Hukum Ari-Ari (Plasenta) Bayi untuk Obat dan Kosmetik
Ari-ari atau plasenta merupakan bagian dari tubuh bayi. Ternyata sebagian orang ada yang menggunakan plasenta bayi untuk kosmetik, kloning bahkan ada yang menggunakannya untuk obat. Bagaimana Islam menyikapi hal ini?
Hukum asalnya, diharamkan menggunakan ari-ari (plasenta) bayi (manusia) untuk kosmetik dan pengobatan. Karena ari-ari adalah bagian dari sesuatu yang dimuliakan. Manusia adalah makhluk yang dimuliakan oleh Allah. Dalam ayat disebutkan,
وَلَقَدْ كَرَّمْنَا بَنِي آَدَمَ
“Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam” (QS. Al Isra’: 70).
Kalau ternyata tidak ada pengganti, lantas yang ada hanyalah menggunakan plasenta bayi tersebut, maka hanya dibolehkan untuk tujuan pengobatan, tidak untuk kosmetik karena alasan darurat. Al Khotib Asy Syarbini berkata, ”
للمضطر أكل آدمي ميت إذا لم يجد ميتة غيره… لأن حُرمة الحي أعظم من حرمة الميت
“Orang yang dalam keadaan darurat boleh memakan bangkai manusia jika tidak didapati bangkai lainnya. … Karena manusia ketika hidupnya lebih mulia daripada ketika matinya.” (Mughnil Muhtaj, 4: 413). Terserah di sini penggunaannya sebagai obat luar seperti salep atau sebagai obat yang diminum atau dengan injeksi ketika dalam keadaan darurat. Hal ini telah ada keputusan dari Al Majm’a Al Fiqhi Al Islami di bawah Robithoh Al ‘Alam Al Islami dalam dauroh ketigabelas 5/8/1412 H (bertepatan dengan 8 Februari 1992).
Begitu pula dalam keadaan darurat, dibolehkan memindahkan kornea mata dan semacamnya. Sebagaimana terdapat keputusan dalam Majlis Al Fita’ kedua tahun 1404 H bahwa kebutaan atau hilangnya penglihatan dianggap darurat bagi manusia. Menghilangkan darurat semisal ini dengan memindahkan kornea mata dari yang telah mati lalu dipasang pada yang hidup adalah suatu hal yang darurat. Hal ini masuk dalam kaedah yang disepakati oleh para ulama,
الضرورات تبيح المحظورات
“Keadaan darurat membolehkan sesuatu yang terlarang.”
الضرورة تُقدَّر بقدرها
“Keadaan darurat diambil sesuai yang dibutuhkan.”
لا يُنكر ارتكاب أخفِّ الضررين
“Tidak diingkari pengambilan mudhorot (bahaya yang lebih ringan).”
Namun perlu diperhatikan di sini mengenai jual beli atau perdagangan plasenta untuk tujuan pengobatan karena yang dijual adalah bagian tubuh manusia. Menjualnya berarti pertanda melecehkannya padahal Allah Ta’ala telah memuliakannya. Sebagai gantinya adalah harus diberi secara cuma-cuma untuk maksud memuliakan manusia. Tujuan lainnya, supaya tidak terjadi perdagangan yang diharamkan.
Walaupun asalnya, bangkai manusia adalah suci karena manusia saat hidup dan matinya itu suci.
Syamsuddin Muhammad Al Khottib mengatakan mengenai ayat (yang artinya) “Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam“, bentuk pemuliaan pada manusia adalah ia tidak dihukumi najis ketika matinya baik manusia tersebut muslim atau selainnya. (Al Iqna’, 1: 170).
Namun sikap yang lebih baik sebagai bentuk pemuliaan Allah pada manusia, maka tubuh mereka seperti ari-ari tidak digunakan untuk obat, kosmetik, dan kloning. Wallahu a’lam.
Referensi:
Mughnil Muhtaj, Al Khotib Asy Syarbini, terbitan Darul Ma’rifah, cetakan keempat, tahun 1431 H.
Al Iqna’ fii Halli Alfazhi Abi Syuja’, Syamsuddin Muhammad bin Muhammad Al Khottib, terbitan Al Maktabah At Taufiqiyah.
http://aliftaa.jo/Question.aspx?QuestionId=2796#.UpJ_xcS-3lU
—
Akhukum fillah,
Muhammad Abduh Tuasikal (Rumaysho.Com)
Diselesaikan saat hujan mengguyur Pesantren Darush Sholihin, Panggang, Gunungkidul, 21 Muharram 1435 H, 07:15 AM
Ikuti status kami dengan memfollow Fans Page Mengenal Ajaran Islam Lebih Dekat, FB Muhammad Abduh Tuasikal, atau Twitter @RumayshoCom
—
Bagi yang berminat dengan buku terbaru karya Ustadz Muhammad Abduh Tuasikal, yaitu Panduan Amal Shalih di Musim Hujan, silakan pesan via sms atau Whats App (WA) ke nomor 0852 00 17 1222 atau add PIN BB: 2AF1727A. Harga per buku Rp.12.000,-. Pesan segera sebelum kehabisan!