Keluarga

Istri Gugat Cerai (2): Memahami Istilah Khulu’

Apakah boleh istri menggugat cerai pada suami? Boleh jika dengan alasan. Masalah gugat ini dikenal dengan istilah khulu’ yang nanti akan diselesaikan dalam peradilan agama.

Pengertian Khulu’

Khulu’ secara bahasa (etimologi) berarti melepas. Seperti ketika kita mengatakan melepas baju, kala itu digunakan kata khulu’.

Sedangkan pengertian istilah (terminologi), khulu’ berarti perpisahan suami istri dengan keridhaan keduanya, dengan ada timbal balik (kompensasi) yang diserahkan oleh istri pada suami.

Maksud khulu’ adalah gugatan cerai dari istri pada suami dengan adanya kompensasi.

Pensyari’atan Khulu’

Khulu’ disyari’atkan berdasarkan dalil-dalil berikut ini.

1- Firman Allah Ta’ala,

فَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا يُقِيمَا حُدُودَ اللَّهِ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِمَا فِيمَا افْتَدَتْ بِهِ تِلْكَ حُدُودُ اللَّهِ فَلَا تَعْتَدُوهَا

Jika kamu khawatir bahwa keduanya (suami isteri) tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah, maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh isteri untuk menebus dirinya” (QS. Al Baqarah: 229).

Bayaran ini adalah kompensasi yang diberikan agar terjadi perpisahan. Inilah dalil yang menunjukkan dibolehkannya khulu’ jika hikmah yang dimaksud dalam ayat tidak mampu dijalankan. (Tafsir As Sa’di, hal. 93).

2- Dalil dari hadits,

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رضى الله عنهما قَالَ جَاءَتِ امْرَأَةُ ثَابِتِ بْنِ قَيْسِ بْنِ شَمَّاسٍ إِلَى النَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم – فَقَالَتْ يَا رَسُولَ اللَّهِ مَا أَنْقِمُ عَلَى ثَابِتٍ فِى دِينٍ وَلاَ خُلُقٍ ، إِلاَّ أَنِّى أَخَافُ الْكُفْرَ . فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – « فَتَرُدِّينَ عَلَيْهِ حَدِيقَتَهُ » . فَقَالَتْ نَعَمْ . فَرَدَّتْ عَلَيْهِ ، وَأَمَرَهُ فَفَارَقَهَا

Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata bahwa istri Tsabit bin Qais bin Syammas pernah mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ia berkata pada beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Wahai Rasulullahm aku tidaklah menjelekkan agama dan akhlak Tsabit. Namun aku cuma khawatir jadi kufur.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Kalau begitu kembalikanlah kebun miliknya.” Istrinya menjawab, “Iya kalau begitu.” Istrinya pun mengembalikan kebun tersebut pada Tsabit. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam pun memerintah pada Tsabit, akhirnya mereka berdua berpisah. (HR. Bukhari no. 5276).

3- Para ulama telah bersepakat tentang adanya khulu’. Yang menyelisihi pendapat ini hanyalah Bakr bin ‘Abdullah Al Muzani.

Semoga Allah memberi kepahaman.

 

Referensi:

Tafsir As Sa’di (Taisir Al Karimir Rahman), Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As Sa’di, terbitan Muassasah Ar Risalah, cetakan kedua, tahun 1433 H.

Shahih Fiqh Sunnah, Syaikh Abu Malik Kamal bin As Sayyid Salim, terbitan Al Makbatah At Tawfiqiyyah.

Selesai disusun 1: 25 PM, 15 Rabi’ul Akhir 1436 H di Pesantren Darush Sholihin

Disusun oleh: Muhammad Abduh Tuasikal

Artikel Rumaysho.Com

Artikel yang Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Prove your humanity: 2   +   3   =  

Back to top button