Aqidah

Tsalatsatul Ushul: Ilmu Sebelum Berkata dan Beramal

Ilmu itu begitu penting sebelum berkata dan beramal.

Pertemuan #09

Akidah

Ilmu Sebelum Berkata dan Beramal

Syaikh Muhammad bin ‘Abdul Wahhab rahimahullah dalam Tsalatsatul Ushul kembali berkata,

قَالَ الشَّافِعِيُّ رَحِمَهُ اللهُ: لَوْ مَا أَنْزَلَ اللهُ حُجَّةً عَلَى خَلْقِهِ إِلاَّ هَذِهِ السُّوْرَةُ لَكَفَتْهُمْ.

وَقَالَ البُخَارِيُّ رَحِمَهُ اللهُ تَعَالَى:
“بَابُ: العِلْمُ قَبْلَ القَوْلِ وَالْعَمَلِ، وَالدَّلِيلُ قَوْلُهُ تَعَالَى: {فَاعْلَمْ أَنَّهُ لاَ إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَاسْتَغْفِرْ لِذَنْبِكَ} فبدأ بالعلم قبل القول والعمل”.

Imam Syafi’i rahimahullah berkata, “Andai Allah menurunkan hujjah pada hamba hanyalah surat Al-‘Ashr ini, tentu itu sudah mencukupi mereka.”

Imam Bukhari rahimahullah berkata, “Bab ‘Ilmu Sebelum Berkata dan Beramal’, dalilnya adalah firman Allah Ta’ala (yang artinya), ‘Maka ketahuilah, bahwa sesungguhnya tidak ada Ilah (sesembahan, tuhan) selain Allah dan mohonlah ampunan bagi dosamu’.” (QS. Muhammad: 19). Dalam ayat ini, Allah memulai dengan berilmu lalu beramal.

 

Cukup dengan Surah Al-‘Ashr

 

Maksud perkataan Imam Asy-Syafi’i rahimahullah di atas adalah surah Al-‘Ashr semata sudah mencukupi hamba sebagai petunjuk untuk bisa terus belajar, terus beramal, berdakwah, dan bersabar.

Bagaimana dengan surah-surah yang lain, apa tidak bisa menjadi hujjah? Seluruh Al-Qur’an jelas bisa menjadi hujjah. Demikian dijelaskan oleh Syaikh Haytsam bin Muhammad Jamil Sarhan.

Dalam Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim, Ibnu Katsir rahimahullah membawakan perkataan Imam Asy-Syafi’i rahimahullah,

لَوْ تَدَبَّرَ النَّاسُ هَذِهِ السُّوْرَةَ لَوَسِعَتْهُمْ

“Andai manusia mau merenungkan surah Al-‘Ashr ini, maka itu sudah mencukupi mereka.” (Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim, 7:648)

 

Lihat Kata Imam Bukhari, Berilmu Dulu Baru Beramal

 

Amirul Mukminin dalam bidang hadits yaitu Imam Bukhari rahimahullah menyatakan dalam kitabnya Shahih Al-Bukhari, Bab “Al-‘Ilmu Qabla Al-Qaul wa Al-‘Amal” (ilmu sebelum berkata dan beramal), lantas beliau menyebutkan dalil. Di sini menunjukkan bahwa kita mesti berilmu sebelum beramal. Tidaklah sah suatu amalan yang tidak didasari ilmu terlebih dahulu. Orang yang beramal tanpa ilmu, itulah yang mirip dengan kaum Nashrani. Demikian dijelaskan oleh Syaikh Haytsam bin Muhammad Jamil Sarhan.

Syaikh ‘Abdullah Al-Fauzan menjelaskan sebagai berikut.

Kalimat “فَاعْلَمْ أَنَّهُ لاَ إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ” menunjukkan perintah untuk berilmu dahulu. Sedangkan kalimat “وَاسْتَغْفِرْ لِذَنْبِكَ” menunjukkan amalan.

Surah Muhammad ayat 19 sekaligus menunjukkan keutamaan berilmu.

Abu Nu’aim rahimahullah dalam Hilyah Al-Auliya’ (7:305) dari Sufyan bin ‘Uyainah ketika ditanya mengenai keutamaan ilmu, ia menyatakan, “Tidakkah engkau mendengar firman Allah Ta’ala ketika memulai dengan ‘فَاعْلَمْ أَنَّهُ لاَ إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ’ artinya dimulai dengan ilmu, baru setelah itu disebutkan perintah untuk beramal pada ‘وَاسْتَغْفِرْ لِذَنْبِكَ’.” Dinukil dari Hushul Al-Ma’mul, hlm. 29.

Kesimpulannya surah Muhammad ayat 19 menunjukkan:

  1. Keutamaan ilmu.
  2. Berilmu lebih didahulukan daripada beramal.

 

Akibat Tidak Berilmu Dahulu

 

Syaikh Ibnu Qasim rahimahullah berkata, “Perkataan dan amalan manusia tidaklah benar sampai ia mendasarinya dengan ilmu. Dalam hadits disebutkan,

مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ

Siapa yang beramal tanpa dasar dari kami, maka amalan tersebut tertolak.” (HR. Muslim, no. 1718)

Dalam kalimat syair disebutkan,

وَكُلُّ مَنْ بِغَيْرِ عِلْمٍ يَعْمَلُ

أَعْمَالُهُ مَرْدُوْدَةٌ لاَ تُقْبَلُ

“Setiap yang beramal tanpa ilmu, amalannya tertolak dan tidak diterima.” (Hasyiyah Tsalatsah Al-Ushul, hlm. 14-15)

Semoga Allah menjadikan kita semangat mendasari setiap amalan kita dengan ilmu.

 

Referensi:

  1. Hasyiyah Tsalatsah Al-Ushul.Cetakan Tahun 1429 H. Syaikh ‘Abdurrahman bin Muhammad bin Qasim Al-Hambali An-Najdi. Penerbit Maktabah Al-Malik Fahd.
  2. Hushul Al-Ma’mul bi Syarh Tsalatsah Al-Ushul. Cetakan kedua, Tahun 1430 H. Syaikh ‘Abdullah bin Shalih Al-Fauzan. Penerbit Maktabah Ar-Rusyd.
  3. Syarh Tsalatsah Al-Ushul wa Adillatuhaa wa Al-Qawa’id Al-Arba’. Haytsam bin Muhammad Jamil Sarhan. Penerbit At-Taseel Al-Ilmi.
  4. Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim. Cetakan pertama, Tahun 1430 H. Ibnu Katsir. Tahqiq: Prof. Dr. Hikmat bin Baysir bin Yasin. Penerbit Dar Ibnul Jauzi.

Diselesaikan pada perjalanan Jogja – Jakarta (Garuda), pagi hari 18 Dzulqa’dah 1439 H

Oleh: Muhammad Abduh Tuasikal

Artikel Rumaysho.Com

Artikel yang Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button