Shalat

Manhajus Salikin: Sifat Shalat Nabi, Sujud pada Tujuh Anggota Tubuh

Sekarang kita masih dalam bahasan kitab Manhajus Salikin mengenai sifat Shalat Nabi. Kali ini bahasannya tentang turun sujud dan cara sujud.

 

# Fikih Manhajus Salikin karya Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di

Kitab Shalat

Kata Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di rahimahullah dalam Manhajus Salikin,

ثُمَّ يَسْجُدُعَلَى أَعْضَائِهِ السَّبْعَةِ كَمَا قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أُمِرْتُ أَنْ أَسْجُدَ عَلَى سَبْعَةِ أَعْظُمٍ:عَلَى الجَبْهَةِ—وَأَشَارَ بِيَدِهِ إِلَى أَنْفِهِ—وَالكَفَّيْنِ وَالرُّكْبَتَيْنِ وَأَطْرَافِ القَدَمَيْنِ مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ

“Kemudian turun sujud, lalu sujud pada tujuh anggota tubuh, sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, ‘Aku diperintahkan untuk sujud pada tujuh anggota tubuh yaitu: dahi—beliau berisyarat dengan tangannya pada hidungnya–, kedua telapak tangan, kedua lutut, kedua ujung kaki.’” (Muttafaqun ‘alaih)

 

Turun sujud, tangan lebih dulu ataukah lutut?

 

Pertama, yang mesti dipahami adalah kedua cara tersebut dibolehkan berdasarkan kesepakatan para ulama. Namun para ulama berselisih pendapat manakah yang lebih afdal di antara keduanya.

Kedua, yang paling afdal adalah dilihat dari kondisi orang masing-masing, tidak dikatakan yang paling afdal adalah tangan dulu ataukah lutut dahulu. Karena hadits yang membicarakannya hanyalah mengatakan,

إِذَا سَجَدَ أَحَدُكُمْ فَلاَ يَبْرُكْ كَمَا يَبْرُكُ الْبَعِيرُ

“Janganlah salah satu kalian turun untuk sujud sebagaimana bentuk turunnya unta ketika hendak menderum.” (HR. Abu Daud, no. 840 dan An-Nasa’i, no. 1092. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini hasan).

Namun ada tambahan,

وَلْيَضَعْ يَدَيْهِ قَبْلَ رُكْبَتَيْهِ

“Hendaknya dia letakkan tangannya sebelum lututnya.”

Versi lain mengatakan,

وَلْيَضَعْ رُكْبَتَيْهِ قَبْلَ يَدَيْهِ

“Hendaknya dia letakkan dua lututnya sebelum dua tangannya”

Para ulama berselisih pendapat manakah riwayat tambahan ini yang shahih.

Pendapat yang tepat, kedua versi tambahan tersebut adalah riwayat yang goncang, tidak ada satu pun yang sahih. Keduanya idhtirab (goncang) [baca: lemah]. Sehingga riwayat yang valid hanyalah bagian awal hadits yang berbunyi, “Janganlah salah satu kalian turun untuk sujud sebagaimana bentuk turunnya unta ketika hendak menderum.”

Zahir hadits menunjukkan bahwa orang yang sedang mengerjakan shalat dilarang turun sujud sebagaimana bentuk turunnya unta ketika mau menderum. Turunnya unta untuk menderum itu memiliki bentuk yang khas. Bentuk khas ini bisa terjadi baik kita turun dengan mendahulukan tangan dari pada lutut ataupun kita mendahulukan lutut dari tangan. Sehingga makna sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Janganlah salah satu kalian turun untuk sujud sebagaimana bentuk turunnya unta ketika hendak menderum” adalah ketika akan sujud hendaknya kepala tidak dibuat merunduk sampai ke lantai semisal unta ketika hendak turun sedangkan punggung masih dalam posisi di atas. Inilah bentuk turunnya unta untuk menderum dan bentuk semacam ini berdampak negatif bagi orang yang mengerjakan shalat.

Ringkasnya, terdapat diskusi yang panjang tentang perselisihan ini di kalangan ulama. Pendapat yang paling baik, manakah yang mesti didahulukan apakah tangan ataukah lutut, ini menimbang pada kondisi masing-masing orang. Mana yang lebih mudah baginya, itulah yang ia lakukan. Ada orang yang berat badannya, ada orang yang ringan. Intinya, tidak ada hadits shahih yang marfu’ –sampai pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam–yang membicarakan hal tadi. (Lihat Shifat Shalat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, Syaikh Abdul ‘Aziz Ath-Tharifi, hlm. 129).

 

Cara sujud

 

Sujud yang dilakukan adalah bersujud pada tujuh anggota tubuh.

Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

أُمِرْتُ أَنْ أَسْجُدَ عَلَى سَبْعَةِ أَعْظُمٍ عَلَى الْجَبْهَةِ – وَأَشَارَ بِيَدِهِ عَلَى أَنْفِهِ – وَالْيَدَيْنِ ، وَالرُّكْبَتَيْنِ وَأَطْرَافِ الْقَدَمَيْنِ

Aku diperintahkan bersujud dengan tujuh bagian anggota badan: (1) Dahi (termasuk juga hidung, beliau mengisyaratkan dengan tangannya), (2,3) telapak tangan kanan dan kiri, (4,5) lutut kanan dan kiri, dan (6,7) ujung kaki kanan dan kiri.” (HR. Bukhari, no. 812 dan Muslim, no. 490)

Kebanyakan ulama berpendapat bahwa dahi dan hidung itu seperti satu anggota tubuh. Untuk anggota tubuh lainnya wajib bersujud dengan anggota tubuh tersebut.

Imam Nawawi rahimahullah berkata, “Jika dari anggota tubuh tersebut tidak menyentuh lantai, shalatnya berarti tidak sah. Namun jika kita katakan wajib, bukan berarti telapak kaki dan lutut harus dalam keadaan terbuka. Adapun untuk telapak tangan wajib terbuka menurut salah satu pendapat ulama Syafi’iyah sebagaimana dahi demikian. Namun yang lebih tepat, tidaklah wajib terbuka kedua telapak tangan.” (Syarh Shahih Muslim, 4:185)

 

 


 

Perjalanan Panggang – Jogja, 14 Dzulhijjah 1440 H (15 Agustus 2019)

Oleh: Muhammad Abduh Tuasikal

Artikel Rumaysho.Com

Artikel yang Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button