Kiat Berdoa: Mintalah dengan Menyebutkan Keadaan Diri yang Sangat Butuh kepada Allah
Cara doa yang manjur adalah menyebutkan keadaan diri yang sangat butuh kepada Allah. Doa ini dikenal dengan doa menyebut keadaan (haal).
Doa dengan Menyebutkan Keadaan Diri yang Sangat Butuh kepada Allah
Allah Ta’ala berfirman,
فَسَقَىٰ لَهُمَا ثُمَّ تَوَلَّىٰٓ إِلَى ٱلظِّلِّ فَقَالَ رَبِّ إِنِّى لِمَآ أَنزَلْتَ إِلَىَّ مِنْ خَيْرٍ فَقِيرٌ
“Maka Musa memberi minum ternak itu untuk (menolong) keduanya, kemudian dia kembali ke tempat yang teduh lalu berdoa: “Ya Rabbku, sesungguhnya aku sangat memerlukan sesuatu kebaikan yang Engkau turunkan kepadaku”.” (QS. Al-Qashash: 24)
Ayat sebelumnya menerangkan tentang dua putri Nabi Syu’aib yang ditolong oleh Nabi Musa ‘alaihis salam.
وَلَمَّا وَرَدَ مَآءَ مَدْيَنَ وَجَدَ عَلَيْهِ أُمَّةً مِّنَ ٱلنَّاسِ يَسْقُونَ وَوَجَدَ مِن دُونِهِمُ ٱمْرَأَتَيْنِ تَذُودَانِ ۖ قَالَ مَا خَطْبُكُمَا ۖ قَالَتَا لَا نَسْقِى حَتَّىٰ يُصْدِرَ ٱلرِّعَآءُ ۖ وَأَبُونَا شَيْخٌ كَبِيرٌ
“Dan tatkala ia sampai di sumber air negeri Mad-yan ia menjumpai di sana sekumpulan orang yang sedang meminumkan (ternaknya), dan ia menjumpai di belakang orang banyak itu, dua orang wanita yang sedang menghambat (ternaknya). Musa berkata: “Apakah maksudmu (dengan berbuat begitu)?” Kedua wanita itu menjawab: “Kami tidak dapat meminumkan (ternak kami), sebelum penggembala-penggembala itu memulangkan (ternaknya), sedang bapak kami adalah orang tua yang telah lanjut umurnya”.” (QS. Al-Qashash: 23)
Dalam Tafsir Al-Mukhtashar (di bawah pengawasan Syaikh Dr. Shalih bin Abdullah bin Humaid, Imam Masjidil Haram) disebutkan tafsiran Surah Al-Qashash ayat 24 di atas:
“Maka Musa -‘alaihissalām- merasa kasihan kepada keduanya dan mengambilkan air untuk kambing mereka, kemudian dia menuju tempat teduh untuk beristirahat dan berdoa kepada Rabbnya dengan mengeluhkan kebutuhannya, “Wahai Rabbku! Sesungguhnya aku membutuhkan kebaikan yang Engkau turunkan kepadaku.”
Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa’di rahimahullah (pakar tafsir abad 14 H) menjelaskan dalam kitab tafsirnya:
Maka Musa merasa iba dan kasihan kepada mereka berdua, “maka Musa memberi minum ternak itu untuk (menolong) keduanya,” tanpa minta imbalan upah kepada keduanya dan tidak juga mempunyai niat lain selain keridhaan Allah. Setelah dia berhasil meminumkan ternak milik kedua gadis itu, yang mana pada saat itu cuaca sangat panas sekali di tengah siang hari, hal ini terbukti dengan Firman-Nya, “Kemudian dia kembali ke tempat yang teduh,” untuk beristirahat di tempat teduh itu setelah kelelahan, “lalu berkata” pada kondisi seperti itu seraya memohon karunia kepada Rabbnya, “Ya Rabbku, sesungguhnya aku sangat memerlukan sesuatu kebaikan yang Engkau turunkan kepadaku,” maksudnya, sesungguhnya aku sangat membutuhkan kebaikan yang Engkau bawakan kepadaku dan Engkau memudahkannya untukku. Ini adalah permohonan Musa melalui ungkapan kondisinya. Dia memohon kepada Allah dengan (bertawasul) dengan kondisi (lisaanul haal) itu lebih mantap daripada memohon dengan ungkapan lisan (lisaanul maqaal) saja.
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Munajjid hafizhahullah menyebutkan,
فهذا منه عليه السلام سؤال بالحال، واكتفاء بإظهار حاله من الفقر والحاجة بين يدي ربه، عن التصريح بالسؤال. وهذا كقول أيوب عليه السلام: أَنِّي مَسَّنِيَ الضُّرُّ وَأَنْتَ أَرْحَمُ الرَّاحِمِينَ. وقول يونس عليه السلام: لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ سُبْحَانَكَ إِنِّي كُنْتُ مِنَ الظَّالِمِينَ
“Ini adalah doa dari Nabi Musa ‘alaihis salam dalam meminta dengan menyebutkan haal (keadaan), yaitu dengan menyebutkan keadaan yang penuh kefakiran dan benar-benar butuh di hadapan Allah. Permintaan dengan menyebutkan keadaan ini lebih baik daripada permintaan dengan menyebutkan persoalan semata.”
Hal ini sebagaimana doa Nabi Ayyub ‘alaihis salam,
أَنِّى مَسَّنِىَ ٱلضُّرُّ وَأَنتَ أَرْحَمُ ٱلرَّٰحِمِينَ
“(Ya Rabbku), sesungguhnya aku telah ditimpa penyakit dan Engkau adalah Tuhan Yang Maha Penyayang di antara semua penyayang“.” (QS. Al-Anbiya’: 83)
Juga hal ini dapat dilihat dari ucapan Nabi Yunus ‘alaihis salam,
لَّآ إِلَٰهَ إِلَّآ أَنتَ سُبْحَٰنَكَ إِنِّى كُنتُ مِنَ ٱلظَّٰلِمِينَ
“Tidak ada sesembahan yang berhak diibadahi kecuali Engkau, MahaSuci Engkau. Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berbuat kezaliman.” (QS. Al-Anbiya’: 87) (Fatawa Al-Islam Sual wa Jawab no. 245013)
Adam dan Hawa mengakui kemaksiatan yang telah mereka lakukan, kemudian mereka menundukkan diri dan bermunajat kepada Allah dengan berdoa,
رَبَّنَا ظَلَمْنَآ أَنفُسَنَا وَإِن لَّمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُونَنَّ مِنَ ٱلْخَٰسِرِينَ
“Ya Rabb kami, kami telah menganiaya diri kami sendiri, dan jika Engkau tidak mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami, niscaya pastilah kami termasuk orang-orang yang merugi.” (QS. Al-Araf: 23)
Bisa juga semacam ini dilihat dari doa yang diajarkan pada sahabat yang mulia, Abu Bakar. Dari Abu Bakr Ash-Shiddiq radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
عَلِّمْنِى دُعَاءً أَدْعُو بِهِ فِى صَلاَتِى . قَالَ « قُلِ :اللَّهُمَّ إِنِّى ظَلَمْتُ نَفْسِى ظُلْمًا كَثِيرًا وَلاَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلاَّ أَنْتَ ، فَاغْفِرْ لِى مَغْفِرَةً مِنْ عِنْدِكَ ، وَارْحَمْنِى إِنَّكَ أَنْتَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ »
“Ajarkanlah aku suatu doa yang bisa aku panjatkan saat shalat!” Maka Beliau pun berkata, “Bacalah: ‘ALLAHUMMA INNII ZHOLAMTU NAFSII ZHULMAN KATSIIRAN WA LAA YAGHFIRUDZ DZUNUUBA ILLAA ANTA FAGHFIRLII MAGHFIRATAN MIN ‘INDIKA WARHAMNII INNAKA ANTAL GHOFUURUR RAHIIM (artinya: Ya Allah, sungguh aku telah menzhalimi diriku sendiri dengan kezhaliman yang banyak, sedangkan tidak ada yang dapat mengampuni dosa-dosa kecuali Engkau. Maka itu ampunilah aku dengan suatu pengampunan dari sisi-Mu, dan rahmatilah aku. Sesungguhnya Engkau Maha Pengampun lagi Maha Penyayang) ‘.” (HR. Bukhari no. 834 dan Muslim no. 2705)
Syaikh Muhammad Shalih Al-Munajjid hafizhahullah berkata, “Doa yang mulia ini tergabung di dalamnya dua hal, yaitu (1) penyebutan keadaan diri dan (2) tawasul kepada Allah dengan menyebutkan bahwa Allah itu Maha Mengampuni dosa. Setelah bertawasul dengan dua hal ini, barulah meminta hajat. Inilah adab berdoa dan bentuk penghambaan kepada Allah.” (Fatawa Al-Islam Sual wa Jawab, no. 109800)
Baca juga: Doa Meminta Ampunan Versi Abu Bakar
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata,
وَصْفُ الْحَاجَةِ وَالِافْتِقَارِ: هُوَ سُؤَالٌ بِالْحَالِ، وَهُوَ أَبْلَغُ مِنْ جِهَةِ الْعِلْمِ وَالْبَيَانِ. وَذَلِكَ [أي: السؤال بالمقال] أَظْهَرُ مِنْ جِهَةِ الْقَصْدِ وَالْإِرَادَةِ.
“Penyebutan kebutuhan dan perasaan butuh kepada Allah dalam doa adalah bentuk permintaan dengan menyampaikan keadaan diri. Doa dengan menyebutkan kondisi diri yang merasa butuh kepada Allah lebih kuat dari segi ilmu dan penjelasan. Sedangkan doa dengan ucapan lisan lebih jelas dari segi maksud dan keinginan.” (Majmu’ah Al-Fatawa, 10:246).
Baca juga: Doa dengan Merengek-Rengek (Ilhaah fid Du’aa’)
Tawasul yang Disyariatkan
Seperti diketahui bersama bahwa tawasul yang disyariatkan adalah:
- Tawasul kepada Allah dengan menyebut nama dan sifat Allah, seperti menyebut Allah dengan Ar-Rahman ketika meminta rahmat, menyebut Allah dengan Al-Ghafuur ketika meminta ampunan kepada Allah.
- Tawasul kepada Allah dengan penyebutan iman dan tauhid.
Seperti doa dalam ayat,
رَبَّنَآ ءَامَنَّا بِمَآ أَنزَلْتَ وَٱتَّبَعْنَا ٱلرَّسُولَ فَٱكْتُبْنَا مَعَ ٱلشَّٰهِدِينَ
“Ya Rabb kami, kami telah beriman kepada apa yang telah Engkau turunkan dan telah kami ikuti rasul, karena itu masukanlah kami ke dalam golongan orang-orang yang menjadi saksi (tentang keesaan Allah).” (QS. Ali Imran: 53)
3. Tawasul kepada Allah dengan menyebut amal saleh seperti kisah tiga orang yang tertutup dalam goa dan menyebutkan amal saleh masing-masing. Berdoa kepada Allah dengan menyebutkan keadaan diri yang sangat butuh kepada Allah masuk juga dalam tawasul yang ketiga ini.
4. Tawasul kepada Allah dengan perantaraan doa orang saleh yang masih hidup.
Bentuk ini seperti perkataan ‘Umar bin Al-Khattab kepada Al-‘Abbas bin ‘Abdul Muththalib, paman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah meninggal dunia,
اللَّهُمَّ إِنَّا كُنَّا نَتَوَسَّلُ إِلَيْكَ بِنَبِيِّنَا فَتَسْقِينَا وَإِنَّا نَتَوَسَّلُ إِلَيْكَ بِعَمِّ نَبِيِّنَا فَاسْقِنَا
“Ya Allah, sesungguhnya kami bertawassul kepada-Mu lewat perantaraan Nabi-Mu, maka turunkanlah hujan pada kami. Dan sekarang kami bertawassul kepada-Mu lewat perantaraan paman Nabi kami, maka turunkanlah pula hujan pada kami.” (HR. Bukhari, no. 1010).
Baca juga: Tawasul yang Disepakati Bolehnya
Semoga Allah mengijabahi setiap doa-doa kita.
Baca juga: Pasti Ada Jalan Keluar, Husnuzhanlah kepada Allah
–
Ditulis @ Makkah Al-Mukarramah, 18 Dzulhijjah 1445 H (24 Juni 2024)
Oleh: Dr. Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel Rumaysho.Com