Muamalah

Menerima Hadiah dari Orang yang Biasa Bermuamalah dengan Riba

Apa hukum kita menerima hadiah dari orang yang biasa bermuamalah dengan riba?

Kita sudah tahu bersama mengenai haramnya memakan riba. Namun, masalah saat ini adalah bagaimana jika kita memperoleh sesuatu dari orang lain yang diduga bahwa harta yang dia berikan berasal dari amalan ribawi?

Untuk menjawab hal ini, kita akan melihat fatwa seorang ulama besar di Saudi Arabia yakni Syaikh Muhammad bin Sholeh Al Utsaimin dalam Liqo’ Al Bab Al Maftuh 2/59.

 

Syaikh Ibnu Utsaimin –rahimahullah- pernah ditanya:

Apakah boleh mengambil hadiah dari seseorang yang bermuamalah dengan riba?

Syaikh -rahimahullah- menjawab:

Saya kembali bertanya padamu: Apakah Yahudi biasa memakan riba atau tidak? Jawabannya: iya, berdasarkan firman Allah Ta’ala,

فَبِمَا نَقْضِهِمْ مِيثَاقَهُمْ

Maka (Kami lakukan terhadap mereka beberapa tindakan) , disebabkan mereka melanggar perjanjian itu.” (QS. An Nisaa’: 155) sampai pada firman Allah,

وَأَخْذِهِمُ الرِّبَا وَقَدْ نُهُوا عَنْهُ وَأَكْلِهِمْ أَمْوَالَ النَّاسِ بِالْبَاطِلِ

dan disebabkan mereka (orang-orang Yahudi) memakan riba, padahal sesungguhnya mereka telah dilarang daripadanya, dan karena mereka memakan harta benda orang dengan jalan yang batil.” (QS. An Nisaa’: 161)

Walaupun kebiasaan mereka memakan riba, namun Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menerima hadiah mereka. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menerima hadiah dari seorang wanita (Yahudi) yang memberi beliau hadiah kambing di Khoibar. Beliau juga sering bermuamalah dengan orang-orang Yahudi. Tatkala meninggal dunia, baju besi beliau digadai pada orang Yahudi.

Oleh karena itu, kami biasa membawakan kaedah:

أن ما حُرِّم لكسبه فهو حرام على الكاسب فقط، دون مَن أخذه منه بطريق مباح.

Sesuatu yang diharamkan karena cara memperolehnya yang haram, maka itu haram bagi orang yang melakukan cara tersebut saja, bukan pada orang yang mengambil darinya melalui jalan yang halal (mubah).

Dari kaedah di atas, ini berarti dibolehkan mengambil hadiah dari orang yang biasa bermuamalah dengan riba. Begitu pula diperbolehkan melakukan jual beli dengannya kecuali jika tidak bermualah dan tidak menerima hadiah darinya terdapat suatu maslahat, maka di sini maslahat yang jadi patokan.

Adapun sesuatu yang diharamkan karena bendanya, maka itu haram bagi orang yang mengambil benda haram tersebut dan juga yang lainnya. Misalnya adalah khomr (minuman keras), seandainya ada yang diberi hadiah minuman semacam ini –misalnya dari orang Yahudi atau Nashrani yang menganggap halalnya khomr-, apakah boleh kita menerima hadiah tersebut? Jawabannya: Tidak boleh karena benda tersebut (khomr) haram dilihat dari bendanya.

Apabila seseorang mencuri barang orang lain, lalu datang padaku dan memberiku barang hasil curian tadi. Barang tersebut haram ataukah tidak (jika saya terima)? Jawabannya: haram. Alasannya, karena barang hasil curian secara benda adalah haram.

Dengan kaedah inilah akan membebaskanmu dari berbagai masalah yaitu kaedah: “Sesuatu yang diharamkan karena cara memperolehnya yang haram, maka itu haram hanya bagi yang melakukan cara tersebut saja, bukan pada orang yang mengambil darinya dengan jalan yang halal”. Kecuali orang yang memberi tersebut adalah orang yang sedang diboikot yaitu tidak boleh mengambil atau menerima hadiah darinya, juga tidak boleh melakukan transaksi jual beli dengannya, maka boikot ini menghalangi untuk bermuamalah dengannya. Mu’amalah semacam ini tidak boleh dilakukan dengan orang yang sedang diboikot karena ada maslahat.

Jadi boleh seseorang memakan hadiah tersebut (yaitu hadiah dari orang yang memperolehnya dengan cara yang haram dan kita diberi darinya dengan cara yang halal). Bukankah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menerima hadiah dari orang Yahudi bahkan beliau memakannya?!

 

****

Muhammad Abduh Tuasikal

Artikel https://rumaysho.com

25 Rabi’ul Awwal 1430 H

 

Baca Juga:

Artikel yang Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button