودُهُ إقَامَةُ دِينِ اللَّهِ
“Tujuan jihad adalah agar kalimat Allah tinggi, dan agar agama semuanya milik Allah, yaitu maksud tujuannya agar agama Allah tegak (di muka bumi).” (Majmu’ah Al-Fatawa, 15:170)
Contoh Amalan Muta’addi #04: Berjaga di jalan Allah
Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
عَيْنَانِ لاَ تَمَسُّهُمَا النَّارُ عَيْنٌ بَكَتْ مِنْ خَشْيَةِ اللَّهِ وَعَيْنٌ بَاتَتْ تَحْرُسُ فِى سَبِيلِ اللَّهِ
“Dua mata yang tidak akan tersentuh oleh api neraka yaitu mata yang menangis karena takut kepada Allah dan mata yang bermalam (begadang) untuk berjaga-jaga (dari serangan musuh) ketika berperang di jalan Allah.” (HR. Tirmidzi, no. 1639. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa hadits ini hasan).
Contoh Amalan Muta’addi #05: Membangun Masjid
Allah Ta’ala berfirman,
إِنَّمَا يَعْمُرُ مَسَاجِدَ اللَّهِ مَنْ آمَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَأَقَامَ الصَّلَاةَ وَآتَى الزَّكَاةَ وَلَمْ يَخْشَ إِلَّا اللَّهَۖ فَعَسَىٰ أُولَٰئِكَ أَنْ يَكُونُوا مِنَ الْمُهْتَدِينَ
“Hanya yang memakmurkan masjid-masjid Allah ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan Hari kemudian, serta tetap mendirikan shalat, menunaikan zakat dan tidak takut (kepada siapapun) selain kepada Allah, maka merekalah orang-orang yang diharapkan termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS. At-Taubah: 18)
Dari ‘Utsman bin ‘Affan radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ بَنَى مَسْجِدًا لِلَّهِ بَنَى اللَّهُ لَهُ فِى الْجَنَّةِ مِثْلَهُ
“Siapa yang membangun masjid karena Allah, maka Allah akan membangun baginya semisal itu di surga.” (HR. Bukhari, no. 450 dan Muslim, no. 533).
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ مِمَّا يَلْحَقُ الْمُؤْمِنَ مِنْ عَمَلِهِ وَحَسَنَاتِهِ بَعْدَ مَوْتِهِ عِلْمًا عَلَّمَهُ وَنَشَرَهُ وَوَلَدًا صَالِحًا تَرَكَهُ وَمُصْحَفًا وَرَّثَهُ أَوْ مَسْجِدًا بَنَاهُ أَوْ بَيْتًا لِابْنِ السَّبِيلِ بَنَاهُ أَوْ نَهْرًا أَجْرَاهُ أَوْ صَدَقَةً أَخْرَجَهَا مِنْ مَالِهِ فِي صِحَّتِهِ وَحَيَاتِهِ يَلْحَقُهُ مِنْ بَعْدِ مَوْتِهِ
“Sesungguhnya yang didapati oleh orang yang beriman dari amalan dan kebaikan yang ia lakukan setelah ia mati adalah: (1) ilmu yang ia ajarkan dan sebarkan; (2) anak shalih yang ia tinggalkan; (3) mushaf Al-Qur’an yang ia wariskan; (4) masjid yang ia bangun; (5) rumah bagi ibnu sabil (musafir yang terputus perjalanan) yang ia bangun; (6) sungai yang ia alirkan; (7) sedekah yang ia keluarkan dari harta ketika ia sehat dan hidup. Semua itu akan dikaitkan dengannya setelah ia mati.” (HR. Ibnu Majah, no. 242; Al-Baihaqi dalam Syu’ab Al-Iman. Hadits ini dishahihkan oleh Ibnu Khuzaimah dan dihasankan oleh Al-Mundziri. Syaikh Al-Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan)
Referensi:
Utruk Atsaran Qabla Ar-Rahil. Cetakan kelima, Tahun 1436 H. Syaikh Muhammad Shalih Al-Munajjid. Penerbit Madarul Wathan.
Disusun @ Darush Sholihin, 5 Muharram 1441 H (4 September 2019)
Oleh: Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel Rumaysho.Com