Amalan

Lisan Selalu Basah dengan Dzikir

 

Di sini ada perintah agar lisan kita selalu basah dengan dzikir.

 

Hadits #1438

وَعَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ بُسْرٍ – رَضِيَ اللهُ عَنْهُ – : أَنَّ رَجُلاً قَالَ : يَا رَسُوْلَ اللهِ ، إِنَّ شَرَائِعَ الإِسْلاَمِ قَدْ كَثُرَتْ عَليَّ ، فَأَخْبِرْنِي بِشَيْءٍ أَتَشَبْثُ بِهِ قَالَ : (( لاَ يَزالُ لِسَانُكَ رَطْباً مِنْ ذِكْرِ اللهِ )) . رَوَاهُ التِّرْمِذِيُّ ، وَقَالَ : (( حَدِيْثٌ حَسَنٌ )) .

Dari ‘Abdullah bin Busr radhiyallahu ‘anhu bahwa ada seorang lelaki berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya syariat Islam ini telah banyak bagiku, maka beritahulah kepadaku sesuatu yang bisa aku pegang selalu.” Beliau menjawab, “Hendaklah lisanmu selalu basah karena berdzikir kepada Allah.” (HR. Tirmidzi, ia mengatakan bahwa hadits ini hasan) [HR. Tirmidzi, no. 3375. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini hasan].

 

Faedah Hadits:

  1. Hadits ini menunjukkan perintah untuk merutinkan dzikir.
  2. Dzikir adalah bentuk ketaatan yang mudah dilakukan, akan tetapi berat di timbangan. Oleh karenanya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mendorong kita untuk terus berdzikir.
  3. Disebut dzikir jika menggerakkan lisan. Adapun jika berdzikir dengan batin tidaklah disebut kalam atau kalimat yang diucap.

 

Dzikir dengan Menggerakkan Lisan (Lidah)

Ibnu Rusyd berkata dalam Al-Bayan wa At-Tahshil (1:490), dari Imam Malik rahimahullah bahwa beliau ditanya mengenai bacaan yang dibaca dalam shalat lantas tidak didengar oleh seorang pun, tidak pula oleh dirinya sendiri, dan lisan ketika itu tidak bergerak. Jawab Imam Malik, itu bukanlah qira’ah (membaca). Yang dimaksud dengan membaca adalah dengan menggerakkan lisan.

Al-Kasani dalam Badai’ Ash-Shanai’ (4:118) berkata, “Membaca hendaklah dengan menggerakkan lisan (bibir) kala mengucapkan huruf. Jika ada yang mampu membaca namun cuma diam saja tanpa menggerakkan lisan dengan mengucapkan huruf, shalatnya tentu tidak sah. Begitu pula jika ada yang bersumpah tidak mau membaca satu surat pun dalam Al-Qur’an lantas ia melihat Al-Qur’an dan memahaminya tanpa menggerakkan lisannya, ketika itu belum disebut membatalkan sumpah.” Karena saat itu yang terjadi hanyalah melihat, bukan membaca.

Disebutkan pula oleh Imam Nawawi dalam Al-Majmu’ (2:187-189) bahwa para ulama melarang orang junub untuk membaca Al-Qur’an. Namun mereka masih membolehkan jika orang yang junub tersebut melihat mushaf Al-Qur’an dan dia hanya membaca di dalam hati, tanpa menggerakkan lisan. Jadi kedua hal tersebut berbeda. Tidak menggerakkan bibir atau lidah berarti tidak dianggap membaca.

Kesimpulannya, tidak cukup mulut mingkem (diam) saat membaca, yang tepat lidah atau bibir (lisan) digerakkan (komat-kamit). Itulah baru disebut membaca jika dituntut membaca seperti membaca Al-Fatihah, membaca surat, dan membaca dzikir.

Wallahu waliyyut taufiq.

 

Referensi:

  1. Bahjah An-Nazhirin Syarh Riyadh Ash-Shalihin. Cetakan pertama, Tahun 1430 H. Syaikh Salim bin ‘Ied Al-Hilali. Penerbit Dar Ibnul Jauzi. 2:461.
  2. Fatwa Al-Islam Sual wa Jawab, no. 70577. Syaikh Muhammad Shalih Al-Munajjid.
  3. Tafsir Al-Qur’an Al-Karim Surat Al-Kahfi. Cetakan pertama, Tahun 1423 H. Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin. Penerbit Dar Ibnul Jauzi.

 

Disusun di Perpus Rumaysho, 22 Jumadal Ula 1439 H, Kamis sore

Oleh: Muhammad Abduh Tuasikal

Artikel Rumaysho.Com

Artikel yang Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button