Aqidah

Ritual Pesugihan dan Ingin Kaya Mendadak (4)

Dalam ritual pesugihan, kita tahu bagaimana berbagai macam syirik dilakukan. Perlu dipahami disebut syirik ketika ada suatu ibadah dipalingkan pada selain Allah, baik kepada orang sholih, wali yang sudah mati, pada makhluk ghaib atau pada jin. Ini dinamakan syirik. Namun perlu dipahami bahwa orang yang rajin shalat bahkan pernah berhaji bisa disebut musyrik jika melakukan hal tadi.

Bahkan inilah yang dilakukan oleh orang musyrik di masa silam. Mereka adalah orang yang rajin ibadah (pernah shalat dan haji). Namun mereka beribadah pada Allah dan juga beribadah pada selain Allah, inilah yang menjadikan mereka musyrik.

Syirik yang dilakukan bisa jadi adalah syirik dalam ibadah karena di dalamnya terdapat bentuk memalingkan suatu ibadah kepada selain Allah. Syirik ibadah inilah yang dilakukan oleh orang musyrik di masa silam. Mereka beribadah pada Allah, namun mereka pun menyekutukan Allah dalam ibadah. Seperti misalnya, orang musyrik pun terlihat melakukan haji dan thowaf.

Syaikh Muhammad At Tamimi rahimahullah menceritakan,

. وآخر الرسل محمد – صلى الله عليه وسلم – وهو الذي كسر صور هؤلاء الصالحين ، أرسله الله إلى أناس يتعبدون ويحجون ويتصدقون ويذكرون الله كثيرا ، ولكنهم يجعلون بعض المخلوقات وسائط بينهم وبين الله

“Akhir Rasul adalah Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam di mana beliau menghancurkan patung orang-orang sholih (yang disembah). Allah mengutus beliau kepada kaum yang rajin beribadah. Mereka juga menunaikan ibadah haji, bersedekah dan bahkan banyak berdzikir kepada Allah. Akan tetapi mereka menjadikan sebagian makhluk sebagai perantara antara mereka dengan Allah.” (Lihat Kasyfu Syubuhaat).

Di antara dalil yang menunjukkan bahwa orang-orang musyrik juga berhaji dan melakukan thowaf adalah dalil berikut.

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ – رضى الله عنهما – قَالَ كَانَ الْمُشْرِكُونَ يَقُولُونَ لَبَّيْكَ لاَ شَرِيكَ لَكَ – قَالَ – فَيَقُولُ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « وَيْلَكُمْ قَدْ قَدْ ». فَيَقُولُونَ إِلاَّ شَرِيكًا هُوَ لَكَ تَمْلِكُهُ وَمَا مَلَكَ. يَقُولُونَ هَذَا وَهُمْ يَطُوفُونَ بِالْبَيْتِ.

Dari Ibnu ‘Abbas, ia berkata, dulu orang-orang musyrik mengatakan; “LABBAIKA LAA SYARIIKA LAKA (Aku memenuhi panggilan-Mu wahai Dzat yang tiada sekutu bagi-Mu). Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Celakalah kalian, cukuplah ucapan itu dan jangan diteruskan.” Tapi mereka meneruskan ucapan mereka; ILLAA SYARIIKAN HUWA LAKA TAMLIKUHU WAMAA MALAKA (kecuali sekutu bagi-Mu yang memang Kau kuasai dan ia tidak menguasai).” Mereka mengatakan ini sedang mereka berthawaf di Baitullah. (HR. Muslim no. 1185).

Orang musyrik pun melakukan puasa seperti mereka melakukan puasa ‘Asyura. Hal ini ditunjukkan oleh dalil berikut ini,

عَنْ عَائِشَةَ – رضى الله عنها – قَالَتْ كَانَ يَوْمُ عَاشُورَاءَ تَصُومُهُ قُرَيْشٌ فِى الْجَاهِلِيَّةِ ، وَكَانَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – يَصُومُهُ ، فَلَمَّا قَدِمَ الْمَدِينَةَ صَامَهُ ، وَأَمَرَ بِصِيَامِهِ ، فَلَمَّا فُرِضَ رَمَضَانُ تَرَكَ يَوْمَ عَاشُورَاءَ ، فَمَنْ شَاءَ صَامَهُ ، وَمَنْ شَاءَ تَرَكَهُ

Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata bahwa pada hari ‘Asyura’, orang Quraisy melakukan puasa di masa Jahiliyah. Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan puasa tersebut. Tatkala tiba di Madinah, beliau melakukannya dan memerintahkan untuk melakukannya. Ketika Ramadhan diwajibkan, puasa ‘Asyura ditinggalkan. Siapa yang mau berpuasa, dipersilakan berpuasa. Siapa yang mau, boleh tidak berpuasa. (HR. Bukhari no. 2002 dan Muslim no. 1125).

Orang musyrik di masa silam pun memenuhi nadzar i’tikaf. Sebagaimana disebutkan dalam hadits berikut,

عَنِ ابْنِ عُمَرَ أَنَّ عُمَرَ – رضى الله عنه – نَذَرَ فِى الْجَاهِلِيَّةِ أَنْ يَعْتَكِفَ فِى الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ – قَالَ أُرَاهُ قَالَ – لَيْلَةً قَالَ لَهُ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – « أَوْفِ بِنَذْرِكَ »

Dari Ibnu ‘Umar bahwasanya ‘Umar radhiyallahu ‘anhu pernah bernadzar di masa jahiliyah untuk beri’tikaf di Masjidil Haram, seperti dikatakan bahwa itu malam hari. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun memerintahkan, “Tunaikanlah nadzarmu.” (HR. Bukhari no. 2043 dan Muslim no. 1656).

Mengomentari pernyataan Syaikh Muhammad At Tamimi di atas, -guru kami- Syaikh Shalih Al Fauzan mengatakan bahwa kaum musyrikin Quraisy yang didakwahi oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah kaum yang beribadah kepada Allah, akan tetapi ibadah tersebut tidak bermanfaat bagi mereka karena ibadah yang mereka lakukan itu tercampuri dengan syirik akbar. Sama saja apakah sesuatu yang diibadahi disamping Allah itu berupa patung, orang shalih, Nabi, atau bahkan malaikat. Dan sama saja apakah tujuan pelakunya adalah demi mengangkat sosok-sosok tersebut sebagai sekutu Allah atau bukan, karena hakikat perbuatan mereka adalah syirik. Demikian pula apabila niatnya hanya sekedar menjadikan sosok-sosok itu sebagai perantara ibadah dan penambah kedekatan diri kepada Allah. Maka hal itu pun dihukumi syirik. (Lihat Syarh Kitab Kasyfu Syubuhaat, Syaikh Shalih Al Fauzan)

Jadi tidak perlu merasa aneh jika ada yang bersorban, rajin shalawatan, disebut pak haji dan rajin shalat melakukan ritual syirik. Penyimpangan yang dilakukan oleh mereka yang secara lahiriyah nampak seperti orang sholih di antaranya adalah melakukan ritual pesugihan yang syirik, ziarah ke kubur wali untuk bertawassul, artinya menjadikan wali dalam kubur sebagai perantara dalam tersampainya hajat. Juga ada memimpin ritual sesajenan atau sedekah laut termasuk pemuka agama di desanya. Orang musyrik di masa silam pun orang yang rajin ibadah dan itu sudah terbukti. Bahkan mereka pun sangat mengenal Allah.

Dalil yang menunjukkan bahwa mereka sangat mengenal Allah, di antaranya firman Allah Ta’ala,

قُلْ مَنْ يَرْزُقُكُمْ مِنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ أَمْ مَنْ يَمْلِكُ السَّمْعَ وَالْأَبْصَارَ وَمَنْ يُخْرِجُ الْحَيَّ مِنَ الْمَيِّتِ وَيُخْرِجُ الْمَيِّتَ مِنَ الْحَيِّ وَمَنْ يُدَبِّرُ الْأَمْرَ فَسَيَقُولُونَ اللَّهُ فَقُلْ أَفَلَا تَتَّقُونَ

Katakanlah: “Siapakah yang memberi rezeki kepadamu dari langit dan bumi, atau siapakah yang kuasa (menciptakan) pendengaran dan penglihatan, dan siapakah yang mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup dan siapakah yang mengatur segala urusan?” Maka mereka akan menjawab: “Allah”. Maka katakanlah “Mengapa kamu tidak bertakwa kepada-Nya)?” (QS. Yunus: 31)

Begitu pula firman Allah Ta’ala,

وَلَئِنْ سَأَلْتَهُمْ مَنْ خَلَقَهُمْ لَيَقُولُنَّ اللَّهُ فَأَنَّى يُؤْفَكُونَ

Dan sungguh jika kamu bertanya kepada mereka: “Siapakah yang menciptakan mereka, niscaya mereka menjawab: “Allah”, maka bagaimanakah mereka dapat dipalingkan (dari menyembah Allah)?” (QS. Az Zukhruf: 87)

Begitu juga firman-Nya,

لَئِنْ سَأَلْتَهُمْ مَنْ نَزَّلَ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً فَأَحْيَا بِهِ الْأَرْضَ مِنْ بَعْدِ مَوْتِهَا لَيَقُولُنَّ اللَّهُ قُلِ الْحَمْدُ لِلَّهِ بَلْ أَكْثَرُهُمْ لَا يَعْقِلُونَ

Dan sesungguhnya jika kamu menanyakan kepada mereka: “Siapakah yang menurunkan air dari langit lalu menghidupkan dengan air itu bumi sesudah matinya?” Tentu mereka akan menjawab: “Allah”, Katakanlah: “Segala puji bagi Allah”, tetapi kebanyakan mereka tidak memahami(nya).” (QS. Al ’Ankabut: 63)

Juga dalam ayat,

أَمْ مَنْ يُجِيبُ الْمُضْطَرَّ إِذَا دَعَاهُ وَيَكْشِفُ السُّوءَ وَيَجْعَلُكُمْ خُلَفَاءَ الْأَرْضِ أَئِلَهٌ مَعَ اللَّهِ قَلِيلًا مَا تَذَكَّرُونَ

Atau siapakah yang memperkenankan (do’a) orang yang dalam kesulitan apabila ia berdo’a kepada-Nya, dan yang menghilangkan kesusahan dan yang menjadikan kamu (manusia) sebagai khalifah di bumi ? Apakah disamping Allah ada tuhan (yang lain)? Amat sedikitlah kamu mengingati(Nya).” (QS. An Naml: 62)

Perhatikanlah! Dalam ayat-ayat di atas terlihat bahwasanya orang-orang musyrik itu mengenal Allah, mereka mengakui sifat-sifat rububiyyah-Nya yaitu Allah adalah pencipta, pemberi rezeki, yang menghidupkan dan mematikan, serta penguasa alam semesta. Namun, pengakuan ini tidak mencukupi mereka untuk dikatakan muslim dan selamat. Kenapa? Karena mereka mengakui dan beriman pada sifat-sifat rububiyah Allah saja, namun mereka menyekutukan Allah dalam masalah ibadah. Oleh karena itu, Allah katakan terhadap mereka,

وَمَا يُؤْمِنُ أَكْثَرُهُمْ بِاللَّهِ إِلَّا وَهُمْ مُشْرِكُونَ

Dan sebahagian besar dari mereka tidak beriman kepada Allah, melainkan dalam keadaan mempersekutukan Allah (dengan sembahan-sembahan lain).” (QS. Yusuf : 106)

Ibnu ‘Abbas mengatakan mengenai ayat di atas, bentuk keimanan orang musyrik adalah ketika mereka ditanya, siapakah yang menciptakan langit, bumi dan gunung, maka jawaban mereka adalah Allah. Namun sayangnya mereka menyekutukan Allah dalam ibadah. Demikian juga menjadi pendapat Mujahid, ‘Atho’, ‘Ikrimah, Asy Sya’biy, Qotadah, Adh Dhohak, dan ‘Abdurrahman bin Zaid bin Aslam. Inilah yang disebutkan oleh Ibnu Katsir dalam kitab tafsirnya.

Jadi orang musyrik yang diperangi oleh Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam– dan dikafirkan oleh beliau dikarenakan mereka mempersekutukan Allah dengan berbagai sesembahan yang batil. Mereka menyembah Allah dan mereka juga menyembah selain Allah. Demikian kata Syaikh Sholih Alu Syaikh dalam Syarh Kasyfu Syubuhat, hal. 57.

Namun satu soal penting yang mesti ditanya, bagaimana orang musyrik beribadah kepada sesembahan mereka. Apakah mereka yakin bahwa sesembahan mereka bisa memberi rizki? Tidak, sebagaimana sudah disebutkan di atas. Jika ditanya demikian, maka mereka akan menjawab Allah. Lalu mengapa bisa jadi syirik?

Jawabnya, karena mereka menjadikan selain Allah sebagai wasaith (perantara) dalam meminta rizki dan sebagai pemberi syafa’at dalam hal tersebut. Inilah yang akan kita kaji pada penyimpangan selanjutnya.

Sayangnya, di antara ritual pesugihan yang terjadi, ada di antara mereka meyakini bahwa selain Allah-lah yang mendatangkan rezeki. Sebagaimana dikisahkan sebelumnya bahwa sepasang siluman kura-kura tersebut mampu mengabulkan keinginan orang yang ingin kekayaan secara instan. Ini jelas adalah syirik dan termasuk syirik dalam rububiyah. Karena mengabulkan do’a adalah perbuatan yang khusus bagi Allah. Dan jelas bahwa syirik jenis ini lebih parah.

Insya Allah pembahasan berikut akan mengkaji bentuk tawassul dan mengambil perantara yang keliru. Semoga Allah mudahkan.

 

Baca pula artikel sebelumnya di Rumaysho.com:

Riyadh-KSA, 14 Rabi’ul Akhir 1434 H

www.rumaysho.com

Artikel yang Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button