Do’a Berlindung dari Keburukan Kaya dan Miskin
Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan sahabatnya. Saat ini kami akan menyajikan kembali kumpulan do’a singkat namun penuh makna. Do’a ini disajikan oleh Yahya bin Syarf An Nawawi rahimahullah dalam kitabnya Riyadhus Sholihin. Do’a yang akan kita angkat adalah do’a berlindung dari keburukan kaya dan miskin. Do’a ini teramat penting bagi kita karena kadang kekayaan dan kemiskinan mendatangkan kebaikan, kadang pula mendatangkan keburukan. Semoga bermanfaat.
Hadits selengkapnya sebagai berikut.
حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ مُوسَى الرَّازِىُّ أَخْبَرَنَا عِيسَى حَدَّثَنَا هِشَامٌ عَنْ أَبِيهِ عَنْ عَائِشَةَ رضى الله عنها أَنَّ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- كَانَ يَدْعُو بِهَؤُلاَءِ الْكَلِمَاتِ « اللَّهُمَّ إِنِّى أَعُوذُ بِكَ مِنْ فِتْنَةِ النَّارِ وَعَذَابِ النَّارِ وَمِنْ شَرِّ الْغِنَى وَالْفَقْرِ ».
Telah menceritakan kepada Kami Ibrahim bin Musa Ar Razi, telah memberitakan kepadaku Isa telah menceritakan kepada Kami Hisyam dari ayahnya dari Aisyah radhiyallahu ‘anha bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah berdoa dengan kalimat-kalimat ini, yaitu:
اللَّهُمَّ إِنِّى أَعُوذُ بِكَ مِنْ فِتْنَةِ النَّارِ وَعَذَابِ النَّارِ وَمِنْ شَرِّ الْغِنَى وَالْفَقْرِ
“ALLAAHUMMA INNII A’UUDZU BIKA MIN FITNATIN NAAR WA ‘ADZAABIN NAAR, WA MIN SYARRIL GHINAA WAL FAQR” (Ya Allah, aku berlindung kepadaMu dari fitnah Neraka dan adzab Neraka, serta dari keburukan kekayaan dan kefakiran).” (HR. Abu Daud no. 1543. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)
Faedah dari do’a di atas:
Pertama: Pentingnya berlindung dari adzab (siksa) neraka.
Kedua: Adzab neraka biasa ditimpakan bagi orang-orang kafir. Sedangkan ahli tauhid yang mereka mampir dulu di neraka sebab dosa-dosa mereka, mereka bukan diadzab. Mereka hanya dibersihkan dari dosa yang mereka perbuat.[1] Demikian keterangan dari penulis ‘Aunul Ma’bud, Al ‘Azhim Abadi rahimahullah.
Ini menunjukkan bahwa selama seseorang bertauhid atau beriman dengan benar, jika ia masuk neraka, ia tidak akan kekal di dalamnya.
Ketiga: Permintaan diselamatkan dari siksa neraka mengandung permintaan agar kita dibebaskan dari berbagai sebab yang menjerumuskan ke dalam neraka yaitu dengan dijauhkan dari berbagai perbuatan yang haram dan dosa, dan diberi petunjuk untuk meninggalkan hal-hal syubhat (yang masih samar/abu-abu) dan hal-hal yang haram. –Demikian keterangan dari Ibnu Katsir rahimahullah-.[2]
Keempat: Di antara jalan selamat dari neraka adalah dengan melatih diri untuk bersyukur, bersabar dan tidak melupakan dzikir pada Allah. Ada perkataan yang amat baik dari Al Qosim bin ‘Abdirrahman,
من أعطي قلبا شاكرًا، ولسانًا ذاكرًا، وجسدًا صابرًا، فقد أوتي في الدنيا حسنة وفي الآخرة حسنة، ووقي عذاب النار.
“Barangsiapa yang dianugerahkan hati yang selalu bersyukur, lisan yang selalu berdzikir, jasad yang selalu bersabar, sungguh ia akan diberi kebahagiaan dunia, kebahagiaan akhirat dan diselamatkan dari siksa neraka.”[3]
Kelima: Berlindung dari fitnah neraka dapat berarti berlindung dari siksa yang akan menjerumuskan dalam neraka, yang mana siksa tersebut akan terus berulang ketika seseorang di dalamnya.
Juga yang dimaksud dengan berlindung dari fitnah neraka adalah berlindung dari pertanyaan penjaga neraka, di mana maksud pertanyaan tersebut untuk menjelekkan orang yang masuk ke dalamnya. Pengertian kedua ini adalah isyarat dari firman Allah Ta’ala dalam surat Al Mulk,
كُلَّمَا أُلْقِيَ فِيهَا فَوْج سَأَلَهُمْ خَزَنَتُهَا أَلَمْ يَأْتِكُمْ نَذِير
“Setiap kali dilemparkan ke dalamnya sekumpulan (orang-orang kafir), penjaga-penjaga (neraka itu) bertanya kepada mereka: “Apakah belum pernah datang kepada kamu (di dunia) seorang pemberi peringatan?” (QS. Al Mulk: 8) –Demikian penjelasan menarik dari penulis ‘Aunul Ma’bud-[4].
Keenam: Pentingnya berlindung dari kekayaan yang dapat membawa pada keburukan. Yang dimaksudkan di sini adalah sifat sombong dan melampaui batas terhadap kekayaan yang diberikan. Yang dimaksudkan juga adalah menggunakan harta untuk hal-hal yang diharamkan atau hal maksiat, juga untuk saling berbangga dengan harta dan kedudukan.[5] Semoga Allah melindungi kita dari sifat yang buruk karena harta.
Ketujuh: Pentingnya berlindung dari kefakiran (kemiskinan) yang mengandung kejelekan. Yang dimaksudkan di sini adalah sifat hasad[6] (dengki) dengan orang-orang kaya dan begitu tamak dengan harta-harta mereka. Juga yang dimaksudkan keburukan miskin adalah menghinakan diri (dengan meminta-minta atau mengemis) sehingga merendahkan kehormatan dan merusak agama. Yang dimaksudkan keburukannya lagi adalah tidak ridho dengan ketentuan Allah yang telah membagi rizki pada setiap makhluk dengan begitu adilnya.[7]
Kedelapan: Dalam lafazh lainnya dalam sunan At Tirmidzi, digunakan lafazh syarri fitnatil ghina (شَرِّ فِتْنَةِ الْغِنَى) dan syarri fitnatil faqr (شَرِّ فِتْنَةِ الْفَقْرِ).[8] Yang dimaksud fitnah kaya dan miskin bisa berarti ujian atau cobaan.[9] Bisa jadi kekayaan dan kemiskinan adalah cobaan yang Allah beri. Dengan kekayaan mampukah seseorang untuk bersyukur. Dengan kemiskinan bernarkah ia mampu bersabar. Jadi keduanya bisa jadi ujian.
Kesembilan: Kekayaan dan kemiskinan kadang bisa membawa pada kebaikan dan kadang pula bisa membawa pada kerusakan.
Semoga sajian singkat ini bermanfaat dan bisa kita amalkan.
Hanya Alah yang beri taufik.
Diselesaikan di pagi hari penuh berkah, di Panggang-South Mountain, 14 Rajab 1431 H (27/06/2010)
Artikel www.rumaysho.com
Yang selalu mengharapkan ampunan Rabbnya: Muhammad Abduh Tuasikal
Baca Juga:
[1] ‘Aunul Ma’bud Syarh Sunan Abi Daud, Al ‘Azhim Abadi Abuth Thoyib, 4/282, Darul Kutub Al ‘Ilmiyyah, Beirut, cetakan kedua, 1415 H.
[2] Tafsir Al Qu’ran Al ‘Azhim, Ibnu Katsir, 2/263, Muassasah Qurthubah (Surat Al Baqarah ayat 201).
[3] Idem
[4] Lihat ‘Aunul Ma’bud Syarh Sunan Abi Daud, 4/282.
[5] Lihat Idem
[6] Yang namanya hasad (dengki) -kata para ulama- adalah sekedar benci terhadap nikmat yang diberikan pada orang lain. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan,
ان الحسد هو البغض والكراهة لما يراه من حسن حال المحسود
“Hasad adalah sekedar benci dan tidak suka terhadap kebaikan yang ada pada orang lain yang ia lihat.” (Amrodhul Qulub wa Syifauha, hal. 31, Dar Al Imam Ahmad, cetakan pertama, 1424 H)
[7] Lihat Idem
[8] HR. At Tirmidzi no. 3495. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih.
[9] Lihat ‘Aunul Ma’bud Syarh Sunan Abi Daud, 4/282.