Shalat

Cara Shalat bagi Tenaga Medis yang Menangani Corona

Bagaimana cara shalat bagi tenaga medis yang menangani corona?

 

Shalat lima waktu termasuk pada tenaga kesehatan tetap dilakukan mesti dalam keadaan darurat, walaupun harus dengan menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) secara lengkap. Shalatnya bisa jadi dengan menjamak dua shalat sekaligus (Zhuhur dan Ashar, Maghrib dan Isya). Jika tidak bisa berwudhu dan tayammum dalam kondisi seperti ini, shalat tetap dilakukan. Di antara bentuk kasih sayang Allah adalah kita tidak dibebani di luar kemampuan kita.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah pernah berkata, “Bila luka itu tidak berhenti mengucurkan darah, seperti kasusnya Umar bin Al-Khatthab yang tertusuk saat shalat, maka orang yang seperti ini keadaannya tetaplah harus shalat berdasarkan kesepakatan para ulama. Terlepas dari apakah wudhunya dianggap batal ataukah tidak, dan terlepas dari apakah darah yang mengucur itu banyak ataukah sedikit. Dalilnya ialah firman Allah,

لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إلَّا وُسْعَهَا

Allah tidaklah membebani seseorang kecuali sebatas kemampuannya.”[1] Demikian pula firman-Nya,

فَاتَّقُوا اللَّهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ

Bertakwalah kalian kepada Allah semampu kalian.”[2] Dan juga sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

إذَا أَمَرْتُكُمْ بِأَمْرِ فَأْتُوا مِنْهُ مَا اسْتَطَعْتُمْ

Jika kalian kuperintahkan melakukan sesuatu, maka lakukanlah semampu kalian.”[3] Setiap kewajiban shalat yang tidak mampu dilakukan oleh seorang hamba, maka kewajiban itu gugur darinya. Oleh karenanya, ia tidak diperbolehkan menunda pelaksanaan shalat hingga keluar dari waktunya, namun ia tetap harus shalat pada waktunya semampunya.”[4]

Kesimpulannya:

  1. Shalat tetap dilakukan pada waktunya masing-masing dalam keadaan bersuci dan bersih dari najis.
  2. Jika tidak bisa melakukan seperti di atas, maka shalat tersebut dijamak (shalat Zhuhur dan Ashar atau Maghrib dan Isya digabungkan) baik dengan cara jamak takdim (didahulukan pada waktu shalat pertama) atau jamak takhir (diundur pada waktu shalat kedua), tanpa diqashar[5].
  3. Jika akhirnya waktu shalat mau habis[6], maka shalat tetap dilakukan pada waktunya[7] dalam keadaan apa pun meskipun dalam keadaan tidak bisa berwudhu dan tidak bisa bertayammum, walaupun pula dalam keadaan memakai APD yang dalam keadaan najis atau dalam keadaan memakai pampers yang ada najis. Namun kalau masih bisa shalat tersebut dijamak, maka pilihannya tetap dijamak walau dalam keadaan tidak memenuhi syarat bersuci.[8]

[1] QS. Al-Baqarah: 286.

[2] QS. At-Tagabun: 16.

[3] HR. Bukhari, no. 7288.

[4] Majmu’ah Al-Fatawa, 21:223.

[5] Karena qashar shalat dilakukan ketika safar, sedangkan jamak shalat dilakukan ketika butuh.

[6] Untuk orang yang uzur seperti para dokter yang memeriksa pasien yang terkena wabah, ia bisa jadi punya kesempatan shalat sekali dengan cara menjamak dua shalat, maka dua waktu shalat (Zhuhur dan Ashar atau Maghrib dan Isya) dianggap sebagai satu waktu.

[7] Semisal shalat Shubuh tetap dilakukan pada waktunya tidak diundur sampai matahari terbit.

[8] Lihat Fatwa dari Dewan Fatwa Perhimpunan Al-Irsyad no. 027/DFPA/VII/1441, tentang “Nasehat dan Fatwa bagi Tim Medis”, dikeluarkan 28 Rajab 1441 H (23 Maret 2020 M).

 

Baca Juga:


 

Darush Sholihin, Panggang, Gunungkidul, 29 Rajab 1441 H (24 Maret 2020)

Disusun oleh Muhammad Abduh Tuasikal

Artikel Rumaysho.Com

Artikel yang Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button