Celakalah Rentenir!
Alhamdulillah, wa shalaatu wa salaamu ‘ala Rosulillah wa ‘ala aalihi wa shohbihi ajma’in.
Kami saat ini lebih sering hidup di desa dan berinteraksi dengan warga yang berada di bawah garis kemiskinan. Ketika kami mempublish info penyaluran zakat di Gunung Kidul khususnya di desa kami dan sekitar desa kami, kami baru mengetahui kenapa rakyat di sini bisa terus melarat. Yang pertama memang mereka belum sadar akan Islam, masih memiliki keyakinan-keyakinan syirik, banyak yang tidak memperhatikan shalat, itulah alasan kenapa Allah terus timpakan kesengsaraan. Namun ada satu hal yang merupakan faktor external yang membuat rakyat di sini terus miskin atau melarat karena terlilit utang rentenir.
Saat ini kebutuhan mereka begitu banyak dan semakin terdesak seperti kebutuhan anak akan sekolah. Dahulu hanya satu dua orang yang bisa menginjak bangku Sekolah Menengah Atas. Namun saat ini semakin banyak anak yang ingin merasakannya. Sehingga orang tua pun mesti menyediakan kebutuhan tersebut. Di antara caranya adalah meminjam uang ke bank atau perkumpulan RT yang memiliki kas yang banyak. Bank sudah jelas tidak lepas dari riba, begitu pula sama halnya dengan perkumpulan RT yang ada, juga sama menerapkan sistem riba. Jika dalam pengembalian mengalami keterlambatan, maka berlakulah riba. Padahal para ulama sudah katakan, “Setiap utang piutang yang ada keuntungan adalah riba.” Ibnul Mundzir berkata, “Para ulama sepakat bahwa jika orang yang memberikan utang mensyaratkan kepada orang yang berutang agar memberikan tambahan, hadiah, lalu dia pun memenuhi persyaratan tadi, maka pengambilan tambahan tersebut adalah riba.” Ibnu Qudamah mengatakan, “Karena yang namanya utang piutang adalah bentuk tolong menolong dan berbuat baik. Jika dipersyaratkan adanya tambahan ketika pengembalian utang, maka itu sudah keluar dari tujuan utama mengutangi (yaitu untuk tolong menolong).” (Lihat Al Mughni, 9/104).
Terserah keuntungan itu mau dinamakan bunga, uang jasa, bagi hasil atau lainnya. Jika awalnya untuk maksud menolong dengan memberikan pinjaman, namun ingin cari untung, maka itulah riba. Karena maksud menolong, maka tidak boleh menyengsarakan apalagi yang dibuat susah adalah orang miskin. Keuntungan akan berpihak terus pada rentenir atau bank, namun selalu merugikan wong miskin. Jadi tidak benar jika bank atau rentenir malah menyejahterakan rakyat. Bahkan sebaliknya perilaku rentenir itulah yang mengakibatkan kemiskinan di mana-mana.
Berikut adalah beberapa dalil yang menunjukkan haramnya memakan hasil riba, semoga para rentenir atau pekerja bank semakin sadar.
1. Memakan riba lebih buruk dosanya dari perbuatan zina.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
دِرْهَمُ رِبًا يَأْكُلُهُ الرَّجُلُ وَهُوَ يَعْلَمُ أَشَدُّ مِنْ سِتَّةِ وَثَلاَثِيْنَ زَنْيَةً
“Satu dirham yang dimakan oleh seseorang dari transaksi riba sedangkan dia mengetahui, lebih besar dosanya daripada melakukan perbuatan zina sebanyak 36 kali.” (HR. Ahmad dan Al Baihaqi dalam Syu’abul Iman. Syaikh Al Albani dalam Misykatul Mashobih mengatakan bahwa hadits ini shahih)
2. Dosa memakan riba seperti dosa seseorang yang menzinai ibu kandungnya sendiri.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
الرِبَا ثَلاَثَةٌ وَسَبْعُوْنَ بَابًا أيْسَرُهَا مِثْلُ أَنْ يَنْكِحَ الرُّجُلُ أُمَّهُ وَإِنْ أَرْبَى الرِّبَا عِرْضُ الرَّجُلِ الْمُسْلِمِ
“Riba itu ada 73 pintu (dosa). Yang paling ringan adalah semisal dosa seseorang yang menzinai ibu kandungnya sendiri. Sedangkan riba yang paling besar adalah apabila seseorang melanggar kehormatan saudaranya.” (HR. Al Hakim dan Al Baihaqi dalam Syu’abul Iman. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih dilihat dari jalur lainnya)
3. Tersebarnya riba merupakan “pernyataan tidak langsung” dari suatu kaum bahwa mereka berhak dan layak untuk mendapatkan adzab dari Allah ta’ala.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا ظَهَرَ الزِّناَ وَالرِّبَا فِي قَرْيَةٍ فَقَدْ أَحَلُّوْا بِأَنْفُسِهِمْ عَذَابَ اللهِ
“Apabila telah marak perzinaan dan praktek ribawi di suatu negeri, maka sungguh penduduk negeri tersebut telah menghalalkan diri mereka untuk diadzab oleh Allah.” (HR. Al Hakim. Beliau mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan dilihat dari jalur lainnya)
Kami sangat berterima kasih sekali karena penyaluran zakat dari para pengunjung rumaysho.com ke desa kami sehingga beberapa utang warga bisa dilunasi. Untuk lunasi 100 ribu rupiah saja, bertahun-tahun baru bisa lunas, apalagi jika utangnya jutaan. Semoga Allah membalas amalan para muzakki lewat website ini dan moga rizkinya tambah barokah. Adapun laporan penerimaan zakat maal, belum bisa kami sampaikan di website ini. Moga bisa segera mungkin karena masih ada yang menyusul sampai hari ini permintaan penyaluran zakat. Kami pun masih bersedia menyalurkan zakat dari pengunjung sekalian. Kami beri waktu sampai tanggal 12 September ini (hari Senin). Info zakat selengkapnya, silakan lihat di sini.
Baca tentang riba pada utang piutang dan bahaya memakan riba.
Panggang-Gunung Kidul, 8 Syawal 1432 H (07/09/2011)
www.rumayhso.com
Asalamualaikum pak ustdz.saya mau tanya klo kerja ama orang rentenir hukum nya gimana ya..haturnuhun pak sblum nya…
Ustadz, tadi antum bilang di artikle bisa menyalurkan zakat lewat Rumaysho ini? ke mana kalau mau transfer? syukron….
ke rekening kami. namun silakan konfirmasi dulu lewat email rumaysho@gmail.com. Biar kami hubungi sekretaris kami untuk mengurusnya.
Ass. Ust. Sy meminjamkan uang kepada seseorang untuk digunakan sebagai tambahan modal usahanya. Sy meminta ia mengembalikan uang tersebut pada suatu waktu tertentu dan bila ada keuntungan maka sy persyaratkan pembagian hasil usahanya sebesar 35% untuk saya & 65% untuk dia. Semua ini tertuang dalam suatu kontrak kerjasama. Dalam kontrak tersebut juga sy meminta agar ia memberi laporan perputaran uang tersebut sehingga dapat menghasilkan perhitungan yang jelas. Tetapi kenyataannya ia selalu memberikan saya dalam suatu nilai fix perkalian atas modal yang saya pinjamkan yaitu 5% dan menolak memberikan laporan perputaran modal tersebut. Jadi misal saya pinjamkan 10juta, ia akan mengembalikan modal plus 500rb. Sy agak ragu dan berat sebenarnya memberikannya lagi pinjaman, namun dialah yang selalu meminta tolong (bukan saya yang menwarkan) dengan waktu yang tidak berkesinambungan. Contohnya bila akan memasuki bulan Ramadhan, dia akan datang meminta bantuan modal dan mengembalikannya setelah Idul Fitri karena pada saat seperti itulah dia butuh penambahan stok barang. Bagaimana menurut ust.?
Wa’alaikumus salam
Seharusnya sejak awal bukan dikatakan meminjamkan uang tapi ingin bagi hasil. Kalau meminjamkan uang, maka tidak boleh ada untung. Kalau ingin bagi hasil dengan berikan modal, maka kalau untung dibagi sama2, demikian pula dengan rugi.
Dalam surat kontrak pertama, sy memang menggunakan kata “meminjamkan” dan keuntungan yg dia beri sy tolak sama sekali. Kerjasama berikutx, format surat kontrak sy ubah menjadi “bekerjasama dengan sistem bagi hasil” dengan mensyaratkan adanya laporan perputaran modal, tp ternyata laporan tersebut tidak dia buat. Dengan penolakannya memberikan laporan perputaran modal, saya tdk bisa tahu apakah usaha tersebut untungnya besar, kecil atau malah merugi. Kini sudah 4 kali kami bekerjasama. Bgmn menurut ust, apakah sebaiknya saya tdk lagi bekerja sama untuk menghindari unsur riba?
alasannya menolong tetangga agar lebih sopan dan halus namanya diganti jadi BAGI HASIL…..lumayan buat anak kuliah dan umroh…….dihormati lagi sama tetangga………?????????
bagai mana dengan Bank Syariah yang menerapkan sistem bagi hasil? Saya takut itu pun riba…
Bagi hasil bank syariah tidak jauh dari riba. Istilah bagi hasil hanyalah kamuflase.
bank syariah tidak jauh beda dg bank konvensional
Kalau yang mencatat transaksi peminjaman bank syariah di perusahaan, apakah dia otomatis menjadi saksi transaksi riba itu juga ustad
Iya.
Muhammad Abduh Tuasikal
Rumaysho.com via my Iphone
في ٠٥/٠١/٢٠١٣، الساعة ١٢:٥٠ م، كتب “Disqus” :