Teladan

Faedah Sirah Nabi: Pelajaran dari Pemboikotan dari Orang Quraisy

 

Ini kelanjutan cerita tentang pemboikotan dari orang Quraisy pada keluarga Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dan silakan gali pelajaran di dalamnya.

Begitu keras embargo yang dilakukan oleh orang Quraisy sehingga terputus pasokan logistik, mereka tidak membiarkan ada pasokan apa pun yang datang kepada keluarga Nabi di Syi’ib Abu Thalib ini.

Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan bahwa begitulah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersama keluarganya terkucilkan dan terisolasi, mereka diboikot selama tiga tahun sehingga mereka hidup dalam kesulitan yang parah karena semua pasokan kebutuhan hidup mereka dilarang masuk, sehingga bayi dan anak-anak menangis hingga tangisan mereka terdengar sampai kejauhan keluar lembah tempat pengungsian mereka. Lihat Zaad Al-Ma’ad, 3:27.

Kondisi sulit seperti it uterus berlangsung sehingga ada sebagian kerabat dari orang-orang yang ikut mengungsi di lembah itu berupaya untuk merusak papan perjanjian pemboikotan itu untuk menghilangkan kezaliman ini. Tokoh-tokoh terkemuka mereka itu di antaranya adalah Hisyam bin Amru bin Al-Harits, Al-Muth’im bin ‘Adiy, Zuhair bin Umaiyah, Abul Bukhturi bin Hisyam, dan Zam’ah bin Al-Aswad; mereka semua bersepakat untuk merusak papan perjanjian itu.

Ada sebuah riwayat yang menyebutkan bahwa Allah memberitahukan kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkenaan dengan papan pemboikotan itu, bahwa Allah telah mengirimkan rayap untuk memakan semua isi perjanjian yang mengandung kezaliman dan pemutusan hubungan. Hal itu diberitahukan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada pamannya, lalu ia beritahukan kepada kafir Quraisy. Ketika mereka mengetahui kenyataannya seperti yang dikabarkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka mereka bertambah kufur. Setelah aksi tersebut, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersama keluarganya yang ikut di pengungsian itu bebas pada tahun sepuluh kenabian, setelah berada di tempat tersebut selama tiga tahun. (Lihat Zaad Al-Ma’ad, 3:27)

 

Pelajaran dari Pemboikotan Orang Quraisy

 

Pertama: Peristiwa ini menunjukkan sejauh mana permusuhan dan kebencian serta kezaliman kaum Quraisy kepada Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam beserta sahabatnya. Penganiayaan mereka tidak terbatas pada masalah-masalah tertentu saja, tetapi hal tersebut berlangsung terus menerus selama tiga tahun, yaitu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersama sahabat dan kerabatnya terisolasi di sebuah lembah, bersama dengan anak-anak dan orang tua, perempuan dan laki-laki, anak yang masih menyusui maupun orang tua renta. Semua ikut mengungsi dan terisolasi di lembah Syi’ib Abu Thalib, dan pasokan logistik, makanan dan minuman dilarang masuk ke sana. Sungguh ini kezaliman yang sangat keji.

Kedua: Islam, agama yang mereka perlakukan secara keji dan kasar ini, adalah agama yang mengajarkan kasih sayang dan kelembutan bersama orang yang berbeda pandangan, bahkan bersama sebagian kelompok orang yang memeranginya sekalipun.

Diriwayatkan dari Nafi’, dari Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma yang memberitakan,

أَنَّ امْرَأَةً وُجِدَتْ فِى بَعْضِ مَغَازِى النَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم – مَقْتُولَةً ، فَأَنْكَرَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – قَتْلَ النِّسَاءِ وَالصِّبْيَانِ

“Ada seorang wanita yang mati terbunuh dalam sebuah pertempuran yang dilakukan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka beliau mengecam kejadian itu, lalu melarang kaum muslimin membunuh wanita dan anak-anak.” (HR. Bukhari, no. 3014 dan Muslim, no. 1744)

Agama Islam juga melarang membunuh orang tua dan rahib yang berada dalam tempat peribadatannya. Adapun terhadap orang-orang yang menjadi musuh Islam, maka Allah Ta’ala telah memberi isyarat tentang mereka dalam firman-Nya,

كَيْفَ وَإِنْ يَظْهَرُوا عَلَيْكُمْ لَا يَرْقُبُوا فِيكُمْ إِلًّا وَلَا ذِمَّةً

Bagaimana bisa (ada perjanjian dari sisi Allah dan Rasul-Nya dengan orang-orang musyrikin), padahal jika mereka memperoleh kemenangan terhadap kamu, mereka tidak memelihara hubungan kekerabatan terhadap kamu dan tidak (pula mengindahkan) perjanjian.” (QS. At-Taubah: 8)

Ketiga: Nampak dari berbagai peristiwa yang dilalui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersama keluarga dan sahabat-sahabatnya bahwa segala kesulitan dan tekanan dalam memperjuangkan Islam merupakan bagian dari keteladanan yang diajarkan oleh beliau kepada umatnya. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak hanya memberi keteladanan dalam waktu senang saja, tetapi beliau pun memberi keteladanan dalam kondisi suka maupun duka, agar kita mampu meneladani beliau pada saat menghadapi kesulitan.

Keempat: Dari peristiwa keluarnya beberapa tokoh Quraisy yang mengecam adanya pemboikotan dan menuntut agar papan perjanjian itu diturunkan, lalu menginginkan agar pemboikotan itu tidak boleh diteruskan, hal ini menunjukkan bahwa sebuah kebatilan pastilah akan terungkap pada suatu saat, sekalipun dalam jangka waktu yang cukup lama. Sebab waktulah yang akan membuktikan kebenaran yang benar dan kepalsuan yang batil. Allah Ta’ala berfirman,

وَقُلْ جَاءَ الْحَقُّ وَزَهَقَ الْبَاطِلُ ۚإِنَّ الْبَاطِلَ كَانَ زَهُوقًا

Dan katakanlah, ‘Yang benar telah datang dan yang batil telah lenyap.’ Sesungguhnya yang batil itu sesuatu yang pasti lenyap.” (QS. Al-Isra’: 81)

Peristiwa pemboikotan ini berakhir dengan retaknya persatuan kaum Quraisy dan terjadi perbedaan pandangan di antara mereka. Sementara itu, kesabaran yang dimiliki Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam semakin kuat kesabaran dan keteguhan mereka sebelumnya.

Kelima: Tidak ada masa dan zaman yang sepi dari sekelompok orang yang punya hati nurani dan jiwa yang mulia. Ingatlah Allah terkadang memberi dukungan agama ini melalui tangan orang pendurhaka.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan Bilal pada saat perang Khoibar untuk menyeru manusia dengan mengatakan,

وَإِنَّ اللَّهَ لَيُؤَيِّدُ هَذَا الدِّينَ بِالرَّجُلِ الْفَاجِرِ

Tidak akan masuk surga kecuali jiwa seorang muslim. Mungkin saja Allah menolong agama ini lewat seorang laki-laki fajir (yang bermaksiat).” (HR. Bukhari, no. 3062 dan Muslim, no. 111)

Keenam: Salah satu bentuk peperangan yang dilancarkan oleh orang kafir adalah dengan perang ekonomi, dengan tidak ada hubungan transaksi jual beli dengan mereka.

Semoga menjadi ilmu yang bermanfaat.

 

Referensi:

  1. Fiqh As-Sirah.Cetakan Tahun 1424 H. Prof. Dr.Zaid bin Abdul Karim Az-Zaid. Penerbit Dar At-Tadmuriyyah.
  2. Zaad Al-Ma’ad fii Hadyi Khairil ‘Ibad.Cetakan keempat, Tahun 1425 H. Ibnu Qayyim Al-Jauziyah. Penerbit Muassasah Ar-Risalah.

Disusun 27 Rabi’ul Akhir 1440 H (4 Januari 2019), di #darushsholihin

Oleh: Muhammad Abduh Tuasikal

Artikel Rumaysho.Com

Artikel yang Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button