Amalan

Memulai Acara dengan Pembacaan Kalamullah

Hal yang lumrah yang biasa kita saksikan dalam acara-acara pertemuan dan pernikahan, atau acara penting lainnya biasa didahului dengan pembacaan kalamullah. Itu sesuatu yang baik. Namun sesuatu yang baik menurut syari’at baru teranggap ketika ada dalil atau dasar pegangan yang mendukung. Perlu diketahui bahwa sebagian salaf ada yang menjadikan pembacaan kalamullah sebagai pembuka dalam majelis mereka, namun kadang-kadang saja dilakukan, bukan jadi rutinitas.

Di antara sunnah salaf, sebagaimana diriwayatkan oleh Al Khotib Al Baghdadi dalam kitabnya Al Faqih Al Muttafaqih,

أنهم كانوا أحيانا يبدأون مجالسهم بآية من القرآن الكريم

“Para salaf terkadang memulai majelis mereka dengan bacaan ayat dari Al Qur’an Al Karim.” (Faedah dari Syaikh ‘Ali Al Halabi ketika membawa ceramah nikah anak tersayangnya di sini).

Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin rahimahullah ditanya, “Bolehkah memulai suatu acara pesta, ceramah atau seminar pertemuan dengan bacaan ayat Al Qur’an Al Karim?”

Jawab beliau rahimahullah, “Aku tidak mengetahui amalan seperti ini ada contoh dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Adapun secara rutin menjadikan ayat Al Qur’an sebagai iftitah (pembuka) dalam ceramah atau muhadhoroh sehingga disangka sebagai ajaran yang dituntunkan, maka itu tidaklah pantas.” (Lihat Al Bida’ Al Muhdatsaat, hal. 540).

Syaikh Bakr Abu Zaid rahimahullah pernah berkata, “Dan di antara amalan yang tidak dituntunkan dan tidak pernah menjadi amalan ulama salaf sebelum kita yaitu terus menerus menjadikan ayat Al Qur’an Al Karim sebagai pembuka dalam acara pertemuan, perkumpulan, majelis dan ceramah. Hal ini barulah muncul dalam sejarah kaum muslimin setelah tahun 1342 H.” (Lihat Tashihu Ad Du’aa’, hal. 98). (Lihat link di sini)

Kesimpulannya, yang tidak ada tuntunannya adalah jika dilakukan terus menerus sehingga disangka sebagai amalan yang ada dasarnya dalam Islam. Namun kalau kadang-kadang saja dilakukan, tidaklah masalah sebagaimana contoh dari sebagian salaf dalam hal ini. Wallahu a’lam.

@ Sakan 27 Jami’ah Malik Su’ud, Riyadh-KSA, 27 Dzulhijjah 1433 H

www.rumaysho.com

Baca Juga: Syarhus Sunnah: Al-Quran itu Kalamullah

Artikel yang Terkait

8 Komentar

  1. Assalamua’alaikum ustadz

    kalau arti kalimat:

    Alhamdulillah nahmaduhu wanasta’inuhu wanastaghfiruh, wana’udzubillahimin syuruuri anfusinaa wa sayyi ati a’malina, manyahdihillahu fala mudhillallah wamandudhlil fala haadiyalah.

    fainna asbaqol haditsi kitabullah, wa khairol hadi hadi muhammadin shallallahu ‘alaihi wa sallam, wa syarrol umuri muhdatsatuhaa, wa kulla muhdatsatin bid’ah, wa kulla bid’atin dholallah, wa kulla dhollalatin fin naar

    mohon dijawab ya ustadz pertanyaan saya, saya sering dengar tapi tidak tahu arti persisnya. jazakallah

  2. Assalamu Alaikum Wr. Wb.
    Mengutip “Namun kalau kadang-kadang saja dilakukan, tidaklah masalah sebagaimana contoh dari sebagian salaf dalam hal ini”. Berarti kegiatan tersebut berpahala ataukah tidak berguna namun tidak berdosa, Uzt.? JIka berpahala, saya kira tidak salah jika kita menjadikan hal tersebut kebiasaan sambil senantiasa berdo’a semoga segala aktivitas yang dilakukan bernilai ibadah dan mendapatkan ganjaran pahala. Jika melaksanakannya hanya kadang-kadang apalagi akhirnya berfikir bahwa hal tersebut tidak berguna karena tanpa dasar dalam Islam pasti akhirnya akan ditinggalkan sama sekali. Mohon penjelasannya, Uzt.

  3. Assalamu’alaikum

    Apakah perkataan Syaikh Utsaimin ini dilihat dari “PEMBACAAN AL-QUR’AN” -nya yang dikhususkan pada waktu dan tempat tertentu padahal asalnya adalah umum, ataukah dari fiqih muamalat acara? acara kan umum juga sehingga dapat diatur isinya sesuai keinginan seseorang. Wassalamu’alaikum

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Prove your humanity: 1   +   7   =  

Back to top button