Teladan

Pelajaran dari Imran bin Hittan: Ketika Akidah Tergadaikan oleh Cinta

Kisah Imran bin Hittan menjadi pelajaran penting tentang bagaimana pemahaman yang salah dapat merusak akidah seseorang, bahkan dari kalangan yang memiliki ilmu. Niat baik yang tidak diiringi dengan keteguhan iman justru membawanya terjerumus dalam pemahaman Khawarij, hingga memuji tindakan yang bertentangan dengan syariat.

Imran bin Hittan bin Dhubyan as-Sadusi al-Bashri adalah seorang tokoh yang dikenal sebagai salah satu ulama terkemuka, tetapi ia juga menjadi salah satu pemimpin Khawarij.

Ia meriwayatkan hadits dari beberapa sahabat, seperti Aisyah, Abu Musa al-Asy’ari, dan Ibnu Abbas. Sementara itu, di antara orang yang meriwayatkan hadits darinya adalah Ibnu Sirin, Qatadah, dan Yahya bin Abi Katsir.

Abu Dawud berkata, “Tidak ada kelompok pengikut hawa nafsu yang haditsnya lebih sahih daripada Khawarij.” Lalu ia menyebutkan Imran bin Hittan dan Abu Hassan al-A’raj.

Al-Farazdaq berkata, “Imran bin Hittan adalah salah satu penyair paling fasih. Jika ia ingin berkata seperti kami, ia mampu melakukannya. Namun, kami tidak mampu berkata sefasih dia.”

Dikisahkan oleh Salamah bin Alqamah, dari Ibnu Sirin, bahwa Imran menikahi seorang wanita Khawarij dan berkata, “Aku akan mengembalikannya ke jalan yang benar.” Namun, wanita tersebut justru mempengaruhinya hingga ia mengikuti pemahamannya (Khawarij).

Al-Mada’ini menyebutkan bahwa wanita itu sangat cantik, sedangkan Imran memiliki rupa yang buruk. Suatu hari, wanita tersebut membuatnya terpukau, lalu berkata, “Aku dan kamu akan masuk surga, karena kamu diberi nikmat dan bersyukur, sedangkan aku diberi ujian dan bersabar.”

Di antara kesesatan Imran bin Hittan dengan pemahaman Khawarijnya, ia malah memuji pembunuh Ali bin Abi Thalib. Perhatikan nukilan lanjutan di Siyar A’lam An-Nubala’ berikut ini.

وَمِنْ شِعْرِهِ فِي مَصْرَعِ عَلِيٍّ -رَضِيَ اللهُ عَنْهُ-:

يَا ضَرْبَةً مِنْ تَقِيٍّ مَا أَرَادَ بِهَا … إِلاَّ لِيَبْلُغَ مِنْ ذِي العَرْشِ رِضْوَانَا

إِنِّي لأَذْكُرُهُ حِيْناً فَأَحْسِبُهُ … أَوْفَى البَرِيَّةِ عِنْدَ اللهِ مِيْزَانَا

أَكْرِمْ بِقَوْمٍ بُطُوْنُ الطِّيْرِ قَبْرُهُمُ … لَمْ يَخْلِطُوا دِيْنَهُم بَغْياً وَعُدْوَانَا (٢)

Dari syairnya tentang terbunuhnya Ali radhiyallahu ‘anhu:

Wahai, pukulan seorang yang bertakwa, ia tidak menginginkannya

Kecuali untuk meraih rida dari Dzat yang memiliki ‘Arsy.

Sungguh, aku mengingatnya sesekali dan aku menduga

Bahwa dia adalah manusia dengan timbangan amal paling berat di sisi Allah.

Muliakanlah suatu kaum yang perut burung menjadi kubur mereka,

Mereka tidak mencampur agama mereka dengan kedzaliman dan permusuhan.

Pujian Imran bin Hittan terhadap pembunuh Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu menunjukkan kerusakan pemahamannya setelah terpengaruh ideologi Khawarij. Dalam syair tersebut, ia menggambarkan tindakan pembunuh Ali, yakni Abdurrahman bin Muljam, sebagai “pukulan seorang yang bertakwa” dengan tujuan meraih rida Allah, padahal tindakan itu adalah kejahatan besar dan pelanggaran terhadap syariat Islam.

Dinukil dari Siyar A’lam An-Nubala’ karya Imam Adz-Dzahabi rahimahullah 

* Khawarij adalah kelompok ekstrem yang muncul pada masa Ali bin Abi Thalib, dikenal karena mengafirkan pelaku dosa besar dan memberontak terhadap pemimpin sah. Mereka menyimpang dengan memahami Al-Qur’an secara kaku dan menumpahkan darah sesama muslim. Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam menyebut mereka sebagai “anjing-anjing neraka.”

Baca juga: Tiga Sifat Khawarij

 

Berikut beberapa pelajaran penting yang bisa diambil dari kisah tersebut:

1. Berhati-hati dalam Memilih Pasangan

Pasangan hidup memiliki pengaruh besar terhadap keyakinan dan prinsip seseorang. Pilihan yang salah dapat membawa pada penyimpangan akidah, seperti yang terjadi pada Imran bin Hittan.

2. Niat Baik Tidak Selalu Cukup

Niat Imran untuk mengajak istrinya ke jalan yang benar adalah niat mulia, tetapi niat tersebut harus diiringi kesiapan ilmu dan kemampuan menghadapi pengaruh buruk. Jika tidak, niat baik bisa berbalik menjadi keburukan.

3. Godaan Duniawi Bisa Membutakan

Kecantikan wanita tersebut menjadi salah satu faktor yang membuat Imran terpengaruh, menunjukkan bagaimana duniawi dapat menjadi ujian berat bagi keimanan.

4. Pentingnya Keteguhan Prinsip dalam Iman

Keteguhan dalam akidah dan iman adalah benteng utama untuk menghadapi pengaruh buruk dari lingkungan atau pasangan. Kelemahan prinsip dapat membawa seseorang terjerumus dalam pemahaman sesat.

Baca juga: Jangan Mudah Mengafirkan!

5. Kisah Sebagai Ibrah

Kisah ini menjadi peringatan bagi umat Islam untuk selalu waspada terhadap pemahaman yang menyimpang dan menjaga akidah dari pengaruh buruk, termasuk dari orang-orang terdekat.

 

PENUTUP

Kisah Imran bin Hittan mengajarkan bahwa niat baik saja tidak cukup tanpa keteguhan akidah dan pemahaman yang benar terhadap syariat. Berhati-hati dalam memilih pasangan hidup dan lingkungan adalah kunci untuk menjaga keimanan tetap lurus.

يَا مُقَلِّبَ الْقُلُوبِ ثَبِّتْ قُلُوبَنَا عَلَى طَاعَتِكَ

“Ya Allah, Dzat yang membolak-balikkan hati, tetapkanlah hati kami di atas ketaatan kepada-Mu.”

Baca juga: Mukmin Masuk Neraka, Mustahil Lagi Masuk Surga Bagai Unta Masuk dalam Lubang Jarum

@ Ambarawa, 12 Rajab 1446 H, 12-01-2025, bakda shalat Shubuh

Penulis: Dr. Muhammad Abduh Tuasikal 

Artikel Rumaysho.Com

Artikel yang Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button