Umum

Hukum Menonton Televisi

Apa hukum menonton televisi?

Ulama besar Saudi Arabia yang pernah menjabat sebagai ketua Al Lajnah Ad Da-imah (Komisi Fatwa di Saudi Arabia) yaitu Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdillah bin Baz –rahimahullah– pernah ditanya,

“Di beberapa kamar pasien difasilitasi televisi. Sebagian pasien ingin menyetel TV tersebut dan sebagian lagi enggan menyetelnya. Yang enggan menonton hanya takut mengganggu yang lainnya. Apa yang harus dilakukan dalam kondisi semacam ini?”

 

Jawab:

Jika sebagian pasien di kamar yang sama, ada yang tidak suka melihat televisi, maka hendaklah televisi tersebut tidak dinyalakan. Ini bertujuan untuk menyenangkan hati orang lain dan tidak mengganggunya. Jika semuanya ingin melihat TV, maka tidak mengapa. Akan tetapi, hal ini dengan syarat, yang ditonton hanyalah acara yang bermanfaat seperti mendengar murotal (namun dengan volume suara yang tidak terlalu keras), mendengar kajian ilmu dan acara lain yang bermanfaat bagi dunia dan agama.

Namun jika yang ditonton adalah acara yang rusak semacam nyanyian (musik), acara yang melalaikan, dan acara lain yang tidak bermanfaat, maka sudah selayaknya TV tersebut tidak ditonton. Bahkan jika TV itu tidak ditonton sama sekali, itu lebih hati-hati dan lebih baik. Mereka tentu yang lebih mengetahui manakah yang lebih maslahat untuk diri mereka masing-masing.

Adapun jika TV tersebut diputar, namun memberi gangguan dan dapat menyakiti pasien yang lain, padahal mereka butuh tidur dengan nyenyak dan butuh istirahat yang cukup, bahkan terkadang pula masing-masing di antara mereka tidak peduli dengan keadaan pasien yang lain, maka seperti ini tentu saja tidak dibolehkan.

Ini semua tentu saja butuh ada orang terpercaya yang lebih bertakwa yang bertindak sebagai pengawas dalam mengawasi hal ini. Hendaklah TV tersebut digunakan hanya untuk hal yang bermanfaat dengan tetap melihat keridhoaan pasien yang lain. Namun jika TV itu dapat mengganggu pasien lainnya, maka sudah selayaknya tidak dinyalakan.

Fatawa Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdillah bin Baz, no. 452.

Sumber: http://alifta.net/

Dari fatwa Syaikh Ibnu Baz di atas beberapa pelajaran penting yang bisa kita gali:

  1. Hukum asal segala sesuatu adalah mubah (dibolehkan).
  2. Perkara yang mubah jika dapat mengantarkan pada perkara yang dilarang atau menyia-nyiakan, maka lebih pantas untuk ditinggalkan dan dijauhi. Sebagaimana para ulama seringkali membawakan kaedah fiqhiyah: Maa yatawaqqoful haromu ‘alaihi fa huwa haromun (Suatu yang bisa menyebabkan terjerumus pada yang haram, maka sarana menuju yang haram tersebut menjadi haram). Begitu pula kaedah lainnya: Wasail makruh makruhatun (Perantara kepada perkara yang makruh juga dinilah makruh). Sehingga yang dibolehkan adalah jika televisi digunakan untuk hal yang bermanfaat (untuk agama dan dunia) saja seperti untuk mendengar kajian ilmu agama yang bermanfaat, mendengar tanya jawab ulama, dan hal yang bermanfaat lainnya.
  3. Kebanyakan penggunaan televisi saat ini adalah untuk hal-hal yang haram atau sia-sia seperti untuk mendengar nyanyian, tontonan acara mistik dan kesyirikan atau tontonan sinetron yang mendorong pada materialis dan merusak akhlaq. Padahal kaedah menyebutkan, “Al hukmu ‘alal gholib”(Hukum itu dilihat dari yang dominan yang ada pada permasalahan yang dibahas).
  4. Dalam kaedah fiqhiyah disebutkan: Mencegah kejelekan lebih didahulukan daripada mendapatkan manfaat (dar-ul mafaasid muqoddam ‘ala jalbil masholih). Kejelekan dan kerusakan yang ditimbulkan oleh TV untuk saat ini lebih banyak, daripada manfaatnya yang sedikit. Sehingga bagusnya TV tidak hadir di tengah keluarga muslim.

Wallahu a’lam bish showab. Semoga Allah selalu menunjuki kepada kita jalan yang lurus.

Muhammad Abduh Tuasikal

Artikel https://rumaysho.com

Panggang, Gunung Kidul, 22 Dzulhijah 1430 H

Baca Juga:

Artikel yang Terkait

24 Komentar

  1. Ustadz, bagaimana caranya mendidik keluarga (anak, istri, saudara, dan orang tua) supaya tidak terlena dengan televisi? Dan selain itu, apa pengalih perhatian selain TV yang antum sarankan?

    Di satu sisi hati kami gundah melihat terlenanya keluarga kami karena TV. Betapa alat tersebut di satu sisi membawa banyak maslahat (informasi bermanfaat terbaru), namun di satu sisi alat tersebut membawa banyak mudharat (aurat, musik-musik, klenik, gosip… semua yang dosa lama-lama terasa hal yang biasa di TV).

    Kami sudah terbiasa mencari info melalui internet yang relatif lebih aman (menurut kami), akan tetapi anak-istri dan keluarga kami, bagaimana supaya dapat mengarahkan mereka dengan baik?

    Mohon beri kami nasihat supaya tidak menjadi para suami yang rela dan membiarkan keluarganya dan anak-istrinya berbuat dosa, supaya kami tidak menjadi seorang dayyuts.

  2. Assalamu’alaikum..
    Afwan ustadz, mau nanya gimana kalo tujuan beli tv untuk melihat berita/informasi yang bermanfaat agar tidak ketinggalan informasi, karena ada hadits juga yang menerangkan bahwa “innamal a’malu binniyat wa innama likulimmri’immanawa’…”
    Jazaakallahu khairan..

    1. Ustadz bagaimanakah hukum televisi sekarang ini, ketika mulai bertebarannya tivi-tivi yang mengajarkan sunnah?

      Bukankah televisi juga serupa dengan internet, yang mana “al hukum ‘alal ghalib” pun juga berlaku pada internet yang mana didalamnya juga terdapat lebih banyak madharatnya (karena yang mendominasi adalah situs yang tidak bermanfa’at bahkan banyak maksiat) ? maka otomatis berlaku pula “dar-ul mafasid muqaddam ‘ala jalbil mashalih”… kenapa internet dihukumi berbeda?

      Misalkan seseorang yang berniat membeli tivi, dan hanya mengkhususkan/mencukupkan dengan channell islaam, apakah dalam hal seperti ini masih saja dimakruhkan apalagi diharamkan untuk menonton televisi (karena dua kaidah diatas) ?

  3. yo mister
    kalo buat hiburan gmana?
    terutama nonton kartun ,khususnya buat anak2 dan ku juga suka sih, udah gtu kan bsa dambil plajarannya juga ,
    itu gmana ya???

    1. Mengambil pelajaran tdk hanya melalui film kartun. Ada pelajaran berharga dari kisah nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat yg bisa kita tarik banyak pelajaran di dalamnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button