AmalanShalat

Meluruskan dan Merapatkan Shaf

 

Hukum meluruskan dan merapatkan shaf dibahas dalam dua hadits berikut ini, ada bahasannya dalam kitab Riyadhus Sholihin karya Imam Nawawi.

 

Hadits #1087

وَعَنْ أَنَسٍ – رَضِيَ اللهُ عَنْهُ – ، قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللهِ – صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – : (( سَوُّوا صُفُوفَكُمْ ؛ فَإنَّ تَسْوِيَةَ الصَّفِّ مِنْ تَمَامِ الصَّلاَةِ )) مُتَّفَقٌ عَلَيهِ .

وَفِي رِوَايَةٍ لِلْبُخَارِي : (( فَإنَّ تَسْوِيَةَ الصُّفُوفِ مِنْ إقَامَةِ الصَّلاَةِ )) .

Anas radhiyallahu ‘anhu berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Luruskanlah shaf-shaf kalian, karena lurusnya shaf termasuk kesempurnaan shalat.” (Muttafaqun ‘alaih) [HR. Bukhari, no. 723 dan Muslim, no. 433]

Dalam riwayat Al-Bukhari disebutkan, “Karena lurusnya shaf termasuk mendirikan shalat.”

 

Hadits #1088

وَعَنْهُ ، قَالَ : أُقِيمَتِ الصَّلاَةُ فَأقْبَلَ عَلَيْنَا رَسُولُ اللهِ – صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – بِوَجْهِهِ ، فَقَالَ : (( أَقِيمُوا صُفُوفَكُمْ وَتَرَاصُّوا ؛ فَإنِّي أرَاكُمْ مِنْ وَرَاءِ ظَهْرِي )) رَوَاهُ البُخَارِيُّ بِلَفْظِهِ ، وَمُسْلِمٌ بِمَعْنَاهُ .

وَفِي رِوَايَةٍ لِلْبُخَارِي: وَكَانَ أَحَدُنَا يُلْزِقُ مَنْكِبَهُ بِمَنْكِبِ صَاحِبِهِ وَقَدَمَهُ بِقَدَمِهِ.

Anas radhiyallahu ‘anhu berkata, “Iqamah shalat telah dikumandangkan, lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menghadap kami kemudian berkata, ‘Luruskanlah shaf-shaf kalian, karena aku dapat melihat kalian dari belakang punggungku.’” (HR. Bukhari dengan lafazhnya, sedangkan diriwayatkan oleh Imam Muslim secara makna) [HR. Bukhari, no. 719 dan Muslim, no. 434]

Dalam riwayat Al-Bukhari disebutkan, “Dan keadaan salah seorang, dari kami menempelkan bahunya dengan bahu rekannya dan kakinya dengan kaki rekannya.”

 

Faedah Hadits

  1. Disarankan bagi imam untuk memerintah jamaah meluruskan shaf sebelum dimulai shalat.
  2. Perintah meluruskan dan membentuk shaf nantinya setelah iqamah untuk shalat dikumandangkan.
  3. Meluruskan shaf merupakan bagian dari shalat berjamaah.
  4. Termasuk mukjizat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau dapat memerhatikan sahabatnya yang berada di balik punggungnya.
  5. Meluruskan shaf dengan cara menempelkan bahu dengan bahu dan kaki dengan kaki.

 

Hukum Meluruskan Shaf

Jumhur ulama (mayoritas) berpandangan bahwa hukum meluruskan shaf adalah sunnah. Sedangkan Ibnu Hazm, Imam Bukhari, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dan Asy-Syaukani menganggap meluruskan shaf itu wajib. Dalil kalangan yang mewajibkan adalah berdasarkan riwayat An-Nu’man bin Basyir radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Hendaknya kalian meluruskan shaf kalian atau tidak Allah akan membuat wajah kalian berselisih.” (HR. Bukhari, no. 717 dan Muslim, no. 436). Imam Nawawi rahimahullah berkata, “Tidak lurusnya shaf akan menimbulkan permusuhan dan kebencian, serta membuat hati kalian berselisih.” (Syarh Shahih Muslim, 4:157)

 

Hukum Membuat Garis Shaf

Komisi Fatwa Kerajaan Saudi Arabia (Al-Lajnah Ad-Daimah) ditanya, “Apa hukum menaruh garis di atas alas atau sajadah di masjid. Dikarenakan kiblat sedikit melenceng dengan maksud untuk mengatur shaf?”

Jawaban para ulama Lajnah, “Hal itu tidaklah masalah. Kalau mereka shalat tanpa garis juga tidak mengapa. Karena sedikit miring tidaklah masalah.” [Yang menandatangani fatwa: Syaikh ‘Abdul Aziz bin Baz, Syaikh ‘Abdurrazzaq ‘Afifi. Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah, 6:315]

 

Bahasan lengkapnya:

Masalah Garis Shaf

 

Merapatkan Shaf Haruskah Sempit-Sempitan?

Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullah menjelaskan, “Menempelkan mata kaki satu dan lainnya tak ragu lagi ada dalilnya dari para sahabat radhiyallahu ‘anhum. Karena dahulu mereka meluruskan shaf dengan merapatkan mata kaki mereka dengan lainnya. Jadi lurusnya shaf didapati dengan menempelkan mata kaki satu dan lainnya. Ini dilakukan ketika membuat shaf dan orang-orang telah berdiri. Jadi menempelkan tadi dengan maksud untuk membuat shaf lurus saja. Bukanlah maknanya harus menempelkan dengan rapat yang terus dituntut dilakukan sepanjang shalat. Termasuk bentuk berlebihan yang dilakukan oleh sebagian orang adalah menempelkan mata kaki dengan mata kaki saja yang dicari sedangkan untuk pundak terdapat celah. Seperti ini malah menyelisihi ajaran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Yang dimaksud merapatkan di sini adalah antara pundak dan mata kaki itu sama.”

 

Referensi Utama:

  1. Bahjah An-Nazhirin Syarh Riyadh Ash-Shalihin. Cetakan pertama, Tahun 1430 H. Syaikh Salim bin ‘Ied Al-Hilali. Penerbit Dar Ibnul Jauzi. 2:258-259.
  2. http://www.ahlalhdeeth.com/vb/showthread.php?t=9912 , diakses 14 Februari 2018

 

Disusun di Perpus Rumaysho, 28 Jumadal Ula 1439 H (14 Februari 2018), Rabu sore

Oleh: Muhammad Abduh Tuasikal

Artikel Rumaysho.Com

Artikel yang Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button