Merenungi Allah Yang Maha Mendengar
Allah mendengar setiap suara di muka bumi baik yang nampak maupun yang tersembunyi. Allah Maha Mendengar juga dapat bermakna Allah mengabulkan do’a setiap hamba-Nya. Maka ini pertanda bahwa setiap perkataan kita selalu diawasi dan didengar oleh Rabb di atas Langit yang tujuh. Begitu pula menjadi pelajaran bahwa Allah mudah mengabulkan do’a setiap hamba walau setiap mereka menyampaikan dalam berbagai bahasa dan diutarakan dalam satu waktu.
Penyebutan Nama As Samii’
Nama Allah As Samii’ adalah nama yang banyak terulang dalam Al Qur’an sampai disebutkan dalam 50 tempat. Seperti dalam ayat,
وَكَانَ اللَّهُ سَمِيعًا بَصِيرًا
“Barangsiapa yang menghendaki pahala di dunia saja (maka ia merugi), karena di sisi Allah ada pahala dunia dan akhirat. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (QS. An Nisa’: 134).
لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ
“Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah yang Maha Mendengar dan Melihat.” (QS. Asy Syura: 11).
Maksud Allah Maha Mendengar
Sifat mendengar ini mencakup seluruh makhluk yang didengar oleh Allah. Setiap suara baik di langit dan di bumi didengar oleh Allah baik yang lirih maupun yang dikeraskan, yang Allah dengar seperti satu suara, tidak bercampur suara yang satu dan lainnya. Allah pun mendengar setiap bahasa dan memahaminya. Dia pun mendengar suara yang dekat maupun jauh. Suara yang sirr (lirih) dan yang ‘alaniyah (keras) pun sama di sisi Allah. Allah Ta’ala berfirman,
سَوَاءٌ مِنْكُمْ مَنْ أَسَرَّ الْقَوْلَ وَمَنْ جَهَرَ بِهِ وَمَنْ هُوَ مُسْتَخْفٍ بِاللَّيْلِ وَسَارِبٌ بِالنَّهَارِ
“Sama saja (bagi Tuhan), siapa diantaramu yang merahasiakan ucapannya, dan siapa yang berterus-terang dengan ucapan itu, dan siapa yang bersembunyi di malam hari dan yang berjalan (menampakkan diri) di siang hari.” (QS. Ar Ro’du: 10).
قَدْ سَمِعَ اللَّهُ قَوْلَ الَّتِي تُجَادِلُكَ فِي زَوْجِهَا وَتَشْتَكِي إِلَى اللَّهِ وَاللَّهُ يَسْمَعُ تَحَاوُرَكُمَا إِنَّ اللَّهَ سَمِيعٌ بَصِيرٌ
“Sesungguhnya Allah telah mendengar perkataan wanita yang mengajukan gugatan kepada kamu tentang suaminya, dan mengadukan (halnya) kepada Allah. Dan Allah mendengar soal jawab antara kamu berdua. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat” (QS. Al Mujadilah: 1).
Dalam hadits shahih disebutkan,
عَنْ عَائِشَةَ قَالَتِ الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِى وَسِعَ سَمْعُهُ الأَصْوَاتَ فَأَنْزَلَ اللَّهُ تَعَالَى عَلَى النَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم – ( قَدْ سَمِعَ اللَّهُ قَوْلَ الَّتِى تُجَادِلُكَ فِى زَوْجِهَا )
Dari ‘Aisyah, ia berkata: Segala puji bagi Allah yang pendengaran-Nya begitu luas sampai berbagai suara pun terdengar. Kemudian turunlah firman Allah pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam (yang artinya), “Sesungguhnya Allah telah mendengar perkataan wanita yang mengajukan gugatan kepada kamu tentang suaminya” (HR. Bukhari no. 7385).
Dalam bab yang sama dengan hadits di atas, Bukhari juga menyebutkan,
عَنْ أَبِى مُوسَى قَالَ كُنَّا مَعَ النَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم – فِى سَفَرٍ فَكُنَّا إِذَا عَلَوْنَا كَبَّرْنَا فَقَالَ « ارْبَعُوا عَلَى أَنْفُسِكُمْ ، فَإِنَّكُمْ لاَ تَدْعُونَ أَصَمَّ وَلاَ غَائِبًا ، تَدْعُونَ سَمِيعًا بَصِيرًا قَرِيبًا »
Dari Abu Musa, ia berkata, “Kami bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berada dalam safar. Lalu jika kami melewati tempat menanjak, maka kami pun bertakbir. Beliau pun lantas bersabda: Bersikap lemah lembutlah terhadap diri kalian dan pelankan suara kalian karena kalian tidaklah berdo’a pada sesuatu yang tidak mendengar dan tidak ada. Kalian sedang berdo’a pada Allah Yang Maha Mendengar, Maha Melihat dan Maha Dekat.” (HR. Bukhari no. 7386).
Dua Macam Sifat Mendengar bagi Allah
Ada dua macam sifat mendengar bagi Allah:
1- Mendengar dengan maksud mendengar suara yaitu segala suara baik yang lahir maupun batin, baik yang jelas maupun yang tersembunyi, Allah mengetahui itu semua.
2- Mendengar dengan maksud mengabulkan (memperkenankan) setiap permintaan dan do’a dari hamba, juga memberikan balasan pahala. Di antara dalilnya adalah firman Allah Ta’ala,
الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي وَهَبَ لِي عَلَى الْكِبَرِ إِسْمَاعِيلَ وَإِسْحَاقَ إِنَّ رَبِّي لَسَمِيعُ الدُّعَاءِ
“Segala puji bagi Allah yang telah menganugerahkan kepadaku di hari tua (ku) Ismail dan Ishaq. Sesungguhnya Rabbku, benar-benar Maha Mendengar (memperkenankan) doa.” (QS. Ibrahim: 39).
Begitu pula ketika seseorang shalat, ia mengucapkan,
سَمِعَ اللَّهُ لِمَنْ حَمِدَهُ
“Allah memperkenankan permintaan orang yang memuji-Nya.”
Mendengar dengan maksud mendengar suara ada tiga maksud:
1- Sebagai ancaman. Sebagaimana disebutkan dalam ayat,
أَمْ يَحْسَبُونَ أَنَّا لَا نَسْمَعُ سِرَّهُمْ وَنَجْوَاهُمْ بَلَى وَرُسُلُنَا لَدَيْهِمْ يَكْتُبُونَ
“Apakah mereka mengira, bahwa Kami tidak mendengar rahasia dan bisikan-bisikan mereka? Sebenarnya (Kami mendengar), dan utusan-utusan (malaikat-malaikat) Kami selalu mencatat di sisi mereka.” (QS. Az Zukhruf: 80). Mendengar di sini bermakna tahdid (ancaman).
2- Dengan maksud menolong. Sebagaimana disebutkan dalam ayat,
قَالَ لَا تَخَافَا إِنَّنِي مَعَكُمَا أَسْمَعُ وَأَرَى
“Allah berfirman: “Janganlah kamu berdua khawatir, sesungguhnya Aku beserta kamu berdua, Aku mendengar dan melihat”.” (QS. Thaha: 46). Maksud mendengar di sini adalah Allah menolong Musa dan Harun.
3- Maksudnya adalah mendengar yang sifatnya meliputi. Allah Ta’ala berfirman,
قَدْ سَمِعَ اللَّهُ قَوْلَ الَّتِي تُجَادِلُكَ فِي زَوْجِهَا وَتَشْتَكِي إِلَى اللَّهِ وَاللَّهُ يَسْمَعُ تَحَاوُرَكُمَا إِنَّ اللَّهَ سَمِيعٌ بَصِيرٌ
“Sesungguhnya Allah telah mendengar perkataan wanita yang mengajukan gugatan kepada kamu tentang suaminya, dan mengadukan (halnya) kepada Allah. Dan Allah mendengar soal jawab antara kamu berdua. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat” (QS. Al Mujadilah: 1). Maksud mendengar di sini adalah Allah mendengar setiap suara dan keluhan.
Perenungan Nama Allah As Samii’
Jika seorang hamba mengimani nama Allah Yang Maha Mendengar, maka ia akan berusaha menjaga lisan dan setiap ucapannya. Ia akan selalu mengisi waktunya dengan dzikir dan bersyukur pada Allah Ta’ala. Ia pun akan banyak meminta pada Allah. Ketika berdo’a, ia pun bertawassul dengan nama Allah tersebut supaya bisa menggapai harapannya dan diberi apa yang diminta. Dan banyak dalam Al Qur’an, para nabi bertawassul dengan nama Allah ini. Seperti do’a Ibrahim,
الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي وَهَبَ لِي عَلَى الْكِبَرِ إِسْمَاعِيلَ وَإِسْحَاقَ إِنَّ رَبِّي لَسَمِيعُ الدُّعَاءِ
“Segala puji bagi Allah yang telah menganugerahkan kepadaku di hari tua (ku) Ismail dan Ishaq. Sesungguhnya Rabbku, benar-benar Maha Mendengar (memperkenankan) doa.” (QS. Ibrahim: 39).
Begitu pula perkataan Ibrahim dan Isma’il,
وَإِذْ يَرْفَعُ إِبْرَاهِيمُ الْقَوَاعِدَ مِنَ الْبَيْتِ وَإِسْمَاعِيلُ رَبَّنَا تَقَبَّلْ مِنَّا إِنَّكَ أَنْتَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ
“Dan (ingatlah), ketika Ibrahim meninggikan (membina) dasar-dasar Baitullah bersama Ismail (seraya berdoa): “Ya Tuhan kami terimalah daripada kami (amalan kami), sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”.” (QS. Al Baqarah: 127).
Dan setiap do’a yang dipanjatkan akan dikabulkan oleh Allah. Lihatlah bagaimana do’a Nabi Yusuf ketika ia selamat dari godaan wanita,
فَاسْتَجَابَ لَهُ رَبُّهُ فَصَرَفَ عَنْهُ كَيْدَهُنَّ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ
“Maka Rabbnya memperkenankan doa Yusuf dan Dia menghindarkan Yusuf dari tipu daya mereka. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS. Yusuf: 34). Dalam ayat ini ditutup dengan nama Allah As Samii’.
Allah pun memerintah untuk meminta perlindungan dari godaan setan dan Allah ingatkan pada hamba-Nya bahwa ia Maha Mendengar,
وَإِمَّا يَنْزَغَنَّكَ مِنَ الشَّيْطَانِ نَزْغٌ فَاسْتَعِذْ بِاللَّهِ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ
“Dan jika syetan mengganggumu dengan suatu gangguan, maka mohonlah perlindungan kepada Allah. Sesungguhnya Dia-lah yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS. Fushshilat: 36).
Hanya Allah yang memberi taufik dan petunjuk.
Baca Juga:
- Syarhus Sunnah: Allah itu Al-‘Alim, Al-Khabiir (Yang Maha Mengetahui)
- Syarhus Sunnah: Allah itu Al-Bashiir, Maha Melihat
Referensi:
1- Syarh Asmaul Husna fii Dhouil Kitab was Sunnah, Syaikh Dr. Sa’id bin Wahf Al Qohthoni, terbitan Maktabah Malik Fahd, cetakan ke-12, tahun 1431 H, hal. 58-59.
2- Fiqhul Asmail Husna, Syaikh Prof. Dr. ‘Abdurrozaq bin ‘Abdulmuhsin Al Badr, terbitan Maktabah Malik Fahd, cetakan kedua, tahun 1431 H, hal. 151-155.
—
@ Pesantren Darush Sholihin, Panggang-GK, selepas shalat ‘Ashar, 30 Rabi’ul Akhir 1434 H