Aqidah

Syarhus Sunnah: Amal dan Sahnya Iman

Apakah amalan itu syarat sahnya iman? Berikut bahasan dari Syarhus Sunnah karya Imam Al-Muzani.

 

Imam Al-Muzani rahimahullah berkata,

وَالإِيْمَانُ قَوْلٌ وَعَمَلٌ مَعَ اعْتِقَادِهِ بِالجَنَانِ قَوْلٌ بِاللِّسَانِ وَعَمَلٌ بِالجَوَارِحِ وَالأَرْكَانِ

وَهُمَا سِيَّانِ وَنِظَامَانِ وَقَرِيْنَانِ لاَ نُفَرِّقُ بَيْنَهُمَا لاَ إِيْمَانَ إِلاَّ بِعَمَلٍ وَلاَ عَمَلَ إِلاَّ بِإِيْمَانٍ

“Iman itu perkataan dan perbuatan, bersama dengan keyakinan dalam hati, ucapan dalam lisan, dan amalan dengan anggota badan. Perkataan dan perbuatan itu sama, saling mendukung satu dan lainnya, saling terkait satu dan lainnya, dan keduanya tidak dibedakan (sama-sama termasuk iman). Tidak ada iman yang benar melainkan dengan amalan. Tidak ada amalan yang diterima melainkan dengan beriman.”

 

Ucapan dan Amalan Saling Terkait

Perkataan Imam Al-Muzani rahimahullah maksudnya adalah ucapan dan amalan itu sama, saling mendukung, saling terkait, tidak terpisah satu dan lainnya.

 

Tidak Ada Iman Kecuali dengan Amal

Tidak ada iman yang benar kecuali dengan amal. Ini adalah bantahan kepada Murji’ah yang menyatakan iman adalah perkataan dan tashdiq (pembenaran), mereka tidak memasukkan amalan dalam iman.

Dalam Al-‘Aqidah Ath-Thahawiyyah dinyatakan,

وَالإِيْمَانُ: هُوَ الإِقْرَارُ بِاللِّسَانِ، وَالتَّصْدِيْقُ بِالجَنَانِ

“Iman adalah pengakuan dalam lisan dan pembenaran dalam hati.”

Pernyataan yang dikemukakan Imam Ath-Thahawiy ini adalah keliru. Yang benar adalah yang dinyatakan oleh Ahlus Sunnah dan mayoritas ulama bahwa iman adalah pembenaran dalam hati, pengakuan dalam lisan dan beramal dengan anggota badan. Inilah ushul (landasan/pokok ajaran) Ahlus Sunnah wal Jama’ah. Dalil dari Al-Qur’an dan As-Sunnah yang menunjukkan bahwa amal adalah bagian dari keimanan  tidaklah terhitung banyaknya. Sehingga dibangun dari hal tersebut bahwa iman itu bisa bertambah dan berkurang yaitu bertambah dengan ketaatan dan berkurang dengan kemaksiatan. Hal ini sebagaimana firman Allah Ta’ala,

فَأَمَّا الَّذِينَ آَمَنُوا فَزَادَتْهُمْ إِيمَانًا وَهُمْ يَسْتَبْشِرُونَ

Adapun orang-orang yang beriman, maka akan bertambah imannya, dan mereka merasa gembira.”  (QS. At-Taubah: 124)

Begitu juga firman Allah Ta’ala,

لِيَزْدَادُوا إِيمَانًا مَعَ إِيمَانِهِمْ

Supaya keimanan mereka bertambah di samping keimanan mereka (yang telah ada).” (QS. Al-Fath: 4)

وَيَزِيدُ اللَّهُ الَّذِينَ اهْتَدَوْا هُدًى

“Dan Allah akan menambah petunjuk kepada mereka yang telah mendapat petunjuk.” (QS. Maryam: 76)

Seandainya amal tidak masuk dalam istilah iman, niscaya seluruh manusia akan memiliki kesamaan dalam iman, baik dia itu orang yang berbuat baik atau yang berbuat jelek (fajir), orang yang taat atau yang berbuat maksiat, selama mereka mengakui dan membenarkan bahwa Allah adalah pencipta dan satu-satunya sesembahan serta perkara keimanan yang lain. Ini adalah ushul (keyakinan) yang batil (salah). Yang benar sebagaimana yang telah kami sebutkan yang dipilih oleh Ahlus Sunnah wal Jama’ah. (Lihat Syarh Al-‘Aqidah Ath-Thahawiyah Al-Muyassar, hlm. 66-67).

Syaikh Shalih Al-Fauzan ketika menerangkan perkataan Imam Ath-Thahawi di atas menyatakan, “Perkataan yang benar, iman adalah perkataan dengan lisan, keyakinan dalam hati, dan amal dengan anggota badan. Amalan masuk dalam hakikat iman, bukan sesuatu tambahan di luar iman. Siapa yang mencukupkan hanya dengan perkataan lisan, pembenaran dengan hati, tanpa ada amalan, maka ia bukan termasuk ahli iman yang benar.” (hlm. 145)

 

Amalan Tidak Diterima Kecuali dengan Iman

Amalan tidak diterima kecuali dengan beriman. Pernyataan ini adalah bantahan untuk Karamiyyah yang menyatakan iman itu hanya di lisan saja, padahal iman itu juga harus dengan keyakinan dalam hati.

 

Amal adalah Syarat Sahnya Iman

Hal ini perlu ada rincian.

  1. Jika yang dimaksud adalah harus menampakkan amalan yang diyakini dalam hati, ini adalah benar.
  2. Jika yang dimaksud adalah siapa yang tidak melakukan satu ketaatan, maka batallah iman secara total, maka ini termasuk akidah Khawarij.
  3. Iman itu syarat sempurna dalam sahnya iman, artinya iman itu bertambah dengan ketaatan dan iman itu berkurang karena maksiat, ini adalah benar.
  4. Iman itu bisa terwujud tanpa amalan, amalan hanyalah sebab bertambahnya pahala, maka ini adalah perkataan Murji’ah.

Lihat bahasan Syaikh Dr. Muhammad Bazmul dalam Iidhah Syarh As-Sunnah li Al-Muzani, hlm. 57.

Semoga bermanfaat.

 

Referensi:

  1. At-Ta’liqaat Al-Mukhtasharah ‘ala matn Al-‘Aqidah Ath-Thahawiyyah. Cetakan pertama, Tahun 1422 H. Syaikh Shalih bin Fauzan bin ‘Abdillah Al-Fauzan. Penerbit Darul ‘Ashimah.
  2. Haqiqah Al-Iman wa Bida’ Al-Irja’ fi Al-Qadim wa Al-Hadits. Cetakan kedua, Tahun 1430 H. Syaikh Sa’ad bin Nashir Asy-Syatsri. Penerbit Dar Kunuz Isybiliya.
  3. Iidhah Syarh As-Sunnah li Al-Muzani. Cetakan Tahun 1439 H. Syaikh Dr. Muhammad bin ‘Umar Bazmul. Penerbit Dar Al-Mirats An-Nabawi.
  4. Syarh Al-‘Aqidah Ath-Thohawiyah Al-Muyassar. Dr. Muhammad bin Abdurrahman Al-Khumais. Penerbit Muassasah Al-Juraisy.
  5. Syarh As-Sunnah. Cetakan kedua, Tahun 1432 H. Imam Al-Muzani. Ta’liq: Dr. Jamal ‘Azzun. Penerbit Maktabah Dar Al-Minhaj.
  6. Tamam AlMinnah ‘ala Syarh As-Sunnah li Al-Imam Al-Muzani.Khalid bin Mahmud bin ‘Abdul ‘Aziz Al-Juhani. alukah.net.

 


 

Selasa, 24 Syaban 1440 H, 30 April 2019 @ perjalanan Panggang – Jogja

Oleh: Muhammad Abduh Tuasikal

Artikel Rumaysho.Com

 

Artikel yang Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button