Seperangkat Alat Shalat Sebagai Mahar Nikah, Sahkah?
Sahkah seperangkat alat shalat dijadikan mahar nikah atau mas kawin?
Imam Nawawi memberikan sebuah kaedah berharga mengenai manakah yang bisa dijadikan mahar atau mas kawin. Beliau menyebutkan,
وَمَا صَحَّ مَبِيعًا صَحَّ صَدَاقًا
“Segala sesuatu yang bisa diperjualbelikan berarti sah untuk dijadikan mahar” (Minhaj Ath Tholibin, 2: 478).
Yang perlu dipahami bahwa mahar bisa bernilai rendah dan bisa bernilai tinggi.
Contoh mahar yang bernilai rendah dapat dilihat dalam hadits berikut.
Dari Sahl bin Sa’ad radhiyallahu ‘anhu, bahwa ada seorang wanita yang menawarkan untuk dinikahi oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, namun beliau tidak tertarik dengannya. Hingga ada salah seorang lelaki yang hadir dalam majelis tersebut meminta agar beliau menikahkannya dengan wanita tersebut. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya,
“Apakah engkau memiliki sesuatu untuk dijadikan mahar?”
“Tidak demi Allah, wahai Rasulullah,” jawabnya.
“Pergilah ke keluargamu, lihatlah mungkin engkau mendapatkan sesuatu,” pinta Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Laki-laki itu pun pergi, tak berapa lama ia kembali, “Demi Allah, saya tidak mendapatkan sesuatu pun,” ujarnya.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
انْظُرْ وَلَوْ خَاتَماً مِنْ حَدِيْدٍ
“Carilah walaupun hanya berupa cincin besi.”
Laki-laki itu pergi lagi kemudian tak berapa lama ia pun kembali, “Demi Allah, wahai Rasulullah! Saya tidak mendapatkan walaupun cincin dari besi, tapi ini sarung saya, setengahnya untuk wanita ini.”
“Apa yang dapat kau perbuat dengan izarmu (sarungmu)? Jika engkau memakainya berarti wanita ini tidak mendapat sarung itu. Dan jika dia memakainya berarti kamu tidak memakai sarung itu.”
Laki-laki itu pun duduk hingga tatkala telah lama duduknya, ia bangkit. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melihatnya berbalik pergi, maka beliau memerintahkan seseorang untuk memanggil laki-laki tersebut.
Ketika ia telah ada di hadapan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bertanya, “Apa yang kau hafal dari Al-Qur`an?”
“Saya hafal surat ini dan surat itu,” jawabnya.
“Benar-benar engkau menghafalnya di dalam hatimu?” tegas Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
“Iya,” jawabnya.
“Kalau begitu, baiklah, sungguh aku telah menikahkan engkau dengan wanita ini dengan mahar berupa surat-surat Al-Qur`an yang engkau hafal,” sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. (HR. Bukhari no. 5087 dan Muslim no. 1425)
Salah satu faedah yang diutarakan oleh Imam Nawawi dari hadits di atas,
وَفِي هَذَا الْحَدِيث أَنَّهُ يَجُوز أَنْ يَكُون الصَّدَاق قَلِيلًا وَكَثِيرًا مِمَّا يُتَمَوَّل إِذَا تَرَاضَى بِهِ الزَّوْجَانِ ، لِأَنَّ خَاتَم الْحَدِيد فِي نِهَايَة مِنْ الْقِلَّة . وَهَذَا مَذْهَب الشَّافِعِيّ ، وَهُوَ مَذْهَب جَمَاهِير الْعُلَمَاء مِنْ السَّلَف وَالْخَلَف
“Hadits tersebut menunjukkan bahwa mahar (mas kawin) bisa sesuatu yang bernilai rendah dan bisa harta yang amat mahal jika kedua pasangan saling ridha. Karena penyebutan cincin dari besi menunjukkan nilai yang tak mahal. Inilah pendapat dalam madzhab Syafi’i dan juga pendapat jumhur ulama dari salaf dan khalaf.” (Syarh Shahih Muslim, 9: 190)
Sedangkan dalil yang menunjukkan bahwa mahar boleh dengan sesuatu yang bernilai mahal dapat dilihat dalam firman Allah,
وَآَتَيْتُمْ إِحْدَاهُنَّ قِنْطَارًا
“Sedang kamu telah memberikan kepada seseorang di antara mereka harta yang banyak” (QS. An Nisa’: 20). Ada pendapat dari Mu’adz yang menyatakan bahwa qinthor adalah 1200 uqiyah dari emas atau perak.[1] Ini suatu jumlah yang begitu besar, maharnya hampir 1 Milyar rupiah. Intinya, qinthor adalah harta yang begitu banyak.
Dalam madzhab Syafi’i dan Imam Ahmad dinyatakan bahwa ukuran kadar minimal mahar tidak dibatasi. Pokoknya yang bisa dijadikan mahar adalah uang, barang yang bisa dijual, upah sewa, baik nilainya sedikit atau banyak atau sampai tak bisa disimpan di kantong sendiri.
Adapun madzhab Abu Hanifah dan madzhab Imam Malik memberikan batasan kadar minimal untuk mahar, seperti dibatasi paling minimal adalah 10 dirham perak. Lihat Al Mawsu’ah Al Fiqhiyyah, 39: 160-161.
Kesimpulannya, jika merujuk pada mahar dengan seperangkat alat shalat, berarti boleh. Karena mahar tersebut punya nilai dan bisa dijual.
Semoga bermanfaat. Hanya Allah yang memberi taufik dan kepahaman.
Referensi:
Al Fiqhu Al Manhaji, Musthofa Al Bugho, Musthofa Al Khin dan ‘Ali Asy Syarji, terbitan Darul Qalam, cetakan kesepuluh, tahun 1430 H.
Al Mawsu’ah Al Fiqhiyyah, terbitan Kementrian Agama Kuwait.
Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, Yahya bin Syarf An Nawawi, terbitan Dar Ibnu Hazm, cetakan pertama, tahun 1433 H.
Minhaj Ath Tholibin, Yahya bin Syarf An Nawawi, terbitan Darul Basyair Al Islamiyyah, cetakan kedua, tahun 1426 H.
—
[1] 5 uqiyah = 200 dirham = 595 gram perak = 4 juta rupiah. 1200 uqiyah = 960 juta rupiah.
—
Selesai disusun @ Panggang, Gunungkidul di Pesantren Darush Sholihin, 21 Jumadal Ula 1436 H
Oleh: Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel Rumaysho.Com
Ikuti status kami dengan memfollow FB Muhammad Abduh Tuasikal, Fans Page Mengenal Ajaran Islam Lebih Dekat, Twitter @RumayshoCom, Instagram RumayshoCom
Itu cuma pemahaman orang saja tanpa dalil.
Wa’alaikumussalam. Asalnya tdk masalah jk tdk dimanfaatkan. Namun kalau dimanfaatkan, kalau mahar minta diganti misal ketika ada gugat cerai, mk yg dipakai adalah mahar misil (atau mahar senilai).