Kapan Mendahulukan yang Kanan?
Untuk perkara yang baik-baik, hendaklah mendahulukan yang kanan. Berbeda ketika melepas sesuatu atau memulai sesuatu yang jelek, maka hendaknya dimulai dari yang kiri. Inilah di antara adab yang diajarkan dalam agama kita, Islam.
Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata,
كَانَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – يُعْجِبُهُ التَّيَمُّنُ فِى تَنَعُّلِهِ وَتَرَجُّلِهِ وَطُهُورِهِ وَفِى شَأْنِهِ كُلِّهِ
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sangat menyukai mendahulukan yang kanan ketika memakai sendal, ketika menyisir rambut dan ketika bersuci, juga dalam setiap perkara (yang baik-baik).” (HR. Bukhari no. 186 dan Muslim no. 268).
Yang dimaksud tarojjul dalam hadits -kata Ibnu Hajar- adalah menyisir dan meminyaki rambut, sebagaimana disebut dalam Al Fath, 1: 270.
Imam Nawawi mengatakan bahwa dalam riwayat lain digunakan lafazh ‘maastatho’a‘, yaitu Nabi shallallahu ‘alaihi wa salalm menyukai mendahulukan memulai yang kanan semampu beliau dalam setiap perkara. Ini isyarat bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam selalu berusaha keras mendahulukan yang kanan dalam setiap perkara yang baik. Lihat Syarh Shahih Muslim, 3: 143.
Kaidah Mendahulukan yang Kanan
Kaidah dalam masalah mendahulukan yang kanan telah disebutkan oleh Imam Nawawi sebelumnya. Beliau rahimahullah mengatakan, “Mendahulukan yang kanan adalah ketika melakukan sesuatu yang mulia (pekerjaan yang baik), yaitu saat menggunakan pakaian, celana, sepatu, masuk masjid, bersiwak, bercelak, memotong kuku, memendekkan kumis, menyisir rambut, mencabut bulu ketiak, mencukur rambut, memberi salam dalam shalat, mencuci anggota wudhu, keluar kamar mandi, makan, minum, bersalaman, mengusap hajar Aswad, atau perkara baik semisal itu, maka disunnahkan mendahulukan yang kanan.
Sedangkan kebalikan dari hal tadi seperti masuk kamar mandi, keluar dari masjid, membuang ingus, istinja’ (cebok), melepas baju, celana dan sepatu, dan semisal itu disunnahkan mendahulukan yang kiri.
Ini semua dikarenakan mulianya bagian kanan dari yang kiri. Wallahu a’lam. Para ulama pun sepakat bahwa mendahulukan yang kanan dari yang kiri ketika membasuh tangan dan kaki saat wudhu adalah sunnah. Jika seseorang luput dari mendahulukan yang kanan, maka ia luput dari keutamaan, namun wudhunya tetap sah. Sedangkan kaum Syi’ah mengatakan bahwa wajib mendahulukan yang kanan (bukan sunnah). Namun, pendapat mereka tidak perlu diperhatikan.” (Syarh Shahih Muslim, 3:143).
Yang disimpulkan Ibnu Hajar dari perkataan Imam Nawawi, mendahulukan yang kanan adalah dalam perkara mulia (baik) dan dalam hal berhias diri. Sedangkan sebaliknya, didahulukan yang kiri. Lihat Syarh Shahih Muslim, 1: 270.
Syaikh ‘Abdurrahman As Sa’di rahimahullah berkata, “Disunnahkan mendahulukan yang kanan saat memakai dan yang kiri saat melepas.” (Syarh ‘Umdatul Ahkam, hal. 52).
Dalam Fathul Mu’in (hlm. 72-73, tahqiq ‘Abdur Razaq An-Najm) disebutkan sebagaimana berikut ini:
(وتيامن) أي تقديم يمين على يسار في اليدين والرجلين، ولنحو أقطع في جميع أعضاء وضوئه، وذلك لانه صلى الله عليه وسلم كان يحب التيمن في تطهره وشأنه كله، أي مما هو من باب التكريم، كاكتحال ولبس نحو قميص ونعل، وتقليم ظفر، وحلق نحو رأس، وأخذ وعطاء، وسواك وتخليل، ويكره تركه، ويسن التياسر في ضده – وهو ما كان من باب الاهانة والاذى – كاستنجاء وامتخاط، وخلع لباس ونعل.
“Ketika membasuh anggota wudhu disunnahkan mendahulukan yang kanan dari yang kiri, yaitu saat membasuh kedua tangan dan kedua kaki. Sedangkan yang tangan atau kakinya terpotong, hendaklah anggota tubuh lainnya diberlakukan memulai dari sisi kanan lalu kiri. Karena praktik dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau lebih suka memulai dari yang kanan ketika bersuci dan semua perkara yang baik. Yang dimaksud perkara baik di sini adalah yang dimuliakan. Contoh yang dimuliakan adalah bercelak, memakai pakaian dan sandal serta semacamnya. Begitu pula termasuk dalam hal ini adalah memotong kuku, mencukur rambut kepala, mengambil, memberi, bersiwak, menyela-nyela. Hukum meninggalkan memulai dengan yang kanan ini dihukumi makruh.
Sedangkan memulai dengan yang kiri adalah untuk kebalikan dari hal di atas, yaitu untuk perkara hina dan kotor. Seperti istinja’ (cebok) dan membuang ingus, serta melepas pakaian dan sandal.”
Bagaimana dengan memakai jam tangan di tangan kanan ataukah kiri?
- Jika memakai jam tangan dalam rangka mengenali waktu, lebih afdal di tangan kiri.
- Jika memakai jam tangan sebagai penampilan, lebih afdal di tangan kanan.
Hal di atas diterangkan oleh guru kami, Syaikh Dr. Sa’ad Al-Khatslan dalam fatwanya.
Kesimpulan: Memulai dari yang kanan itu ketika:
- Ketika bersuci.
- Berhias diri, seperti memotong rambut, memotong kuku.
- Perkara yang mulia, seperti makan, mengambil, memberi.
- Saat memakai.
- Keluar kamar mandi/ toilet.
Kesimpulan: Memulai dari yang kiri ketika:
- Perkara hina dan kotor.
- Melepas sesuatu.
- Masuk kamar mandi/ toilet.
Baca juga:
Hanya Allah yang memberi taufik dan hidayah.
Referensi:
Fathul Bari bi Syarh Shahih Al Bukhari, Ibnu Hajar Al Asqolani, terbitan Dar Thiybah, cetakan keempat, tahun 1432 H.
Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, Abu Zakariya Yahya bin Syarf An Nawawi, terbitan Dar Ibni Hazm, cetakan pertama, tahun 1433 H.
Syarh ‘Umdatul Ahkam, Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As Sa’di, terbitan Darut Tauhid, cetakan pertama, tahun 1431 H.
Selesai disusun pada malam Kamis, 13 Dzulqo’dah 1434 H @ Pesantren Darush Sholihin, Warak, Girisekar, Panggang-Gunungkidul
Artikel www.rumaysho.com
Silakan follow status kami via Twitter @RumayshoCom, FB Muhammad Abduh Tuasikaldan FB Fans Page Mengenal Ajaran Islam Lebih Dekat
Kunjungi tiga web kami lainnya: (1) Pesantren DarushSholihin, (2) Bisnis Pesantren di Ruwaifi.Com, (3) Belajar tentang Plastik
Milikilah Buku Terbaru: Dzikir Pagi Petang (Ukuran Besar dan Kecil)
mudah di fahami
Kalimat simpel mudah dimengerti
Materinya bagus dan mudah di pahami