Muamalah

Definisi Harta dalam Islam: Apakah Keahlian Termasuk di Dalamnya?

Dalam Islam, konsep harta atau “المال” mencakup segala sesuatu yang dimiliki dan bermanfaat bagi pemiliknya. Artikel ini mengeksplorasi pandangan para ulama fikih tentang apakah keahlian dan keterampilan dapat dianggap sebagai harta. Dengan memahami definisi ini, kita dapat lebih menghargai nilai keahlian dan bagaimana Islam mendorong pemanfaatannya untuk kesejahteraan masyarakat.

 

Definisi Harta

Kata “المال” atau “harta” secara bahasa berarti segala sesuatu yang dimiliki oleh manusia. Secara istilah syar’i, para ahli fikih berbeda pendapat dalam mendefinisikan harta sebagai berikut:

Para ahli fikih Hanafi mendefinisikan harta dengan berbagai definisi. Ibnu Abidin berkata: “Yang dimaksud dengan harta adalah sesuatu yang disenangi oleh tabiat dan bisa disimpan untuk waktu yang dibutuhkan. Harta itu diakui dengan diperjualbelikan oleh semua orang atau sebagian dari mereka.”

Para ahli fikih Maliki juga mendefinisikan harta dengan berbagai cara. Asy-Syatibi berkata: “Harta adalah sesuatu yang bisa dimiliki, dan pemiliknya bisa menguasainya dari orang lain jika ia mengambilnya secara sah.” Ibnu Al-Arabi berkata: “Harta adalah sesuatu yang diinginkan oleh pandangan, dan secara kebiasaan serta syariat dapat dimanfaatkan.”

Abdul Wahab Al-Baghdadi berkata bahwa harta adalah sesuatu yang biasa dipandang sebagai harta dan boleh diambil gantinya. Az-Zarkasyi dari kalangan Syafi’iyah mendefinisikan harta sebagai sesuatu yang bermanfaat, artinya siap untuk dimanfaatkan. As-Suyuthi dari kalangan Syafi’iyah menyatakan bahwa istilah harta tidak berlaku kecuali pada sesuatu yang memiliki nilai yang bisa dijual dengannya, dan orang yang merusaknya wajib menggantinya, meskipun sedikit, serta sesuatu yang tidak dibuang oleh manusia seperti uang receh dan sejenisnya. Ulama Hanabilah berkata bahwa harta secara syar’i adalah sesuatu yang bermanfaat secara mutlak, artinya dalam semua keadaan, atau sesuatu yang boleh dimiliki tanpa kebutuhan.

 

Apa itu Keahlian? Apa Bedanya dengan Skill?

Keahlian adalah kompetensi khusus yang diperoleh seseorang melalui pendidikan, pelatihan, atau pengalaman, yang memungkinkan mereka untuk melakukan tugas atau pekerjaan dengan efektif dan efisien. Keahlian ini meliputi pengetahuan mendalam tentang suatu bidang, keterampilan praktis, pengalaman nyata, kredensial seperti sertifikat atau lisensi, dan pencapaian konkret dalam bidang tersebut. Keahlian dapat bervariasi dari keterampilan teknis hingga keterampilan interpersonal, seperti kemampuan berkomunikasi atau bekerja dalam tim.

Keahlian dan skill sering kali digunakan secara bergantian, tetapi terdapat perbedaan dalam konotasi dan konteks penggunaannya. Keahlian merujuk pada kemampuan yang lebih mendalam dan spesifik, mencakup pengetahuan, pengalaman, dan keterampilan, seperti keahlian dalam bedah medis atau analisis data. Sebaliknya, skill lebih sering digunakan untuk keterampilan praktis atau teknis yang diperoleh melalui latihan dan praktek, seperti mengetik atau berbicara di depan umum. Jadi, meskipun memiliki makna yang hampir sama, keahlian cenderung lebih luas dan mendalam dibandingkan skill yang lebih berfokus pada kemampuan praktis.

Adapun keahlian usaha adalah kemampuan khusus dalam menjalankan dan mengelola bisnis dengan efektif, mencakup manajemen keuangan, pemasaran, manajemen operasional, sumber daya manusia, inovasi produk, kepemimpinan, dan analisis bisnis. Ini melibatkan pengetahuan, keterampilan, dan pengalaman yang memungkinkan seseorang atau tim untuk mengelola anggaran, strategi pemasaran, produksi, pelatihan karyawan, pengembangan produk baru, memimpin tim, dan membuat keputusan berdasarkan data pasar, sehingga dapat menjalankan bisnis dengan sukses dan beradaptasi dengan perubahan pasar.

Keahilan Apakah Termasuk Harta?

Dalam bahasa Arab, “skill” atau “keahlian” bisa diterjemahkan sebagai “مهارة” (maharah). Kata ini merujuk pada kemampuan atau keterampilan yang dimiliki seseorang dalam melakukan suatu tugas atau pekerjaan dengan baik.

“المال المنافع” (al-maal al-manafi’) secara harfiah berarti “harta manfaat” atau “aset yang bermanfaat”. Dalam konteks Islam, istilah ini sering digunakan untuk merujuk pada sesuatu yang memiliki nilai dan manfaat yang dapat digunakan atau dimanfaatkan oleh seseorang.

Keahlian atau “مهارة” (maharah) bisa dianggap sebagai bagian dari “المال المنافع” karena keahlian adalah aset yang memiliki nilai dan dapat memberikan manfaat yang signifikan bagi individu maupun masyarakat. Keahlian bisa menjadi sumber pendapatan, meningkatkan kualitas hidup, dan berkontribusi pada kesejahteraan sosial dan ekonomi.

Dalam pandangan Islam, segala sesuatu yang memiliki manfaat dan dapat digunakan untuk kebaikan, termasuk keahlian dan keterampilan, dianggap sebagai bentuk dari “المال المنافع”. Oleh karena itu, pengembangan dan penggunaan keahlian dalam cara yang bermanfaat dan positif sangat dianjurkan.

Para ahli fikih berselisih pendapat mengenai harta manfaat (المال المنافع) apakah bisa dianggap sebagai harta.

Pendapat pertama dari Hanafi: Manfaat bukanlah harta yang memiliki nilai intrinsik, karena sifat kehartaan sesuatu hanya ditetapkan dengan memiliki nilai (tamwil), dan memiliki nilai berarti menjaga sesuatu dan menyimpannya untuk kebutuhan di masa mendatang. Manfaat tidak bisa bertahan dalam dua waktu, karena ia adalah sifat sementara; setiap kali keluar dari ketiadaan ke keberadaan, ia akan lenyap, sehingga tidak bisa dibayangkan memiliki nilai (tamwil). Namun, para ahli fikih Hanafi menganggap manfaat sebagai harta yang memiliki nilai jika disertai dengan akad pertukaran, seperti dalam sewa.

Pendapat kedua dari mayoritas ahli fikih dari Syafi’i, Maliki, dan Hanbali: Manfaat adalah harta dengan sendirinya, karena benda tidak dimaksudkan untuk dirinya sendiri, tetapi untuk manfaatnya. Ini sesuai dengan kebiasaan manusia dan transaksi mereka. Syariat telah menetapkan bahwa manfaat adalah harta ketika ia diperbandingkan dengan harta dalam akad sewa, yang merupakan akad pertukaran harta. Demikian juga ketika manfaat diperbolehkan menjadi mahar dalam akad nikah, dan karena tidak menganggapnya sebagai harta akan merugikan hak-hak manusia.

Kesimpulan

Kesimpulan dari tulisan di atas adalah bahwa definisi “harta” dalam Islam bervariasi di antara para ahli fikih, dengan beberapa mendefinisikannya secara sempit sebagai sesuatu yang memiliki nilai dan dapat disimpan, sementara yang lain lebih luas, mencakup manfaat yang dapat diperoleh dari benda tersebut. Selain itu, konsep keahlian atau keterampilan juga bisa dianggap sebagai bentuk harta, terutama ketika memiliki nilai dan memberikan manfaat bagi individu atau masyarakat.

Berdasarkan tulisan ini, keahlian usaha dapat dianggap sebagai harta, khususnya jika mengikuti pendapat mayoritas ahli fikih dari kalangan Syafi’i, Maliki, dan Hanbali yang menyatakan bahwa manfaat (termasuk keahlian) adalah harta. Keahlian usaha memiliki nilai yang signifikan, dapat dimanfaatkan, dan memberikan manfaat ekonomi dan sosial, sehingga sesuai dengan definisi harta menurut mayoritas ahli fikih.

 

Referensi utama:

Al-Mawsu’ah Al-Fiqhiyyah. Terbitan Kementrian Wakaf dan Urusan Islam Kuwait.

 

Disusun pada Selasa pagi, 1 Safar 1446 H, 6 Agustus 2024 (Tugas Kuliah di Ekonomi Syariah Universitas Ibn Khaldun, dari Prof. Dr. H. Jaih Mubarok, SE.,M.H.,M.Ag

Penulis: Dr. Muhammad Abduh Tuasikal 

Artikel Rumaysho.Com

Artikel yang Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button