Akhlaq

Adab pada Guru (2)

Di antara adab pada guru adalah menghormatinya. Di antara bentuk menghormatinya adalah memanggilnya dengan panggilan yang santun. Misal yang jadi adat atau kebiasaan di negeri kita, memanggil guru tersebut dengan sebutan Pak Guru atau Ustadz. Panggilan ini adalah bentuk panggilan santun pada guru kita.

Hal di atas adalah pengamalan dari hadits dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin Al-‘Ash radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لَيْسَ مِنَّا مَنْ لَمْ يَرْحَمْ صَغِيرَنَا وَيُوَقِّرْ كَبِيرَنَا

Tidak termasuk golongan kami siapa yang tidak menyayangi yang kecil di antara kita dan tidak menghormati yang lebih tua di antara kita.” (HR. Tirmidzi no. 1919. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa hadits ini hasan)

Juga sebagai penerapan dari ayat Al-Qur’an,

لَا تَجْعَلُوا دُعَاءَ الرَّسُولِ بَيْنَكُمْ كَدُعَاءِ بَعْضِكُمْ بَعْضًا

Janganlah kamu jadikan panggilan Rasul diantara kamu seperti panggilan sebahagian kamu kepada sebahagian (yang lain).” (QS. An-Nur: 63). Syaikh Bakr Abu Zaid dalam Hilyah Thalib Al-‘Ilmi berkata, “Inilah yang ditunjukkan oleh Allah kepada yang mengajarkan kebaikan pada manusia yaitu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Imam Nawawi rahimahullah menerangkan:

Disunnahkan bagi anak, murid, atau seorang pemuda ketika menyebut ayahnya, guru dan tuannya agar tidak dengan menyebut nama saja.

Diriwayatkan dalam Kitab Ibnu As-Sunni, dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jangan jalan di depannya, jangan membantahnya, jangan duduk sebelum ia duduk, jangan memanggilnya cuma dengan namanya saja.” Yang dimaksud jangan membantah adalah membantah orang tua ketika orang tua mengingatkan keras atau mengajari adab pada kita.

Dari ‘Abdullah bin Zahr, ia berkata, “Termasuk durhaka pada orang tua adalah engkau memanggil orang tua dengan namanya saja dan engkau berjalan di depannya.” (Al-Majmu’, 8: 257)

Syaikh Bakr Abu Zaid dalam kitab Hilyah Thalib Al-‘Ilmi, “Jangan memanggil guru dengan nama atau laqabnya saja. Seperti jika engkau berkata, “Wahai Syaikh Fulan.” Baiknya panggillah dengan “Wahai Syaikhku atau Syaikhuna (Syaikh kami).” Baiknya tidak sebut namanya. Ini lebih beradab. Jangan pula memanggilnya dengan ‘kamu’ atau ‘anta’. Jangan pula memanggil guru tersebut dari jejauhan kecuali kalau darurat.”

Namun kalau mengabarkan kalau gurunya berkata seperti ini dan seperti itu, maka boleh menyebut namanya. Misal, guruku, Syaikh Shalih berkata demikian. Ketika itu menyebut namanya karena bukan dalam keadaan memanggilnya namun cuma pengabaran suatu berita saja. Lihat Syarh Hilyah Thalib Al-‘Ilmi, hlm. 82.

Semoga Allah mengaruniakan kita dengan akhlak yang mulia dalam memuliakan guru-guru kita. Semoga Allah juga selalu menjaga guru-guru kita, diberkahi umur dan ilmu mereka.

 

Referensi:

Al-Majmu’ Syarh Al-Muhadzdzab li Asy-Syairazy. Cetakan kedua, tahun 1427 H. Yahya bin Syarf An-Nawawi. Penerbit Dar ‘Alam Al-Kutub.

Syarh Hilyah Thalib Al-‘Ilmi li Syaikh Bakr Abu Zaid. Cetakan pertama, tahun 1423 H. Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin. Penerbit Dar Ibnu Al-Haitsam.

Selesai disusun di Bale Ayu Jogja, 21 Dzulhijjah 1436 H

Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal

Artikel Rumaysho.Com

Ikuti update artikel Rumaysho.Com di Fans Page Mengenal Ajaran Islam Lebih Dekat (sudah 3,6 juta fans), Facebook Muhammad Abduh Tuasikal, Twitter @RumayshoCom, Instagram RumayshoCom

Untuk bertanya pada Ustadz, cukup tulis pertanyaan di kolom komentar. Jika ada kesempatan, beliau akan jawab.

Artikel yang Terkait

2 Komentar

  1. Assalamu’alaikum

    bagaimana jika berbenturan antara orang yg sudah tua tapi bukan orang berilmu dengan orang yang masih muda tapi berilmu, mana yg lebih didahulukan haknya/yang lebih dihormati..?

    jazakallahu khairan ustadz

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button