Shalat

Bolehkah Orang Buta atau Tunanetra Menjadi Imam Shalat?

Bolehkah orang buta atau tunanetra menjadi imam shalat dalam shalat berjamaah? Manakah yang lebih utama menjadi imam yang bisa melihat ataukah buta?

 

Bulughul Maram karya Ibnu Hajar Al-‘Asqalani

Kitab Shalat

فَضْلُ صَلاَةِ الجَمَاعَةِ وَالإِمَامَةِ

Keutamaan Shalat Berjamaah dan Masalah Imam

 

Hadits #425

عَنْ أَنَس رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ النَّبيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اسْتَخْلَفَ ابْنَ أُمِّ مَكْتُومٍ،يَؤُمُّ النَّاسَ، وَهُوَ أَعْمى. رَوَاهُ أَحْمَدُ، وَأَبُو دَاوُدَ.

Dari Anas radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam meminta Ibnu Ummi Maktum untuk menggantikan beliau mengimami orang-orang, padahal ia seorang buta. (HR. Ahmad dan Abu Daud) [HR. Abu Daud, no. 595; Ahmad, 19:349, 20:307. Syaikh ‘Abdullah Al-Fauzan dalam Minhah Al-‘Allam, 3:443 mengatakan bahwa sanad hadits ini hasan].

 

Hadits #426

وَنَحْوُهُ لاِبْنِ حِبَّانَ: عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا.

Hadits yang serupa diriwayatkan oleh Ibnu Hibban dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha. [HR. Ibnu Hibban, 5:506-507; Abu Ya’la, 4456; Ath-Thabrani dalam Al-Awsath, 2744. Sanad hadits ini sahih sesuai syarat Bukhari dan Muslim. Ini adalah hadits yang menjadi syahid (penguat) pada hadits Anas sebelumnya].

 

Catatan:

  • Ibnu Ummi Maktum adalah ‘Abdullah bin Ummi Maktum. Ia adalah seorang yang buta. Semoga Allah meridai beliau.

 

Faedah hadits

  1. Jika yang mengimami shalat adalah seorang yang buta (tunanetra), tidaklah masalah. Hal tersebut tidaklah makruh. Sebagian ulama berpandangan bahwa imam yang buta lebih utama daripada imam yang bisa melihat karena ia lebih khusyuk. Orang yang bisa melihat hatinya kurang khusyuk karena sering memandang sesuatu yang bisa ia lihat. Sebaliknya, sebagian ulama berpandangan bahwa yang lebih utama adalah imam yang bisa melihat. Karena ia lebih berhati-hati dalam menjaga diri dari najis. Yang lebih tepat dalam madzhab Syafii (pendapat ash-shahih), imam yang buta dan imam yang bisa melihat dihukumi sama-sama tidak makruh. Inilah nash tegas dari Imam Syafii sebagaimana disebutkan oleh Al-Mawardi. Masing-masing imam tersebut memiliki keutamaan. Namun, imam yang bisa melihat lebih utama karena yang biasa dijadikan sebagai imam oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah yang bisa melihat. Ibnu Ummi Maktum menjadi imam saat itu menunjukkan bolehnya. Orang yang buta memiliki uzur untuk tidak pergi berjihad sehingga ia bisa menggantikan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kala itu.
  2. Menurut Imam Asy-Syirazi rahimahullah, ia berkata, “Imam yang bisa melihat itu yang lebih utama. Karena ia berusaha menghindarkan diri dari najis yang dapat merusak shalat. Orang yang buta tidak bisa melihatyang  di sekitarnya. Mengimami seperti ini tidaklah merusak shalat.” Namun, dalam pendapat madzhab Syafii, orang yang buta dan yang melihat dihukumi sama.

Lihat bahasan: Minhah Al-‘Allam fii Syarh Bulugh Al-Maram, 3:443-444 dan Fiqh Bulugh Al-Maram li Bayaan Al-Ahkaam Asy-Syar’iyyah, 2:55-56.

 

Referensi:

  • Fauzan, A. B. S. A. Minhah Al-’Allam fii Syarh Bulugh Al-Maram, Juz III. Cet. III. Qahirah: Dar Ibn al-Jauzy, 2011.
  • Zuhaily, M. M. A. Fiqh Bulugh Al-Maram li Bayaan Al-Ahkaam Asy-Syar’iyyah, Juz II. Cet. I. Damaskus: Dar Al-Bayan, 2022.

 

Baca juga:

Diselesaikan pada Selasa, 28 Jumadal Akhirah 1445 H, 9 Januari 2024

@ Darush Sholihin Panggang Gunungkidul

Muhammad Abduh Tuasikal

Artikel Rumaysho.Com

Artikel yang Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button