Amalan

Safar Maksiat

Secara bahasa, safar itu berarti “وضح وانكشف ”, jelas dan tersingkap.[1] Seorang yang bepergian dinamakan musafir karena musafir itu bisa dikenal wajahnya oleh banyak orang; bepergian juga menyebabkan mengenal tempat-tempat yang belum dia ketahui, jati dirinya yang sebenarnya bisa dikenal orang dan menyebabkan dia keluar melalui tempat yang tidak berpenghuni.

Dalam Mu’jam Lughotil Fuqoha, safar berarti,

الخروج عن عمارة موطن الاقامة قاصدا مكانا يبعد مسافة يصح فيها قصر.

“Keluar bepergian meninggalkan kampung halaman dengan maksud menuju tempat yang jarak antara kampung halamannya dengan tempat tersebut membolehkan orang yang bepergian untuk mengqashar shalat.”[2]

Macam-Macam Safar

 

  1. Safar yang haram, yaitu menempuh perjalanan untuk melakukan perkara yang diharamkan, misalnya menempuh perjalanan untuk berdagang khomr (minuman keras).
  2. Safar yang wajib, yaitu menempuh perjalanan untuk menunaikan kewajiba seperti ibadah haji yang wajib, umrah yang wajib atau kewajiban berjihad.
  3. Safar yang sunnah, yaitu menempuh perjalanan yang dianjurkan (disunnahkan) seperti bepergian untuk melaksanakan umrah yang sunnah, haji yang sunnah dan jihad yang sunnah.
  4. Safar yang boleh, yaitu bepergian guna melakukan hal-hal yang dibolehkan dalam agama, misalnya bepergian untuk berdagang barang-barang yang halal.
  5. Safar yang makruh, yaitu bepergian semisal bepergian seorang diri tanpa ada yang menemani. Bepergian seperti itu dimakruhkan kecuali untuk melakukan hal-hal yang sangat penting. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لَوْ يَعْلَمُ النَّاسُ مَا فِى الْوَحْدَةِ مَا أَعْلَمُ مَا سَارَ رَاكِبٌ بِلَيْلٍ وَحْدَهُ

Andai orang mengetahui bahaya yang terdapat dalam bepergian seorang diri sebagaimana yang kuketahui, niscaya tidak akan ada orang yang melakukan perjalanan sendirian pada waktu malam hari.[3]

Sebisa mungkin kita melakukan safar yang wajib, sunnah atau yang boleh dan tidak melakukan safar yang makruh, apalagi yang haram.

-Insya Allah bersambung pada bahasan safar lainnya-

Panggang-Gunung Kidul, 7 Ramadhan 1432 H (7 Agustus 2011)

Makalah Dauroh di Yayasan Durus Sunnah Semarang

www.rumaysho.com

Baca Juga:


[1] Al Mu’jamul Wasith, 457.

[2] Mu’jam Lughotil Fuqoha, Mawqi’ Ya’sub, 245.

[3] HR. Bukhari no. 2998, dari ‘Abdullah bin ‘Umar.

Artikel yang Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button