Aqidah

Tawassul yang Disepakati Bolehnya

Tawassul berarti mengambil perantara untuk tersampainya hajat. Tidak semua tawassul dinilai keliru, namun ada pula yang masyru’ (dibenarkan). Bagaimana bentuk tawassul yang terlarang dan yang dibenarkan?

Tawassul itu ada dua bentuk yang disepakati oleh para ulama, sedangkan bentuk tawassul ketiga tidak ada dalilnya. Rinciannya:

1- Tawassul dengan iman dan amal ketaatan pada Allah.

2- Tawassul dengan do’a orang yang masih hidup. Bentuk ini seperti perkataan ‘Umar bin Al Khottob kepada Al ‘Abbas bin ‘Abdul Muthollib, paman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah meninggal dunia,

اللَّهُمَّ إِنَّا كُنَّا نَتَوَسَّلُ إِلَيْكَ بِنَبِيِّنَا فَتَسْقِينَا وَإِنَّا نَتَوَسَّلُ إِلَيْكَ بِعَمِّ نَبِيِّنَا فَاسْقِنَا

Ya Allah, sesungguhnya kami bertawassul kepada-Mu lewat perantaraan Nabi-Mu, maka turunkanlah hujan pada kami. Dan sekarang kami bertawassul kepada-Mu lewat perantaraan paman Nabi kami, maka turunkanlah pula hujan pada kami.” (HR. Bukhari no. 1010).

Tawassul pertama adalah pokok agama, yang tidak diingkari oleh seorang muslim pun. Sedangkan tawassul dengan do’a dan syafa’at -sebagaimana yang disebutkan oleh ‘Umar bin Al Khottob-, maka itu adalah tawassul dengan do’a, bukan dengan zatnya.  Oleh karena itu, para sahabat ketika itu bertawassul dengan paman Nabi Al ‘Abbas. Seandainya tawassul dengan zat (bukan dengan do’a) diperkenankan, maka tentu para sahabat akan bertawassul dengan zat Rasul -shallallahu ‘alaihi wa sallam- yang telah tiada daripada bertawassul dengan Al ‘Abbas bin ‘Abdul Muthollib. Tatkala para sahabat beralih dari bertawassul pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada ‘Abbas, maka benarlah bahwa jika hidup bisa jadi perantara dalam do’a, namun beda halnya ketika telah mati. Sedangkan tawassul jenis pertama yaitu dengan iman dan amalan ketaatan, berlaku selamanya.

Sedangkan tawassul jenis ketiga yang keliru adalah tawassul bermakna sumpah pada Allah dan meminta dengan perantaraan zat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Bentuk ketiga ini tidak pernah dilakukan oleh para sahabat ketika meminta hujan atau perkara lainnya. Mereka pun tidak pernah melakukan tawassul semacam itu ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam masih hidup atau telah mati, begitu pula tidak dilakukan di kubur beliau atau kubur lainnya. Tidak ada pula do’a yang ma’ruf dan masyhur yang berkenaan dengan tawassul semacam itu. Dalil pendukung yang ada hanyalah dari hadits dho’if yang diklaim sampai pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam (marfu’) atau sampai pada para sahabat (mauquf). Atau yang jadi pegangan adalah alasan yang tidak bisa dijadikan argument yang kuat.

(Diringkas dari Qo’idah Jalilah fit Tawassul wal Wasilah karya Ibnu Taimiyah, hal. 85-86)

Baca pula artikel lainnya di Rumaysho.com: Menjadikan Selain Allah Sebagai Perantara dalam Do’a

Riyadh-KSA, tengah malam, 16 Rabi’ul Akhir 1434 H

www.rumaysho.com

Artikel yang Terkait

5 Komentar

  1. apakah anda faham perbedaan antara tawasul dan menyembah (meminta dan memohon kepada zat yang diyakini mempunyai kekuasaan independen absolut)?? bisakah anda menjelaskan perbedaan keduanya?? kalau tidak bisa, anda akan kesulitan memahami tawasul, juga berakibat fatal melempar tuduhan keji kepada kaum mauslimin yang bertawasul.

    dalam setiap artikel yang ditulis orang wahabi mengenai tawasul (utamanya tawasul yang dianggap syirik/sesat), pasti ayat yang digunakan adalah ayat yang mengecam perbuatan org musyrik atau kafir yang menyembah dan meminta kepada selain Allah. amat banyak ayatnya, saya tidak sanggup menukil (maaf, sayapun mengomentari ini sambil kerja). dari kenyataan ini saja, sudah fatal sekali… di satu sisi ada ayat2 yang mengecam perilaku musyrikin yang menyembah dan meminta kepada selain allah (juga kaum musyrikin yang mempunyai perantara) yang dijadikan dalil oleh wahabi, sementara di sisi lain ada tawasul (sy belum mau menukil riwayatnya terlebih dahulu). dengan kata lain, wahabi menyamakan antara kaum musyrikin yang mempunyai perantara dan menyembah serta meminta kepada selain Allah dengan perilaku kaum muslimin yang melakukan tawasul kepada para nabi dan orang2 salih. PADAHAL KEDUANYA JELAS BEDA!

    orang2 musyrik mempunyai perantara, namun mereka meyakini bahwa sang perantara ini mempunyai kekuasaan,kekuatan,kemampua yang independen juga mempunyai sifat ketuhanan. sementara kaum muslimin yang bertawasul kpd org2 salih tidak demikian, si org salih ini tetaplah makhluk, tdk mempunyai kekuasaan sedikitpun,apalagi memiliki sifat ketuhanan. ingat, dalam setiap doanya, ia berkata: “allahumma…”, artinya ia memohon kepada Allah, bkn kpd org salih. berbeda dgn org musyrik!

    kalau anda mau lebih faham dan simpel memahami tawasul, saya akan berikan penjelasan singkat kepada anda bedanya doa dengan bertawasul dengan yang tidak.

    doa tidak dengan bertawasul: saya punya keinginan, maka seketika itu juga saya menengadahkan kedua tagan meminta kepada Allah, seketika di tempat dan waktu itu juga.

    doa dengan bertawasul: saya punya suatu keinginan, maka saya mengambil air wudhu terlebih dahulu, shalat hajat dua rakaat, membaca quran dulu,membaca shalawat,lalu berdoa. atau, saya lebih memilih waktu dan tempat yang diyakini mustajab (di masjilil haram umpamanya, atau sewaktu tengah malam)lalu berdoa. atau, dengan menziarahi kuburan kaum shalihin, berwudhu,membaca quran,bersholawat,mendoakan org salih yang diziarahi dan kaum muslimin seluruhnya yang hidup mauoun yg sdh wafat, lalu berdoa akan hajatnya.

    doa tdk bertawasul: ada keinginan langsung doa
    doa dengan bertawasul: ada keinginan namun melakukan amalan yang utama dulu baru berdoa, dengan kata lain punya suatu hajat tapi tidak langsung doa.

    mengenai bertawasul dengan org yg sdh wafat, baik itu nabi atau kaum shalihin, itupun tdk masalah. apa sih bedanya org yg sdh mati dgn yg msh hidup bagi Allah? apakah kemampuan Allah terbatas atau terhalang? karena yang dijadikan sasaran doa bkn org yg msh hidup atau sdh wafat, tapi Allah. baik ia hidup atau mati, ia sama sekali tdk punya kemampuan mengabulkan doa. di sini kelirunya logika berfikir wahabi, boleh didoakan org yg hidup namun menganggap sesat berwasilah kpd org yg sdh wafat. malahan akan dikhawaatirkan tauhidnya cacat, karena org yg msh hidup dianggap lebih memberikan manfaat…padahal Allah-lah penentu manfat dan mudharat, bukan org itu hidup atau wafat.

    kalau mau tau riwayatnya, silahkan lihat buku2 yang kontra wahabi. sy tdk pny cukup waktu membahas semuanya….

    semoga allah memberimu hidayah, akhi…

  2. Ustadz, ana pernah melihat ceramah di tv stasiun lokal di salah satu kota, kyai tsb menyampaikan beberapa dalil yang menunjukkan beberapa sahabat bertawasul kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika beliau sudah meninggal, dan kyai tsb menyatakan bahwa dalil ini termuat dalam kitab tafsir ibnu katsir, kitab bidaya wa nihayah, kitab fathul bari karya ibnu hajar al asqalani, tapi ana lupa haditsnya ustadz. Dan kyai tsb, menyatakan bahwa ibnu katsir dan imam ibnu hajar asqalani membolehkan bertawasul kepada Nabi ataupun orang sholih yang sudah meninggal, dan mengatakan bahwa hadits ini shohih, kalau tidak salah imam baihaqi menshahihkan hadits ini. Apakah benar pernyataan kyai ini. Mohon penjelasannya ustadz, kalau bisa menyebutkan dalil yang dimaksudkan oleh kyai ini, dan menjelaskan dimana kelemahan hadits tsb. Jazzakallahu khaira

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button