Shalat

Ketika Safar Lebih Baik Menjamak Shalat ataukah Tidak?

Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin rahimahullah ditanya,

Ada seseorang yang tinggal satu jam lagi sampai di negerinya ketika safar, lantas masuk waktu Zhuhur. Kemudian ia pergi ke masjid dan melaksanakan shalat Zhuhur dan Ashar secara jamak taqdim (menggabungkan dua shalat dan dikerjakan di awal waktu, pen). Apakah ia mesti mengulangi shalat Asharnya tadi ketika ia telah sampai di tempatnya (di waktu Ashar, pen)? Manakah yang lebih afdhol, ia mesti menjamak atau ia kerjakan shalat Zhuhur saja karena ia kerjakan shalat-shalat tadi sebelum waktu ‘Ashar?

 

Jawaban:

Pertama, wajib diketahui bahwa seorang musafir disunnahkan untuk mengqoshor shalat yang empat raka’at menjadi dua raka’at ketika ia keluar dari negerinya sampai ia kembali. Dan ini tidak ada masalah. Adapun menjamak shalat (menggabungkan dua shalat di satu waktu), maka lebih utama menjamak tersebut dilakukan ketika adanya hajat (artinya, ketika sulit mengerjakan shalat di masing-masing waktu saja, pen).

Dari sini kami katakan kepada laki-laki tadi, jika ia ketahui atau yakin bahwa ia bisa sampai di negerinya sebelum masuk shalat yang kedua (yaitu sebelum masuk waktu Ashar dalam kasus ini, pen), maka kami katakan bahwa yang afdhol baginya adalah tidak menjamak shalat. Karena dalam kondisi ini ia memang tidak butuh untuk menjamak shalat. Yaitu “engkau tidak butuh jamak ketika itu”. Meskipun demikian, seandainya ia tetap menjamak shalat dalam kondisi  semacam itu, maka ia tidak wajib mengulangi shalatnya tadi ketika ia sudah sampai di negerinya. Karena kewajibannya adalah ia sudah melepaskan diri dari kewajiban shalat, yaitu dengan dia telah menjamaknya tadi. …

Sumber: Liqo’ Al Bab Al Maftuh, kaset no. 14.

***

Penjelasan Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin ini amat berharga sekali. Ini adalah pelajaran penting yang menunjukkan bahwa tidak setiap seseorang melakukan safar, maka ia diharuskan menjamak sekaligus mengqoshor shalat. Yang tepat, keringanan ketika safar asalnya adalah mengqoshor shalat, yaitu meringkas shalat yang empat raka’at menjadi dua raka’at. Sedangkan menjamak shalat ada ketika sulit mengerjakan shalat di masing-masing waktu.

Mengqoshor shalat ketika safar yang lebih tepat hukumnya wajib sebagaimana hadits dari ‘Aisyah,

فُرِضَتِ الصَّلاَةُ رَكْعَتَيْنِ رَكْعَتَيْنِ فِى الْحَضَرِ وَالسَّفَرِ فَأُقِرَّتْ صَلاَةُ السَّفَرِ وَزِيدَ فِى صَلاَةِ الْحَضَرِ.

Dulu shalat diwajibkan dua raka’at dua raka’at ketika tidak bersafar dan ketika bersafar. Kewajiban shalat dua raka’at dua raka’at ini masih berlaku ketika safar. Namun jumlah raka’atnya ditambah ketika tidak bersafar.[1]

Catatan: Perlu diingat bahwa mengqoshor shalat tetap boleh dilakukan walaupun safar yang dilakukan penuh kemudahan.  Keringanan qoshor shalat itu ada karena melakukan safar dan bukan karena alasan mendapat kesulitan. Sebagaimana Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ وَضَعَ عَنِ الْمُسَافِرِ شَطْرَ الصَّلاَةِ

Allah ‘azza wa jalla melepaskan dari musafir separuh shalat.”[2]

Lihatlah, dalam hadits ini qashar shalat dikaitkan dengan safar dan bukan dikaitkan dengan kesulitan. Sehingga walaupun safar yang ditempuh penuh kemudahan, tetap masih diperbolehkan untuk mengqoshor shalat.

Baca tentang Jamak dan Qoshor shalat di sini.

3 days before Wuquf in Arofah, 6th Dzulhijjah 1431 H, Riyadh, KSU, KSA

Muhammad Abduh Tuasikal

www.rumaysho.com

 


[1] HR. Bukhari no. 350 dan Muslim no. 685.

[2] HR. Abu Daud, At Tirmidzi, An Nasa-i dan Ibnu Majah. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan. Lihat Misykatul Mashobih 2025 [7].

Artikel yang Terkait

13 Komentar

  1. Assalamu’alaikum wa rahmatullahi wa barakatuh
    ustadz saya mau tanya,
    klo saya sedang bersafar di hari jum’at dengan menggunakan kendaraan pribadi, truz adzan jum’at berkumandang,
    apa yang sebaiknya saya lakukan,
    ikut shalat jum’at di mesjid or tetap melakukan perjalanan?

    BarakaAllahu fiyk

    1. Wa’alaikumus salam wa rahmatullah wa barakatuh

      Seorang musafir boleh tdk shalat jumat. Shalat jumat baginya tdk wajib. Sebagai gantinya adl shalat Zhuhur 2 raka’at secara qoshor. Waktunya ketika musafir tsb senggang selama masih dalam waktu shalat. Dan boleh dijamak dg shalat Ashar.

  2. Assalamu’alaykum warahmatullah
    saya dapat kontrak kerja selama 4 tahun di luar kota (sekitar 3 jam dari rumah orang tua)
    setiap 2 minggu sekali, hari jum’at/sabtu saya pulang Ke rumah orang tua dan senin pagi kembali lagi ke tempat kerja yang di luar kota.

    pertanyaan saya,
    apakah saya sudah termasuk orang yang muqim selama di tempat kerja
    atau masih termasuk orang yang safar karena saya tidak berniat menetap selamanya di tempat kerja (buktinya setiap 2 minggu sekali saya pulang ke rumah orang tua)??!
    jazaakAllahu khairan ustadz…

    1. Wa’alaikumus salam wa rahmatullah wa barakatuh

      Kalau saudara di tempat kerja sdh tinggal sebagaimana orang mukim, artinya ada rumah permanen, bukan orang yang berpindah-pindah spt bersafar, maka spt itu sdh dianggap mukim. Wallahu a’lam.

  3. Assalaamu’alaikum Ustadz
    saya mau tanya, seseorang pergi safar dan mengharuskannya solat di atas kendaraan, apakah untuk shalatnya juga di qoshor? terimakasih

  4. Assalaamu’alaikum Ustadz, syukron ilmunya.

    Ana mau tanya, klo begitu seandainya seseorang pergi ke suatu daerah, di sana ia menetap selama 5 bulan karena suatu keperluan sebelum pulang lagi ke tempat asalnya. Itu termasuk safar nggak Ustadz? Klo ya berarti nggak mengerjakan shalat sunnah rawatib dzuhur, ashar, maghrib, dan isya dong Ustadz. Terus bagaimana jika tinggalnya satu tahun. Kan cukup lama, apakah terhitung safar juga sehingga mendapat keringanan tidak shalat rawatib tersebut. Batasannya apa ya? Syukron penjelasannya ustadz..

    1. Wa’alaikumus salam
      Ciri2 dia menetap ataukah tidak, dilihat dari niatannya. Kalau dia niatan menetap di sana selama 5 bulan atau 1 tahun, bahkan sudah menyewa tempat seperti kos2an, mk ia dihukumi menetap bukan bersafar.

  5. afwan tanya,
    1.misal ana ada tugas kantor ke suatu kota dan menginap dihotel selama satu bulan (mukim dihotel), apakah selama dihotel itu tetap dihukumi safar atau tidak,
    2.ana bertemu ikhwan dihotel dan menegur saya karena saya mengqosor shalat saya, dia berkata batasan safar apabila menetap (mukim) adalah 4 hari, jika lebih dari 4 hari sudah tidak dihukumi safar, apakah ini benar dan ada dalilnya, jd bagaimana seseorang itu dikatakan safar?yang saya pahami adalah selama keluar kota dan akan kembali lagi maka itu dihukumi sbg musafir tanpa ada batasan hari. mana yang benar?
    JAZAKUMULLAHU KHAIRAN

    1. 1. Itu masih dikatakan safar yg sifatnya nazil (mampir semntara).
      2. sbgan ulama berpendapat batasanya adl sebagaimana disebutkan teman saudara. namun yg benar adl tdk ada batasannya, krn nabi shallallahu ‘alkaihi ‘alaihi wa sallam sendiri tdk pernah membatasinya.
      namun saran saya, tetaplah ikut jamaah di masjid.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button